Garin
Baru saja beberapa hari yang lalu kami sepakat untuk mengadakan acara pertunangan, tiba-tiba tadi malam Maya dan keluarganya datang mengabarkan bahwa besok lusa Maya harus berangkat ke singapore untuk meninjau proyek perusahaan tempatnya bekerja.
Maya dan kedua orangtuanya meminta maaf karena harus membatalkan pertunangan yang tiga hari lagi akan kami gelar. Maya juga belum bisa memastikan berapa lama dia akan tinggal disana mengingat kantor cabang perusahaanya yang berada di singapore sedang mengalami masalah yang serius. Di akhir pembicaraan Maya mengatakan bahwa jika semua urusan yang ada disana sudah selesai maka dia akan segera pulang dan menyelenggarakan pertunangan kami kembali.
Kedua orangtuaku tidak mengatakan apapun namun siapapun dapat melihat dan merasakan kekecewaan yang tergambar jelas diwajah keduanya. Mereka bahkan sudah mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik dan sudah mengundang keluarga besar kami yang berada di Bandung maupun di Surabaya agar bisa hadir diacara pertunanganku.
Namun siapa sangka, manusia hanya bisa berencana dan Tuhanlah yang mengatur segalanya. Aku hanya bisa pasrah, menjalani dan menerimanya dengan ikhlas tanpa ingin menyalahkan siapapun.
"Mas..." Sapa Nina yang pagi-pagi sekali sudah datang berkunjung ke rumah. Setelah pembatalan tadi malam, Nina adalah orang yang pertama kali aku hubungi.
"Gimana Nin?"
"Aku udah cancel semua vendor dan ada beberapa yang harus mas bayar untuk penggantian biaya."
"Okay, nanti mas suruh Dany yang transfer. Maaf ya, Nin."
Nina mendesah pelan sambil menatapku iba. "Mbak Maya itu sesibuk apa sih, kok buat masa depannya aja dia nggak mau berkorban. Bisa kan dibicarakan dulu dengan perusahaan? bukanya mbak Maya punya posisi yang bagus. Minimalnya dia bisa berangkat setelah acara kalian selesai atau bisa juga acaranya dimajukan satu atau dua hari. Aku udah biasa kok menangani hal seperti itu."
"Maya lagi dipromosiin buat jabatan manager jadi dia nggak mau menyia-nyiakan kesempatan ini. Lagipula pertunangan kami ini adalah keinginan mamih dan acaranya juga mendadak. Jadi aku nggak bisa maksa dia untuk menuruti keinginan aku."
"Sebagai orangtua, apa yang tante lakukan itu sudah benar karena kalian sudah berhubungan lama. Aneh aja rasanya kalau mbak Maya nggak mau secepatnya dihalalin. Disaat semua wanita menginginkan ada diposisi dia, eh malah disia-siakan. Kalau sampai mas Garin tertarik dan melirik wanita lain berarti itu bukan salah mas tapi salahnya mbak Maya yang tidak bisa menjaga cintanya. Atau jangan-jangan kepergianya ke singapore dia jadikan alasan untuk menolak halus pinangan mas?"
"Hus, nggak usah mikir yang aneh-aneh deh." Aku mengingatkan Nina agar tidak berpikir sampai sejauh itu.
"Habisnya aneh aja. Mau dipinang kok kabur."
"Mamih sama papih juga berpikir sama dengan Nina." Kedua orangtua tiba-tiba datang dan ikut bergabung bersama kami.
"Maya bukan tipikal orang seperti itu mih. Dia pasti bilang kalau dia belum siap bertunangan."
"Itu karena mamih yang minta. Beda hal nya kalau mas yang minta, sudah pasti dia tolak kan?Mamih melakukan ini karena sudah dua kali Maya menolak pinangan kamu, makanya mamih berinisiatif sendiri untuk menyelamatkan hubungan kalian."
"Tapi kan keluarga Maya sudah bicara baik-baik mih dan ada alasanya juga."
"Papih merasa mereka nggak menghargai keluarga kita karena memutuskan secara sepihak hal yang seharusnya kita bicarakan bersama-sama. Acara yang mereka batalkan ini adalah acara besar yang butuh persiapan yang tidak main-main dengan melibatkan banyak pihak. Apa mereka tidak berpikir kalau kita ini sudah mempersiapkan semuanya dengan matang dari mulai catering, decor dan lainnya termasuk hotel-hotel yang sudah kita booking untuk tempat menginap saudara dari luar kota. Ini sudah membuktikan kalau Maya dan keluarganya memang tidak serius dan lebih mementingkan karir dibanding masa depannya." Papih berbicara panjang lebar mengenai kekecewaanya pada Maya dan keluarganya. "Kalau di musyawarahkan bersama, kita bisa cari solusinya seperti apa yang Nina bilang tadi, bisa saja acaranya dimajukan."
Aku terdiam, tidak tahu harus menjawab apa karena terus terang aku pun masih shock dengan kejadian tadi malam. Rasa marah, kecewa dan malu sudah bercampur jadi satu sehingga aku tak mampu lagi berpikir karena rasanya beban di otakku ini sudah terlampau berat.
"Menurut kamu Nin, seperti apa sih hubungan yang mas mu dan Maya jalani?" Tanya mamih pada Nina, seperti ingin mengetahui pendapat orang lain mengenai hubunganku dengan Maya.
Nina cukup kaget mendapatkan pertanyaan itu. Dia sempat melirikku sebentar sebelum mengutarakan pendapatnya. "Maaf ya mas jangan tersinggung. Menurutku mbak Maya itu seperti menyandera hubungan kalian. Ibaratnya ingin menjalani hubungan tetapi tidak mau terikat. Jadi nggak ada kemajuan sama sekali dan nggak jelas arah hubungan kalian itu mau dibawa kemana. Sedangkan suatu hubungan itu kan muaranya adalah pernikahan."
"Mungkin setelah bertunangan, Maya akan punya pandangan baru tentang pernikahan."
"Mas masih berharap bertunangan lagi dengan Maya setelah dia menggagalkanya kemarin? Maya nya saja bilang kalau dia nggak tahu kapan bisa pulang ke Indonesia, bisa tiga bulan atau enam bulan kedepan atau mungkin bisa saja satu tahun disana. Mas yakin masih mau menunggu? Sudah tiga kali loh mas kamu ditolak." Sindir mamih. "Misalkan mas dan Maya akhirnya kembali bertunangan pun, apa akan menjamin kalian bisa menikah secepatnya? Untuk bertunangan saja mas harus melalui upaya yang nggak mudah bertahun-tahun, apalagi menikah. Pikir dong mas, jangan karena cinta kita jadi hilang logika!" Kali ini bukan hanya nada bicaranya saja yang sinis, tapi wajah mamih pun berubah ketus.
"Menurut pendapat papih, wanita yang mengejar karir itu biasanya akan mengesampingkan pernikahan karena menganggap bahwa menikah itu akan menganggu karir mereka. Mungkin setelah berusia 30 sampai 35 tahun baru akan terpikir tentang pernikahan. Pertanyaanya, apa mas mau menunggu selama itu?"
Ucapan papih seakan menjadi tamparan keras bagiku karena apa yang dikatakanya memang sepenuhnya benar.
"Mas Garin cinta sama Maya?"
Aku mengangguk. "Maya itu orang yang selalu ada disamping aku selama ini. Kebahagiaan dia adalah kebahagiaanku juga. Aku tahu benar bagaimana kerasnya dia belajar untuk mengejar impiannya. Rasanya terlalu egois kalau aku sampai memutus impiannya."
"Dengan kata lain kamu rela menunggu Maya sukses seperti apa yang dia cita-citakan dan tidak keberatan jika harus menunda keinginan kamu untuk menikah? Lalu bagaimana dengan keinginan mamih yang bertolak belakang dengan Maya? Nah itu yang harus dipertimbangkan."
Aku mengusap kasar wajahku yang mulai berpeluh. Pertanyaan papih dan tatapan tajam mamih membuat tubuhku tiba-tiba berkeringat dingin. Rasanya aku ingin pingsan saja daripada berhadapan lebih lama lagi dengan mereka yang tiba-tiba berubah jadi menyeramkan.
"Papih rasa kamu harus segera membuat keputusan. Pilih maju atau mundur? Tapi jangan lama-lama berpikirnya sebab hidup harus tetap berjalan dan keputusanmu itu akan menentukan bagaimana kehidupanmu selanjutnya. Sebagai orangtua kami tidak akan ikut campur, tapi tolong pikirkan semuanya masak-masak agar jangan sampai salah langkah dan mengecewakan salah satu pihak."
Aku merasa lega setelah menyadari sikap papih yang sudah kembali normal setelah sebelumnya sempat emosi. Papih adalah seseorang yang sangat bijak, semarah apapun dia tetap tidak akan mencampuri urusan anak-anaknya karena menurutnya kami sudah dewasa dan sudah bisa menentukan nasib kami kedepannya.
"Baik pih, aku akan pikirkan lagi supaya bisa membuat keputusan yang terbaik untuk kita semua." Janjiku, bukan hanya pada kedua orangtuaku saja melainkan juga pada diriku sendiri.
--------------------------------------------------
Hemm, mas Garin lagi kebingungan guys...
Mau maju atau mundur syantiek kaya syahrini.Next aku mau keluarin mas Dewa dan Denawa.
Kapan kak?????Kapan-kapan aja 😂😂😂😂
Selamat hari sabtu teman-teman. Jangan lupa patuhi prokes jika hendak berpergian ya....
❤❤❤

KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Sendiri (END)
ChickLit~ Garin & Amanda ~ (Sudah terbit di Karyakarsa mulai part 37-52) Amanda Greya si gadis tomboy yang sangat mencintai Garin Danandjaya, pria dewasa yang usianya terpaut delapan tahun dan sudah memiliki kekasih. Garin Danandjaya merasa terusik dengan k...