Amanda
Aku terbangun sambil mengerjapkan kedua mataku berkali-kali saat samar terdengar suara isak tangis Denawa. Merasa khawatir, aku bergegas menuju kamarnya yang berada tepat disamping kamarku.
"Sayang kenapa? Mau minum susu?"
Denawa menggelengkan kepalanya cepat. "Kepala Awa Pusiingg mamaaa."
"Pusing?" Aku menempelkan punggung tanganku dikeningnya. "Ya ampun badannya panas gini sih nak. Nawa tunggu disini yaa, nanti mama bawain air minum sama obat dulu."
Aku terpaksa membangunkan dan meminta bantuan suster Emi untuk mencari obat penurun panas. "Maaf ya sus saya bangunin kamu malam-malam gini."
"Nggak apa-apa bu. Abang sakit panas?" Tanya suster Emi saat aku menyuruhnya untuk mengambil parasetamol.
"Iya, barusan nangis terus dan ngeluh pusing."
"Mau kemana?" Tanyaku saat suster Emi membuntutiku dari belakang.
"Mau ke kamar abang bu, barangkali minta digendong."
"Nggak usah biar saya aja yang urus. Sebaiknya kamu tidur lagi, biar besok gantian sama saya urus abang."
"Tapi bu..."
"Udah nggak apa-apa. Palingan abis minum obat dia tidur lagi."
Aku menyuruh denawa untuk mengunyah roti terlebih dahulu sebelum memberinya obat penurun panas supaya lambungnya tetap aman. Setelah selesai meminum obatnya, Denawa tertidur kembali dipangkuanku.
Hari ini adalah hari jumat. Hari dimana mas Garin sedang sibuk-sibuknya menyelesaikan pekerjaan agar bisa secepatnya pulang ke Bandung. Maka dari itu aku memutuskan untuk tidak memberitahukannya karena takut membuatnya khawatir dan tidak konsentrasi bekerja. Lagi pula aku pikir panas badan Denawa baru terjadi beberapa jam yang lalu, jadi belum perlu untuk dibawa ke dokter.
Arah jarum jam sudah menunjukan pukul 9 malam tetapi mas Garin yang sejak tadi aku tunggu-tunggu kedatangannya belum juga menampakan diri.
"Kok Garin belum datang juga? Tumben jam segini masih di jalan, biasanya udah nyampe." Tanya mamih yang dari jumat pagi sudah berada dirumahku setelah aku memberinya kabar kalau Denawa sakit.
"Manda juga nggak tahu kenapa mih."
"Coba hubungi ke handphone nya, siapa tahu dari Jakarta nya telat atau ada macet."
Menuruti perintah mertua, aku meraih ponselku untuk menghubungi mas Garin. Namun sebelum panggilan itu terhubung aku melihat satu pesan masuk dari mas Garin.
"Maaf sayang..sepertinya mas nggak jadi pulang ke Bandung malam ini. Kerjaan banyak banget. Besok mas kabarin lagi yaa, hape nya lowbatt nih. Salam buat Nawa..love you mama."
Aku mencoba menghubunginya namun nihil, ponselnya tidak dapat dihubungi.
"Kenapa? Garin nggak bisa dihubungi?" Tanya papih yang sedang memangku Denawa.
"Mas Garin ngabarin kalau nggak bisa pulang hari ini. Banyak kerjaan katanya. Manda coba hubungi tapi sepertinya ponselnya lowbat."
"Coba hubungi nomor yang satunya lagi."
"Kedua nomornya nggak aktif, pih."
"Huuhh..anak itu." omel mamih. "Gimana kalau kita nginep disini aja pih, kasian Manda ngurus sendirian."
"Apa nggak ngerepotin mamih sama papih?" Tanyaku.
"Ya nggak dong. Masa sama cucu ngerasa direpotin. Yang ada kita cemas dan takut Nawa kenapa-kenapa."

KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Sendiri (END)
ChickLit~ Garin & Amanda ~ (Sudah terbit di Karyakarsa mulai part 37-52) Amanda Greya si gadis tomboy yang sangat mencintai Garin Danandjaya, pria dewasa yang usianya terpaut delapan tahun dan sudah memiliki kekasih. Garin Danandjaya merasa terusik dengan k...