Part 22

44.3K 3.2K 101
                                    

Garin

Sudah hampir 30 menit lamanya aku berdiri memandang cermin sambil mengabsen satu per satu pakaian yang ada dilemariku untuk aku coba. Seumur-umur belum pernah sekalipun aku merasa bingung saat memilih dan menentukan pakaian mana yang akan aku kenakan.

Akhirnya kuputuskan memilih polo shirt dengan warna yang sedikit mencolok untuk dipakai saat menemui Denawa nanti dengan harapan dia akan cepat menyukaiku, karena anak kecil biasanya sangat menyukai warna cerah dan terang.

Mobilku memasuki halaman rumah Amanda dan langsung disambut oleh asisten rumah tangganya yang sigap membantu membawakan semua hadiah yang sengaja aku siapkan untuk Denawa dan ibunya.

Sambil menunggu sang tuan rumah datang, aku berjalan menuju taman belakang berharap dengan melihat tanaman-tanaman yang tumbuh cantik disana bisa sedikit menetralkan perasaan gugupku.

"Ternyata bapak ada disini."

Asisten rumah tangga yang tadi menyambutku muncul sambil membawa nampan berisi dua buah cangkir minuman. "Silahkan diminum teh nya pak." tawarnya diikuti anggukanku.

Setelah lima menit menunggu akhirnya Amanda menemuiku dengan wajah yang tampak tegang sehingga suasana disekitar kami menjadi sedikit kaku.

"Apa kabar Manda?" aku memulai pembicaraan kami dengan menyapanya terlebih dahulu.

"Baik mas."

"Bagaimana kabar Denawa?"

"Denawa juga sehat. Dia baru aja selesai mandi, nanti aku suruh suster bawa dia kesini."

"Terima kasih."

"Terima kasih untuk apa?" tanya Amanda.

"Terima kasih karena selama ini udah berjuang untuk melahirkan dan membesarkan Denawa dengan baik."

"Itu sudah jadi kewajibanku karena aku ibunya."

"Ahh iya..tentu saja." ucapku dan kami kembali terdiam.

"Manda, kemarin mas sengaja menemui ibumu untuk membahas dan membicarakan mengenai kejadian tiga tahun yang lalu diantara kita. Mas yakin kamu pasti sudah mendengarnya. Maksud kedatangan mas menemuimu hari ini, ingin menyampaikan kalau mas benar-benar menyesal dan ingin meminta maaf."

Amanda membuang tatapannya ke arah lain namun tetap terdiam seolah masih menantikan ucapanku selanjutnya.

"Maafkan mas karena udah merusak dan menghancurkan masa depan kamu. Mas siap mempertanggungjawabkanya termasuk hukuman penjara sekalipun, seandainya kamu ingin menuntut."

Pernyataanku berhasil membuat pandangan Amanda yang tadinya menghindar kini sepenuhnya menatapku. "Aku nggak bakalan sanggup ngelakuin itu mas. Aku nggak tega lihat tante Rossa dan om Hari menangisi mas dipenjara."

Aku tersenyum miris. Bahkan setelah apa yang sudah kuperbuat padanya, Amanda masih memikirkan bagaimana perasaan kedua orangtuaku. Sementara aku, mengingat mereka pun tidak saat melakukan pebuatan bejat itu pada Amanda.

"Maaf.." lagi-lagi hanya permintaan maaf yang bisa aku ucapkan.

"Aku udah memaafkan mas dari dulu." ucap Amanda.

Aku bisa menangkap ketulusan dimatanya saat mengatakan itu.

"Terima kasih Manda, mas janji akan menebus semua kesalahan yang udah mas lakukan."

"Mas tidak perlu repot-repot melakukan apapun. Aku udah berhasil melewati masa-masa pahit itu dan mengubur semua kenanganya. Aku baik-baik saja."

"Kenapa kamu lebih memilih merahasiakan semuanya?" Akhirnya aku memberanikan diri bertanya mengenai alasan Manda merahasiakan kehamilannya. "Jadi ini alasan kamu supaya kita nggak ketemu lagi?"

Cinta Sendiri (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang