Garin
Setelah semua urusanku dan Maya selesai, aku bersiap untuk menjemput Amanda di sekolahnya. Aku tidak mungkin membiarkannya pulang sendirian apalagi motor yang biasa dia gunakan sedang aku pinjam hari ini.
Aku berdiri menatap pantulan wajahku di cermin, mencoba menata rambut sambil melihat penampilanku kembali. Hari ini aku tampil cukup berbeda dari biasanya karena wanita yang akan aku jemput kali ini adalah Amanda, si ABG bar-bar yang sudah pasti akan mengkritikku habis-habisan jika melihatku tampil dengan mengenakan kemeja formalku.
Untuk menunjang penampilanku agar terlihat lebih muda, aku memakai celana jeans yang dipadukan dengan T-shirt polos berwarna putih. Tak lupa aku menambahkan gel rambut dan sedikit mengacaknya agar terlihat lebih fresh.
Aku tersenyum geli saat melihat penampilanku saat ini. Entah kenapa, tiba-tiba saja aku merubahnya mati-matian hanya demi Amanda. Padahal jika dipikir-pikir, aku tidak perlu berusaha keras seperti ini. Bukankah aku cuma menjemputnya saja? Jadi aku cukup duduk manis saja dibelakang kemudi tanpa harus repot-repot turun dari mobil.
Tapi bagaimana kalau Amanda minta di traktir makan? Dia pasti tidak akan mau pulang ke rumahnya begitu saja sebelum berhasil menguras isi dompetku dengan permintaan-permintaannya yang banyak. Dan kupikir penampilanku saat ini sudah benar dan menyesuaikan, karena mau tidak mau aku dan Amanda akan berjalan berdampingan. Tidak mungkin aku memakai baju formal saat jalan dengan wanita seusia Amanda. Aku tentu harus menyesuaikan diri dengan gayanya jika tidak mau dikira seorang om-om genit.
Loh, sejak kapan aku mulai mempedulikan omongan orang lain? Memangnya aku berharap dianggap siapanya Amanda? Ada-ada aja. Ada apa dengan otakku hari ini?
Belum bertemu saja, Amanda sudah membuatku seperti ini. Apa kabar nanti saat aku menghadapi bagaimana cerewet dia, sudah pasti akan sangat melelahkan sekaligus menyenangkan juga. Satu hal yang aku suka dari Amanda adalah dia akan berubah menjadi kekanakan ketika marah. Itulah alasan kenapa aku selalu senang menggodanya sampai dia kesal dan marah.
Berhubung Prasada sudah kembali ke rumah, aku berencana akan menjemput Amanda menggunakan mobilku. Kebetulan cuaca diluar juga sedang hujan, jadi tidak mungkin aku membiarkan Amanda basah kuyup.
Tiba-tiba pintu kamarku terbuka begitu saja dan sosok wanita yang baru saja ada dipikiranku muncul dengan menunjukan wajah kesalnya. Rupanya, Amanda pulang lebih awal dari perkiraanku.
Sambil menyilangkan tangan didada, kedua bola mata Amanda menatap tajam kearahku. Bibirnya yang sensual berubah menipis seolah tengah bersiap untuk melontarkan kata-kata pedasnya kepadaku.
Amanda memang bukan tipikal orang yang mau mengalah. Salah saja dia tetap akan ngotot apalagi merasa benar. Jadi yang waras mengalah saja daripada berbuntut panjang.
Didalam kamarku dia tidak hanya menumpahkan semua kekesalannya saja bahkan dengan sikapnya yang bar-bar dia menyerangku habis-habisan sampai membuat kami tidak bisa mengendalikan diri sehingga tubuh Amanda jatuh menimpaku.
Jujur, sakit sekali sebetulnya.
Posisi kami yang seperti itu membuatku bisa merasakan detak jantung dan harum napasnya yang beraroma mint segar. Sebagai pria normal, aku tidak memungkiri kalau kecantikan Amanda begitu sempurna sehingga mampu membuat degup jantungku berdetak cukup kencang. Namun aku segera membuang pikiran itu jauh-jauh sebelum tumbuh dan berkembang karena bagaimana pun juga Amanda itu sudah seperti adikku sendiri meskipun berulang kali dia menyatakan ketertarikannya kepadaku.
