Part 9

37.5K 3.2K 44
                                    

Amanda

(3 tahun kemudian)

Hingga saat ini, aku masih menggeluti usaha yang sudah kurintis semenjak duduk di bangku sekolah. Kini aku sudah membuka tiga gerai toko kue bernama sweet cake and cookies yang berpusat di kota Bandung, sementara dua cabang lainnya berada di kota Bogor dan Jakarta.

Sebagai salah satu selebgram di dunia perbakingan, aku sudah menerbitkan satu buah buku berisi berbagai resep cake dan cookies yang meraih best seller karena penjualannya yang meroket. Dengan pencapaian ini, aku merasa bahagia dan bangga pada diriku sendiri karena sudah berhasil mengembangkan usaha yang berawal dari sebuah hobby.

Perjalanan karir bisnisku juga tidak mulus begitu saja, bahkan aku sempat frustasi dan ingin berhenti setelah mengetahui bahwa aku tengah berbadan dua saat itu. Keluargaku pun merasa terpukul sehingga membuat aku sempat putus asa dan pernah berniat untuk menggugurkan kandunganku. Tapi akal sehat serta naluriku sebagai seorang ibu akhirnya menghentikan rencana berdosa itu dengan tetap menjaga dan merawat janinku hingga dia terlahir.

Ketika aku menceritakan detail kronologi kejadian yang aku alami pada ibu dan Arka, awalnya mereka sempat marah dan ingin mengatakan kehamilanku pada mas Garin yang saat itu masih gencar menemuiku. Namun aku berhasil mencegah mereka dan mengungkapkan keinginanku yang tidak mau bertemu dengan laki-laki itu lagi.

Takut berhadapan kembali dengan pria itu karena masih trauma, menjadi alasan kuat kenapa aku ingin menyembunyikan kehamilanku. Aku juga tidak mau di cap sebagai pengganggu hubungan antara mas Garin dengan mbak Maya yang sudah terjalin lama.

Melihat keadaanku yang menyedihkan, ibu dan Arka akhirnya mencoba memahami dan menghormati keputusanku dengan catatan, ketika aku sudah siap maka aku harus memberitahu keluarga Danandjaya tentang keberadaan anakku kelak.

Mungkin sebagian orang berpikir kalau keputusan yang kuambil sangatlah bodoh dan egois. Namun ada yang lebih penting dari sekedar pengakuan dan sebuah pertanggung jawaban. Yaitu traumaku.

Sungguh tidak mudah melupakan kejadian malam itu sampai-sampai aku harus menemui psikiater dan rutin meminum obat anti depresan supaya bisa tetap bersemangat untuk bertahan hidup. Sementara ibu dan Arka tak henti-hentinya memberikan support untukku sehingga aku bisa bangkit dan melakukan kegiatanku kembali meskipun dalam keadaan hamil.

Aku juga merasa lega karena saat itu Prasada lebih memilih pindah ke Surabaya mengikuti kedua orangtuanya, sehingga aku tidak perlu repot-repot memikirkan alasan tentang kehamilanku. Kami pun tetap bertukar kabar seperti biasanya tanpa dia tahu keadaanku.

Menginjak usia 18 tahun, aku melahirkan seorang bayi berjenis kelamin laki-laki yang kuberi nama Denawa. Aku juga sudah membuat sebuah keputusan besar bahwa akan membesarkan putraku sendiri tanpa campur tangan mas Garin dan keluarganya.

Aku bertekad untuk menutup mata dan telinga dari gunjingan orang mengenai status Denawa. Aku sudah siap dengan segala konsekuensi yang akan kuhadapi ke depannya. Meskipun tahu bahwa itu tidak mudah tapi aku akan menghadapinya demi putraku.

Denawa kini tumbuh menjadi batita yang sangat lucu, pintar dan menggemaskan. Wajahnya yang lebih mirip Mas Garin membuatku sedikit bersedih karena setiap memandang wajahnya aku jadi teringat pria itu.

Ketika aku memutuskan untuk melanjutkan kuliahku yang sempat tertunda, ibu dan Arka setuju dan sangat mendukung sehingga mulai saat itu kami bahu membahu berbagi tugas untuk menjaga Denawa ketika aku harus berada di kampus.

