Part 24

37.4K 2.7K 121
                                    

Garin

"Nawa kemana bi, kok nggak ada dirumah?" Tanyaku saat tidak mendapati keberadaan Denawa di rumahnya.

Minggu pagi ini aku berencana mengajaknya pergi ke Bogor untuk mengunjungi taman safari. Tapi kemarin sore Amanda mengabarkan kalau Denawa sedang rewel dan kurang enak badan. Jadi aku terpaksa menunda acara kami sampai Denawa pulih kembali.

"Pergi sama ibu tadi pagi."

"Loh, bukannya Nawa lagi nggak enak badan?"

"Iya pak. Kemarin badannya anget dan agak rewel."

"Manda gimana sih, udah tahu anak lagi sakit malah diajak pergi." omelku.

"Ya sudah kalau begitu saya tunggu disini aja."

"Silahkan pak, saya permisi dulu mau melanjutkan pekerjaan." pamit bi Tati.

Berkali-kali aku mencoba menghubungi Amanda namun tetap saja tidak berada dalam jangkauan. Kemudian aku mengalihkan panggilanku pada tante Tia tapi ternyata Amanda dan Denawa tidak berada disana.

Arah jarum jam sudah menunjukan pukul 4 sore dan keduanya belum juga kembali. Telpon dan chat yang ku kirimkan pada Amanda tak satu pun yang terbalas. Akhirnya aku memutuskan pulang ke rumah dulu untuk mandi dan istirahat sebentar karena baru saja tiba di Bandung tadi pagi.

Saat hendak masuk ke dalam mobil tiba-tiba sebuah sedan berwarna hitam milik Amanda memasuki halaman rumah dan berhenti tepat disampingku. Rasa cemasku seakan sirna setelah mendapati putraku pulang dalam keadaan terlelap. Namun rasa bahagia itu tak berlangsung lama setelah mendapati sosok lain disamping Amanda.

Suasana diantara kami bertiga mendadak jadi canggung seolah tidak siap dengan moment pertemuan kali ini. Aku tahu bahwa Dewa dan Amanda memang dekat selama ini. Namun aku tidak menyangka kalau Dewa akan memasuki kehidupan Amanda hingga sejauh ini.

Dewa tidak hanya mengajak Amanda seorang diri tetapi turut serta membawa Denawa. Tanganku mengepal keras menahan marah. Tidak menyangka kalau Dewa setega itu menyembunyikan Denawa dariku.

"Mas Garin..." Amanda tampak terkejut saat mengetahui keberadaanku dirumahnya. Dia kemudian menyuruh suster untuk membawa Denawa ke dalam rumah.

"Darimana saja?"

"Kita abis ngajak Nawa jalan." Bukan Amanda melainkan Dewa yang menjawab.

Aku menatap Amanda dengan kesal. "Bukannya Nawa lagi nggak enak badan, kenapa diajak jalan?"

"Nawa nggak kenapa-kenapa kok mas."

"Kenapa tadi malam kamu bilang kalau dia lagi nggak enak badan?"

"Kemarin Nawa memang rewel dan aku pikir dia sakit."

"Terus kenapa kamu nggak nelpon dan kasih kabar? Apa kamu nggak mikir kalau aku cemas dan khawatir? Aku seharian menunggu dirumah kamu dari pagi sampai sekarang seperti orang bodoh karena nggak bisa menghubungi kamu. Ternyata kalian malah jalan bareng dan bersenang-senang."

"Maaf karena aku lupa ngabarin. Aku juga nggak nyangka mas akan ke Bandung."

"Dari semalaman aku nggak bisa tenang saat kamu bilang kalau Nawa sakit. Jadi bagaimana mungkin aku nggak nemuin dia."

"Aku benar-benar kecewa sama kamu, Manda. Giliran aku yang ngajak Nawa pergi, kamu ngelarang dan bilang dia lagi sakit. Tapi kalau Dewa yang ngajak, kamu maksa pergi walaupun kondisi Nawa lagi sakit. Tega kamu."

"Mas..."

"Omongan kamu itu nggak bisa dipercaya. Katanya mau berbagi dan mengatur waktu agar aku dan Denawa bisa lebih dekat. Tapi buktinya mana? Aku ini ayah kandungnya. Aku juga berhak atas dia tapi kamu nggak pernah sekalipun mengizinkan aku untuk mengajak anakku pergi berdua saja walaupun cuma sekedar jalan. Kamu lebih rela Denawa pergi bersama orang lain ketimbang aku, papahnya."

Cinta Sendiri (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang