Amanda"Kenapa hujan-hujanan sih teh, nggak neduh dulu?" tanya ibu, saat melihatku pulang dalam keadaan sedikit basah.
"Nanggung bu, risih juga neduh bareng mas ojol, jadi tadi langsung jalan aja."
"Loh kok pake ojol, motornya kemana?"
"Dipake mas Garin, bu."
"Kok bisa?"
"Tadi mobilnya mas Garin mogok jadi aku berbaik hati minjemin dia motor. Aku pikir dia bakalan jemput aku, tahunya nggak datang-datang. Kesel kan bu?"
Ibu tergelak mendengar ceritaku, mungkin pikirnya aku ini bodoh. Rasa cintaku pada mas Garin benar-benar sudah membuatku masuk kedalam golongan orang-orang bucin, sampai-sampai rela menyerahkan motorku begitu saja.
"Padahal Garin udah sampe loh dari tadi, ibu sempat lihat dia lewat di depan rumah. Tapi ibu nggak nyadar kalau motor yang dia pakai itu motornya teteh."
"Hah?"
Laki-laki itu benar-benar keterlaluan. Dia enak-enakan pergi kemana-mana dengan motorku, sementara aku harus naik ojek sampai kehujanan.
"Ganti baju dulu, nanti masuk angin loh." perintah ibu.
Karena sudah terlanjur marah, aku tidak mengindahkan perintah ibu dan langsung bergegas ke rumah mas Garin.
Rumah itu tampak sepi karena tante Rossa dan om Hari sedang berada di luar rumah. Aku langsung saja menaiki tangga menuju kamarnya mas Garin yang berada di atas.
"Mas." panggilku.
Mas Garin tampak terkejut saat aku memasuki kamarnya. "Nggak baik anak gadis masuk kamar laki-laki."
"Nggak baik juga minjem sesuatu tapi nggak dikembaliin." Balasku dengan nada sinis.
Dia berdiri lalu mengambil kunci motor yang berada di atas nakas dan mengembalikanya padaku. "Bensinnya sudah full."
"Mas nggak pengen bilang makasih gitu padahal aku udah minjemin motorku. Nggak sopan banget."
"Siapa yang minjem? kamu sendiri yang ngasih. Tapi makasih loh Manda karena udah kasih pinjem motornya." ucapnya santai sambil menjawil hidungku.
"Aku tuh nggak maksa tapi cuma nawarin aja."
"Nah, itu ngaku sendiri, kalau kamu yang nawarin."
"Mas Garin ngeselin..." Pekikku langsung mendekat dan menyerangnya dengan bantal sofa.
"Hey..hey..Manda..udah..udah.." teriaknya sambil menghindari pukulanku.
Ketika mas Garin menarik bantal yang kupegang, tanganku malah ikut tertarik sampai tubuhku terhuyung dan jatuh tepat diatas tubuhnya. Sejenak netra kami beradu dalam beberapa detik. Dan ketika menyadari posisi kami yang begitu intim, aku langsung menarik tubuhku untuk berdiri.
Kedua mata mas Garin langsung melebar saat mengarahkan pandangannya pada satu titik bagian tubuhku. "Ganti pakaianmu!" perintahnya.
Melihat kegugupannya, aku langsung mengikuti arah pandang matanya. Wajahku langsung merona setelah menyadari bagian tubuh mana yang mas Garin lihat. Rupanya seragam putihku yang basah telah membuat pakaian dalam yang kupakai jadi terlihat jelas.
Aku menyilangkan kedua tangan didada, benar-benar malu dan bingung disaat yang bersamaan. Mas Garin beranjak dari duduknya menuju lemari kemudian mengambil dan menyerahkan kemeja flanel miliknya kepadaku.
"Makanya lain kali ganti pakaian dulu biar nggak basah-basahan gini. Mana pake hitam lagi."
"Lagian salah siapa coba. Kalau mas jemput, aku nggak akan kehujanan." protesku sambil duduk disampingnya.
"Mas kenapa sih sampe kelupaan jemput?"
"Mas seharian diluar jadi tadi nyempetin pulang dulu buat mandi. Kan nggak enak dilihat kalau kucel."
Aku langsung menatapnya dengan mata berbinar. Tidak percaya kalau seorang Garin bisa memiliki rasa tidak percaya diri. "Ternyata mas Garin bisa nggak pede juga."
"Memangnya kenapa gitu, mas juga manusia biasa."
"Tapi aku seneng loh karena mas sampai dandan seganteng ini cuma buat ketemu aku." Ucapku sambil menatapnya jahil. "Aku terharu, mas."