Aku terkejut saat menyadari kalau baju seragam yang Amanda pakai terlihat cukup basah. Dalaman yang dia kenakan juga sangat jelas tercetak dan menerawang membuatku segera menyuruhnya untuk mengganti dengan pakaianku.
Aku tidak hanya mengkhawatirkan kesehatannya saja apabila dia tetap memakai seragam basahnya itu tapi aku juga mengkhawatirkan otakku yang tidak bisa berpikir normal saat melihat keadaannya yang seperti itu.
Aku mengambil sebuah bingkisan kecil yang tadi sempat aku beli sebelum sampai di rumah. Bingkisan itu berupa buku-buku yang sengaja aku belikan khusus untuk Amanda yang sebentar lagi akan menghadapi ujian. Ini adalah bentuk support-ku agar Amanda lebih giat dan lebih bersemangat lagi dalam belajarnya.
Saat menuruni anak tangga, aku bisa mendengar dengan jelas percakapan kedua orangtuaku dengan Amanda yang terdengar sangat akrab. Rupanya gadis itu masih belum kembali ke rumahnya dan aku tahu betul siapa yang membuatnya berada disini lebih lama.
Karena tidak mempunyai kegiatan lain, aku memutuskan untuk ikut bergabung bersama mereka. Aku duduk disamping Amanda sambil mendengar percakapan ketiganya yang menurutku cukup seru. Untuk gadis seusianya, Amanda sangat pandai memposisikan dirinya saat berbicara dengan siapapun. Makanya tidak heran jika semua ibu-ibu penghuni komplek disini sangat menyukainya.
Penampilan Amanda yang bertolak belakang dengan sifat dan sikapnya justru membuatnya menjadi spesial dimata orang-orang yang mengenalnya. Sehingga itu menjadi pemikat dan daya tarik tersendiri untuknya.
Dari obrolan mereka, aku baru mengetahui kalau Amanda ternyata sangat pintar membuat kue. Bahkan menurut cerita Amanda, dia bisa menjual produknya hingga ratusan toples kue setiap bulannya.
Menarik...
Aku juga sangat mengapresiasi semangat, keyakinan dan optimisme Amanda untuk mendapatkan nilai yang dia inginkan. Apalagi ketika Amanda mengatakan kalau nilai-nilai-nya juga memuaskan, itu terdengar sangat membanggakan.
Tak henti-hentinya gadis kecil itu mendapatkan pujian dari kedua orangtuaku atas keberhasilannya walaupun sebetulnya mereka sendiri cukup mengkhawatirkan nilai-nilai Amanda karena bisnis yang dia jalankan.
Dan aku juga cukup terkejut dengan reaksi papih terhadap Amanda. Selama ini papih adalah orang yang cukup pelit dalam berkomentar apalagi memberikan pujian. Tapi kali ini dia memberi pujian itu dengan cuma-cuma kepada Amanda yang bisa diarikan kalau ada sesuatu yang istimewa pada diri gadis itu.
Aku setuju bahwa semua yang ada pada diri Amanda itu istimewa. Dengan gayanya yang nyeleneh, mungkin tidak pernah terbayang sedikit pun kalau dia sebetulnya sangat cerdas dan pintar dalam segala hal. Bahkan di usianya yang baru menginjak tujuh belas tahun Amanda sudah mampu menghasilkan pundi-pundi uang yang jumlahnya cukup banyak untuk remaja seusianya.
Tidak ada alasan untuk tidak mengagumi gadis cantik itu. Dibalik kecantikan dan bakatnya yang luar biasa, dia juga terlahir dengan sifat periangnya sehingga membuat orang-orang yang berada disekitarnya merasa terhibur dan bahagia.
Berpisah lama dengan Amanda cukup berhasil membuatku terkejut dengan banyaknya perubahan-perubahan yang terjadi padanya. Amanda yang dulunya begitu imut dan manja sekarang berubah menjadi gadis tomboy yang pemberani dan sangat mandiri. Saat pertama kali kembali ke tanah air, aku hampir saja tak mengenalinya kalau tidak Amanda sendiri yang memperkenalkan dirinya padaku.

KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Sendiri (END)
ChickLit~ Garin & Amanda ~ (Sudah terbit di Karyakarsa mulai part 37-52) Amanda Greya si gadis tomboy yang sangat mencintai Garin Danandjaya, pria dewasa yang usianya terpaut delapan tahun dan sudah memiliki kekasih. Garin Danandjaya merasa terusik dengan k...