Garin
Setelah selesai berolahraga pagi, Nina memanggil dan mengajakku bergabung bersama dia dan kedua orangtuaku untuk menikmati sarapan bersama. Pagi ini dia sengaja membuatkan menu sarapan favorit keluarga kami yaitu nasi kuning lengkap dengan lauk pauknya.
"Yuk makan mas. Dietnya libur aja dulu hari ini, itung-itung cheat day." Godanya sambil melirik kearah piring yang berisi dua butir telur rebus dan segelas jus buah tanpa gula yang menjadi menu sarapan pagiku hari ini.
Aku mengalihkan pandanganku pada nasi kuning yang disajikan Nina. Jika melihat makanan lain, perutku masih bisa tahan. Tapi kalau yang ini rasanya sulit kutolak. "Kamu tuh racun banget Nin."
Nina terkekeh sambil mengisi piring dengan nasi kuning dan lauk pauknya lalu menyerahkanya kepadaku. "Boleh makan kok mas, asal nasinya sedikit."
"Mana bisa sedikit, nasi kuning buatan kamu tuh juara tahu. Kapan lagi aku bisa makan ini."
Aku kemudian menambahkan nasi dengan porsi dobel kedalam piringku lalu mulai memakannya.
"Katanya kalau pagi-pagi nggak mau makan karbo, kok ini malah makan sepiring." Ejek papih.
Aku mendengus kesal karena mereka semua kompak mengejekku. Namun aku tidak peduli dan tetap menikmati sarapan lezatku pagi ini.
"Enak banget Nin. Kenapa kamu nggak jualan nasi kuning aja depan komplek, pasti laku."
"Ishhh..aku tuh wanita sibuk tau, mana ada waktu jualan."
"Cie sibuk." Goda Pras yang langsung dihadiahi lemparan mentimun oleh Nina.
"Oh ya Nin, ibu kamu cerita sama tante kalau sekarang kamu jarang pulang ke rumah dan lebih memilih tinggal di apartemen."
"Iya tan, aku memang udah jarang tidur di rumah, soalnya rumah ibu jauh. Belum lagi kalau kejebak macet, bisa satu jam lebih aku nyampe kantor. Makanya aku putusin beli apartemen yang dekat kantor supaya nggak kelamaan dijalan."
"Tante percaya kamu sudah dewasa dan bisa menjaga diri sendiri. Tapi pesan tante jangan lupa pulang ke rumahmu soalnya kamu ini kan anak satu-satunya. Kasian ibu dan bapakmu pasti kangen sama anaknya."
"Iya tan."
"Terus gimana ceritanya sampai akhirnya tertarik bisnis EO juga, apa nggak repot ngurus dua-duanya?"tanya kedua orangtuaku pada Nina.
Setahun terakhir ini, Nina memang menjadi trending topik dikeluarga kami karena kesibukan serta bisnisnya yang makin berkembang.
"Aku kan pegang WO udah lima tahunan. Lama-lama aku pengen berkembang dengan memulai bisnis lain. Akhirnya aku memutuskan untuk terjun di EO karena menurutku bisnis ini masih dalam lingkup yang sama sehingga tidak terlalu banyak kesulitan. Dan aku bersyukur sekali karena setahun ini aku bisa menghandle keduanya dengan baik."
"Syukurlah kalau begitu. Ternyata ponakan tante ini luar biasa. Wanita jaman sekarang tuh hebat-hebat yaa. Amanda sama kamu tuh mirip, sama-sama berjuang dari bawah."
"Amanda jauh lebih hebat dari aku. Dia punya keahlian soal selera dan cita rasa yang nggak bisa disaingi. Sementara aku kan hanya penjual jasa yang nggak punya keterampilan. Makanya aku harus bener-bener memberikan service terbaik jika ingin bersaing."
"Asalkan mau terus belajar dan berusaha kamu pasti akan berhasil karena kerja keras itu yang paling menentukan kesuksesan." ujarku.
"Awalnya aku masih ragu sih mas, apa bisa menjalani keduanya. Tapi untungnya Manda support banget dan mau menjadi client pertamaku dengan mempercayakan acara pesta ulang tahun Denawa sama aku."
"Siapa Denawa?" Tanya mamih yang sepertinya lebih tertarik dengan nama itu dibanding cerita Nina.
"Anaknya Amanda tante."
"Amanda? Amanda mana, Amanda Greya maksud kamu?"
"Iya lah tante, Amanda mana lagi memangnya?"
"Amanda..Amanda udah punya anak?"
Bukannya menjawab, Nina malah terlihat sama bingungnya dengan kami. "Memangnya tante sama om nggak tahu kalau Manda udah punya anak? Mas juga?" Tanyanya padaku.
Kami kompak menjawab tidak, buat kami ini adalah kabar yang sangat mengejutkan.
"Pras kamu tahu sesuatu tentang Amanda, kalian kan dekat?" Mamih kemudian melempar pertanyaanya pada Pras.
"Aku juga nggak tahu mih. Setelah pindah ke Surabaya kami masih tetap berkomunikasi kok, tapi dia nggak pernah cerita apa-apa sama aku. Malah lima bulan yang lalu aku sempat pulang kesini karena ada undangan reuni. Aku menghubungi Manda buat ngajak ketemuan tapi waktu itu dia lagi ada di Bali sama keluarganya."
"Dari kemarin-kemarin pun, Amanda nggak cerita sedikit pun ke tante kalau dia udah menikah dan punya anak. Memangnya dia nikah sama siapa Nin? Kamu kenal suaminya?"
"Aku juga nggak tahu sih siapa suaminya karena sama sekali belum pernah ketemu. Yang jelas Manda nggak terlalu suka membicarakan masalah pribadi dan keluarganya kalau kami ketemu."
"Jangan-jangan Manda sudah bercerai mih. Soalnya mas Dewa nggak mungkin berani deketin dia kalau Manda masih terikat pernikahan. Suami mana yang rela istrinya dekat dengan pria lain."
"Masuk akal juga analisa kamu Pras. Anaknya Manda laki-laki atau perempuan Nin, usia berapa tahun kira-kira?"
"Laki-laki tan. Namanya Denawa, umurnya kira-kira dua tahun lebih."
"Dua tahun? Kalau anaknya sudah dua tahun sepertinya Amanda menikah setelah kita pindah ke Surabaya. Tapi kenapa Amanda dan Tia nggak gundang kita yaa atau setidaknya mereka berbagi kabar bahagia. Apa jangan-jangan?" Ucap mamih menggantung.
"Huss..jangan berpikir negatif dulu sebelum mengetahui faktanya." Sergah papih.
"Ya ampun maaf pih." Sesal mamih. "Apa sebaiknya kita ke rumah Amanda saja, sekalian lihat anaknya."
Papih nampak berpikir dan terlihat seperti keberatan. "Apa nggak salah mih. Sedangkan Amanda saja belum sedikit pun cerita sama kita tentang kehidupan pernikahanya. Papih pikir sebaiknya kita hormati privasi Amanda dan bersikaplah seolah tidak tahu apa-apa."
"Apa yang dibilang papih itu betul mih. Selama Manda tidak mengatakan apapun lebih baik kita bersikap tidak tahu saja karena dia pasti punya alasan kenapa tidak mau bercerita."
Mamih terlihat kecewa dengan keputusan papih yang melarangnya. "Baiklah, mamih pikir juga begitu. Lebih baik mamih telpon Tia saja dulu untuk menanyakan kabarnya. Kebetulan kami sudah lama nggak ketemu. Siapa tahu dia mau cerita sama mamih."
"Boleh mih. Tapi ingat ucapan papih tadi, jangan terlalu ingin tahu dan mencampuri urusan orang lain, sesuai porsinya saja. Walaupun dulu mamih dekat dengan mereka tetap saja ada batasan-batasan yang harus kita jaga dan kita hormati."
Aku setuju dengan pemikiran papih. Amanda pasti punya alasan khusus kenapa tidak mau menceritakan perihal pernikahanya. Mungkin saja karena dia memang tidak mau berbagi tentang kehidupan pribadinya. Bagaimana pun juga, kami ini sudah lama tidak bertemu dan otomatis hubungan yang terjalin diantara keluarga kami pun menjadi tidak sedekat dulu.
Namun yang pasti, banyak sekali pertanyaan yang mengganjal dibenakku perihal pernikahanya yang terkesan terburu-buru itu. Dan kenapa Dewa selalu dekat denganya? Apakah benar analisa Pras kalau Amanda memang sudah bercerai? dan siapakah pria yang sudah membuat dia menjadi janda secepat ini?
--------------------------------------------------
Jawablah pertanyaan diatas dengan benar 😂
Btw, Amanda kayaknya kelupaan ngasih uang tutup mulut sama Nina wkwk
Gimana?
Chapter hari ini udah bikin kalian bahagia belum? Atau malah makin penasaran?
Chapter selanjutnya bakalan lebih seru ya gaesss, tungguin aja.Jangan lupa vote dan komen biar tambah semangat ❤❤❤😘😘😘
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Sendiri (END)
ChickLit~ Garin & Amanda ~ (Sudah terbit di Karyakarsa mulai part 37-52) Amanda Greya si gadis tomboy yang sangat mencintai Garin Danandjaya, pria dewasa yang usianya terpaut delapan tahun dan sudah memiliki kekasih. Garin Danandjaya merasa terusik dengan k...