"Apaan sih, Manda." Dan kali ini wajah malu mas Garin benar-benar tampak jelas terlihat.
"Aku boleh nanya sesuatu nggak? Tipe cewek yang mas suka itu seperti apa sih?"
"Mau tahu, apa mau tahu banget?"
"Banget dong. Cepetan jawab, mas."
"Hemm.." Gumamnya sambil berpikir. "Tinggi, seksi, pintar dan cantik."
"Aku memenuhi kriteria cewek idaman mas Garin nggak?"
Mas Garin tertawa sambil mengacak rambutku. "Manda..Manda.. kamu tuh masih kecil kok udah mikirin gituan."
"Tapi aku suka dan pengen punya suami kaya mas."
Dia langsung menyentil keningku. "Masih kecil udah mikirin nikah, belajar dulu yang bener. Perjalanan kamu tuh masih panjang. Kamu masih harus kuliah dan kerja. Setelah kamu bisa melewati semua itu, baru boleh mikirin nikah."
"Tapi nikahnya sama mas kan?"
"Ada-ada aja kamu. Udah sana kebawah, sepertinya mamih udah pulang tuh." Usirnya, membuatku mau tidak mau akhirnya keluar dari kamarnya.
*****
"Tante Rossa.." sapaku pada ibunya mas Garin.
"Hai Manda.. Lama banget nggak lihat kamu sayang, kemana aja?"
"Iya, Tan. Aku sibuk banget akhir-akhir ini."
Tante Rossa menatapku iba. Dia tahu betul semua kegiatanku. "Tugas kamu itu belajar, Manda. Jangan terlalu ngoyo jualan."
"Aku enjoy kok, Tan. Kebetulan aku memang senang bikin kue dan uang hasil penjualannya bisa aku tabung."
"Isshh..kamu tuh susah banget dibilanginya. Ibu kamu sampai curhat terus loh sama tante tentang usaha kamu. Takut kalau nilai kamu turun karena terlalu sibuk."
"Dia sibuk kenapa, mih?" Tanya mas Garin yang tiba-tiba saja sudah berada disampingku.
"Sibuk jualan kue. Sampai ibunya takut Manda nggak fokus belajar."
"Kenapa nggak bilang aku, Bu. Kalau tahu gitu, udah aku sentil ini bocah."
"Mau cerita gimana, orang kamunya aja jarang pulang. Ke Bandung cuma sebulan sekali, itu juga paling sehari dua hari." Protes tante Rosa.
"Kalau nilai-nilainya bagus semua, papih kira nggak masalah. Nyari uang diusia muda itu nggak salah kok. Justru harus diapresiasi."
"Tuh kan, denger nggak mas? harus diapresiasi yaa, bukan disentil."
Om Hari pun langsung tergelak. "Manda ini cewek idaman loh. Selain cantik, dia juga pinter bikin kue dan nyari celah bisnis. Pacarnya pasti beruntung banget." puji om Hari.
"Berarti apa yang Manda lakukan sudah benar dong, Om, tante?" Tanyaku.
Mereka berdua pun langsung mengangguk setuju. "Kamu beberapa langkah lebih maju dari teman-teman seusiamu karena punya kemampuan dan bakat yang luar biasa. Hanya saja, tante kurang setuju kamu terlalu ngoyo disaat mau ujian kata gini. Takut kalau itu akan mengganggu waktu belajar kamu."
"Tante nggak usah khawatir, nilai-nilai Manda selalu bagus kok. Dan mulai hari ini Manda juga udah mulai stop terima pesanan karena minggu depan sudah mulai ujian akhir." ucapku, menenangkan mereka yang mengkhawatirkan nilai ujianku.
"Bagus deh kalau begitu. Kamu harus lebih semangat lagi belajarnya supaya cita-cita kamu untuk bisa masuk ke perguruan tinggi favorit bisa terwujud." ucap tante Rossa.
Mas Garin kemudian menyerahkan sebuah bingkisan kepadaku. "Mas udah beliin beberapa buku latihan ujian buat kamu. Siapa tahu bisa membantu."
Mataku berbinar saat menerima pemberian mas Garin. Bukan karena bukunya saja, tapi juga perhatian yang dia berikan untukku membuat perasaan berbunga-bunga itu kembali muncul dihatiku.
--------------------------------------------------

KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Sendiri (END)
ChickLit~ Garin & Amanda ~ (Sudah terbit di Karyakarsa mulai part 37-52) Amanda Greya si gadis tomboy yang sangat mencintai Garin Danandjaya, pria dewasa yang usianya terpaut delapan tahun dan sudah memiliki kekasih. Garin Danandjaya merasa terusik dengan k...