Garin
Masalah yang terjadi pada keluarga kami sedikit banyak telah menyita pikiranku. Kalau itu hanya menimpaku saja mungkin tidak sebesar ini dampaknya, namun sayangnya turut melibatkan kedua orangtuaku. Mereka berdua sangat terpukul dan secara otomatis pandangan mereka terhadap Maya pun berubah seratus persen.
Maya memang salah tapi aku juga tidak bisa menyalahkan dia sepenuhnya karena pertunangan ini diadakan secara mendadak tanpa persetujuan kami dulu. Tapi aku juga tidak habis pikir dengan keberaniannya mengambil keputusan untuk membatalkan pertunangan secara sepihak, yang pada akhirnya bukannya mengambil hati calon mertua tapi malah membuat mereka berpikir ulang untuk merestui kami kembali.
Selama ini aku sudah mencoba mengalah dan menerima dia apa adanya. Termasuk mengiyakan keinginan dia untuk tetap bekerja selepas kami menikah nanti. Padahal sebetulnya aku sangat memimpikan dia bisa mengikuti jejak mamih.
Mamih adalah seorang istri dan ibu yang rela memilih melepas karirnya demi membesarkan kami dan membantu usaha suaminya. Mamih punya keyakinan jika sepasang suami istri bahu membahu menjalankan bisnis bersama, maka selain usahanya akan berkembang, keharmonisan rumah tangganya juga akan tetap terjaga karena mereka punya waktu yang banyak untuk bersama.
Maka dari itu aku berencana untuk mempersiapkan Maya supaya dia mau dan bisa belajar dari mamih sehingga suatu saat nanti jika harus melepaskan karirnya, dia sudah siap. Ini adalah keinginan yang aku rasa sangat wajar mengingat mencari nafkah adalah tugas suami. Dengan penghasilanku selama ini, Maya tidak perlu banting tulang untuk bekerja membantu keuangan keluarga karena aku akan menjamin semua kebutuhan dan keperluanya.
Tapi nasi sudah menjadi bubur, keinginan hanya tinggal keinginan. Karena jangankan menikah, pertunangan kami saja dibatalkan dan masih belum jelas bagaimana kedepannya. Sekarang aku hanya bisa pasrah menerima serta mengikuti jalan takdirku selanjutnya.
Setelah kejadian itu Maya terus menghubungiku dan menanyakan keadaan kedua orangtuaku pasca pembatalan. Tak banyak yang bisa aku katakan padanya karena sebetulnya Maya pun sudah mengetahuinya. Mungkin dia melakukannya karena perasaan bersalahnya saja pada keluargaku, makanya dia berusaha terus mempertahankan komunikasi kami padahal respon yang aku berikan terbilang biasa saja.
Melihat keadaan mamih yang sudah mulai stabil emosinya, aku mengajaknya untuk makan malam diluar, berharap kebersamaan kami ini sedikit menghibur dan mengusir penat mamih yang sejak kemarin mengurung diri terus di kamar.
"Mau kemana mas?" tanya Pras.
"Makan diluar yuk, biar nggak suntuk di rumah."
"Oke, mamih mau makan dimana?" Tanya Pras.
"Terserah kalian saja."
"Oke kalau begitu kita ke resto favorit mamih." Ucapku langsung memposisikan diri dibelakang kemudi.
"Hati-hati mas nyetirnya, jangan sambil ngelamun." Ucap Pras.
Aku mendengus kesal mendengar ucapannya, apa-apaan coba dia bicara seperti itu. Memangnya sebegitu frustasinya kah aku karena gagal bertunangan.
"Nggak ada yang perlu dilamunin. Ngapain juga." jawabku ketus.
Mobilku memasuki halaman parkir sebuah restoran yang letaknya berada di daerah lengkong besar. Entah mengapa dari sekian banyak resto yang selama ini sering mamih kunjungi, dia lebih menyukai tempat ini sebagai tempat favorit kami jika sedang makan malam diluar.
Ketika hendak memasuki resto tersebut, kami tidak sengaja berpapasan dengan Amanda.
"Tante Rossa.." Amanda menghampiri kami lalu bersalaman dengan kedua orangtuaku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Sendiri (END)
Literatura Kobieca~ Garin & Amanda ~ (Sudah terbit di Karyakarsa mulai part 37-52) Amanda Greya si gadis tomboy yang sangat mencintai Garin Danandjaya, pria dewasa yang usianya terpaut delapan tahun dan sudah memiliki kekasih. Garin Danandjaya merasa terusik dengan k...