Part 1

79.5K 4K 8
                                    

Amanda

Sang fajar datang mengganti malam. Menyulap langit yang tadinya pekat berubah menjadi warna kemerahan, pertanda bahwa sang penguasa siang akan segera muncul dilangit timur.

Bertepatan dengan itu, bunyi alarm ponselku terdengar nyaring mengingatkan agar aku segera menyudahi tidur dan bergegas menjauhi peraduan untuk menyambut rutinitasku dipagi hari.

Setelah berpakaian rapi dan menyiapkan beberapa buku yang harus dibawa, aku berlari kecil menuruni anak tangga menuju tempat dimana motorku berada dan menyimpan semua barang bawaanku disana agar tidak tertinggal. Aku memang sudah terbiasa bergerak cepat karena jarak sekolahku yang cukup jauh menuntutku untuk berangkat lebih pagi.

Salah satu yang menjadi alasanku memilih sekolah tersebut adalah, ayahku. Sebelum berpulang, beliau sempat berpesan agar aku bisa lulus dengan nilai terbaik supaya bisa diterima di salah satu sekolah unggulan di kota ini.

Aku kemudian berusaha keras demi mewujudkan keinginanya. Tidak ada waktu untuk bermain atau bermalas-malasan. Semua waktu aku habiskan hanya untuk belajar dan belajar hingga semua usahaku membuahkan hasil. Akhirnya aku lulus dengan nilai tertinggi dan berhasil diterima di SMU unggulan tersebut.

Tak terasa sudah empat tahun ayah meninggalkan kami untuk selama-lamanya. Kepergiannya membuat keadaan kami sempat terguncang waktu itu. Karena selain kehilangan sosok seorang suami dan ayah, kami juga kehilangan sosok yang selama ini menjadi tulang punggung keluarga.

Ayah sebetulnya meninggalkan beberapa aset berbentuk rumah, tanah, tabungan dan juga uang pensiunannya untuk kami. Itu sudah lebih dari cukup untuk bisa membiayai kuliahku dan adikku serta membiayai kebutuhan kami sehari-hari. Tapi itu tidak menjadikanku malas dan berpangku tangan begitu saja. Aku yang dari kecil memang hobi membuat kue, mulai tergerak untuk menjalankan bisnis dibidang itu lalu menjualnya melalui akun media sosialku.

Awalnya ibu sempat melarangku karena khawatir jika kesibukanku akan mengganggu waktu belajarku yang sebentar lagi akan menghadapi ujian. Namun aku bersikeras dengan alasan kalau ini adalah hobiku. Dan berkat kegigihanku selama ini, usaha yang aku rintis akhirnya berkembang dan mulai banyak peminatnya sehingga mendorongku untuk lebih berkreasi dengan mencoba berbagai resep.

Meskipun sedikit repot, aku sangat menikmati prosesnya dan sama sekali tidak merasa terbebani saat mengerjakanya. Karena menurutku, apa yang aku lakukan ini seperti hobi yang dibayar.

"Sarapan dulu ya. Ibu udah buatin nasi goreng sama ceplok telur."

Aku duduk patuh disamping ibu dan mulai memakan sarapanku yang rasanya selalu lezat.

"Bu, mixer baruku nanti siang datang." ucapku mengawali pembicaraan kami pagi ini.

Raut wajah ibu berubah cepat, kekecewaan tergambar jelas disana. "Teteh nggak cape gitu, masih bikin kue terus padahal sebentar lagi ujian."

"Aku sih bersyukur aja, berarti itu rezeki buat aku. Lagian ibu tahu sendiri kan kalau aku suka banget dengan pekerjaan ini."

"Tapi teteh nggak perlu kerja keras. Fokus teteh harusnya belajar bukan mencari uang."

"Justru itu tantanganya. Aku pengen buktikan sama ibu, walaupun sibuk tapi aku juga bisa dapet nilai yang bagus."

Tidak ada jawaban. Suasana pun berubah menjadi hening kembali.

"Bu.." rengekku.

"Ya sudah terserah teteh aja kalau begitu. Yang penting jaga kesehatan jangan sampai sakit karena terlalu ngoyo."

Aku tersenyum lega dan langsung memeluk ibuku. Bersyukur sekali memiliki orangtua yang sangat pengertian. "Makasih ya, bu. Aku janji nggak akan mengecewakan ibu."

Cinta Sendiri (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang