Garin
"Silahkan diminum tehnya nak Garin."
"Terima kasih tante." Aku meraih cangkir teh hangat yang sudah dibuatkan tante Tia lalu meminumnya.
"Jadi maksud kedatangan nak Garin malam-malam kesini sebetulnya ada apa? Mas Hari dan mbak Rossa baik-baik saja kan?"
"Kedua orangtua saya sehat semua kok tante."
"Syukurlah kalau semua sehat."
"Sebelumnya, mohon maaf atas kelancangan saya ini." Aku diam sejenak sambil memperhatikan wajah tante Tia yang masih terlihat tenang. "Saya sengaja datang menemui tante karena ingin menanyakan dan memastikan sesuatu. Saya ingin bertanya mengenai Denawa."
"Maksud nak Garin?"
"Apakah Denawa itu putra kandung saya?"
Raut wajah tante Tia yang tadinya tenang tiba-tiba berubah tegang, seperti terkejut dengan apa yang aku ucapkan. Tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari bibirnya untuk menjawab pertanyaanku.
"Ini semua berawal dari kecurigaan Pras ketika mengetahui kalau Amanda sudah mempunyai anak. Apalagi Denawa lahir 9 bulan setelah kejadian malam itu, malam dimana Amanda mengantarkan saya yang sedang dalam keadaan mabuk untuk kembali ke hotel. Saat itu Pras sudah mencurigai kalau telah terjadi sesuatu diantara kami namun tidak bisa membuktikanya."
Aku kemudian menceritakan semua yang sudah keluarga kami bahas tadi siang antara aku dan Amanda tanpa ada yang terlewatkan.
"Maafkan saya tante karena sudah merusak masa depan Amanda. Saya bersumpah kalau malam itu benar-benar tidak sadar dengan apa yang sudah saya perbuat padanya. Kesalahan dan perbuatan saya sangat fatal dan mungkin tidak bisa dimaafkan. Dari lubuk hati yang paling dalam saya benar-benar menyesal tante."
Tante Tia yang sedari tadi hanya mendengar sambil memandangku lekat-lekat akhirnya membuka suaranya. "Terus terang tante sangat terkejut karena tiba-tiba nak Garin datang kesini malam-malam lalu bertanya mengenai Denawa."
"Maafkan atas kelancangan saya. Walaupun sudah yakin tapi saya tetap ingin memastikan kebenaran itu dari tante dan Amanda karena sebagai ayah kandungnya saya berhak tahu. Saya ingin menebus semua kesalahan dan ikut membesarkan serta memberikan kasih sayang yang belum pernah Denawa dapatkan dari saya."
Aku kemudian berdiri lalu duduk bersimpuh di hadapan tante Tia.
"Kebahagiaan seorang anak adalah ketika dia mendapat kasih sayang yang lengkap dari kedua orangtuanya. Karena limpahan kasih sayang itulah tante dan mendiang om berhasil membuat Amanda tumbuh menjadi anak yang bahagia meskipun hanya diberi waktu 13 tahun untuk bisa hidup bersama dan merasakan kasih sayang ayahnya. Setelah mengingat itu, saya sempat merasa takut bagaimana kalau Denawa tidak seberuntung ibunya karena Tuhan bisa saja mencabut umur saya hari ini, besok atau lusa. Maka dari itu saya memberanikan diri datang kesini demi Denawa. Saya tidak ingin meninggal dalam keadaan menyesal karena belum bisa memberikan kasih sayang yang layak dia dapatkan."
Tante Tia tampak mengusap buliran air mata dengan punggung tanganya. Melihat itu aku segera mendekat lalu meraih tangannya. "Maaf..maafkan atas semua dosa besar yang sudah saya lakukan sehingga menyakiti hati Tante dan Amanda. Tante boleh menghukum saya dengan apapun, tapi tolong izinkan saya untuk mengetahui tentang Denawa."
Tangan lembutnya tiba-tiba menyentuh kepalaku dan mengusap helai demi helai rambutku dengan pelan. Tetes demi tetes air matanya bercucuran membasahi pipinya diiringi dengan isakan kecil yang keluar dari bibirnya.
"Jangan mengatakan yang tidak-tidak nak, pamali. Gimana kalau ucapanmu jadi kenyataan. Jangan sampai dia bernasib sama seperti ibunya yang ditinggalkan ayahnya, apalagi diusia yang masih sangat kecil. Nawa sangat membutuhkan nak Garin."

KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Sendiri (END)
ChickLit~ Garin & Amanda ~ (Sudah terbit di Karyakarsa mulai part 37-52) Amanda Greya si gadis tomboy yang sangat mencintai Garin Danandjaya, pria dewasa yang usianya terpaut delapan tahun dan sudah memiliki kekasih. Garin Danandjaya merasa terusik dengan k...