Ternyata menjadi seorang mahasiswi, single parent, dan business women benar-benar menguras waktu dan tenagaku. Tapi aku tidak ingin menyerah untuk menggapai kesuksesan di bidang pendidikan. Menjadi ibu yang sukses dan pintar pasti akan menjadi kebanggaan tersendiri buatku dan semua itu kulakukan untuk putraku, Denawa.

"Ehem...ngelamunin apa sih teh, sampai nggak nyahut-nyahut."

Lamunanku terputus saat mendengar teguran Arka. "Ehh, kok nggak kedengeran sih ngetuk pintunya."

"Padahal aku ngetuknya udah kenceng banget loh ini tapi teteh nggak nyahut-nyahut makanya aku langsung masuk aja. Ngelamunin apa sih teh sampai lupa dunia."

"Biasalah, tiba-tiba teteh inget seseorang."

"Inget bapaknya Denawa ya?"

Aku membulatkan kedua bola mataku, tidak percaya bahwa Arka bisa membaca pikiranku.

"Ehh..Sorry.. Sorry.." ucapnya sambil menangkup kedua tangannya.

"Ada perlu apa, Ka?" tanyaku, mengalihkan percakapan kami sebelumnya.

"Aku cuma mau nanyain tentang naskah buku. Udah teteh periksa atau belum? Kalau misalnya ada yang kurang nanti kita bisa revisi sama-sama sebelum naik cetak."

"Udah oke semua kok, kamu bisa langsung laporan sama editornya." jelasku pada Arka.

Saat ini aku memang sedang menulis untuk buku keduaku. Tulisanku kali ini tidak jauh berbeda dari buku pertama yaitu seputar resep makanan.

"Kalau gitu aku cabut dulu ya mau ketemuan sama editornya. Oh ya teh, barusan di bawah aku ketemu mbak Nina. katanya kalian udah janjian?"

"Ya ampun teteh sampe lupa ada janji sama orang. Ya udah kalau gitu nanti jangan lupa berkabar ya." ucapku sambil berlalu untuk menemui mbak Nina, pemilik salah satu Wedding Organizer di Bandung yang sudah dua tahun belakangan ini bekerja sama denganku.

*****

"Maaf, udah lama nunggu ya mbak?"

"Baru sepuluh menitan kok. Kamu lagi sibuk ya?"

"Nggak sibuk juga sih, cuma lagi koordinasi kerjaan dulu sama Arka. Itu loh mbak, tentang buku kedua aku yang mau naik cetak."

Hubunganku dan mbak Nina memang sangat dekat dan sudah tidak sungkan lagi untuk sekedar curhat atau berbagi masalah dengannya.

"Udah beres?"

"Tinggal naik cetak aja,. Doain ya mbak supaya lancar semuanya."

"Semoga buku keduanya sukses ya, Manda."

"Oh ya, saudaranya mbak Nina jadi datang kan?"

"Jadi lah, bentar lagi juga sampe. Kamu udah siapin yang mbak minta kan?"

"Beres mbak." ucapku sambil memberikan dua jempol.

Ponsel mbak Nina tiba-tiba berdering. "Kayaknya orangnya udah nyampe deh, mbak ke depan dulu yaa."

Tak lama kemudian mbak Nina terlihat kembali memasuki Java coffee. Begitu aku berdiri dan hendak menyambut mereka, aku dikejutkan dengan kenyataan bahwa, saudara yang akan mbak Nina kenalkan padaku ternyata adalah tante Rossa dan om Hari yang datang bersama mas Garin dan juga Prasada.

Kami sama-sama terpaku dan masih terkejut dengan pertemuan ini. Napasku seakan terhenti kala memandangi satu per satu wajah mereka yang sudah tiga tahun lamanya tidak bertemu. Mereka benar-benar nyata dan ada dihadapanku saat ini juga. Aku jadi bingung harus bagaimana? tidak mungkin kan, tiba-tiba aku lari dan bersembunyi dari mereka semua?

Tidak...aku tidak perlu lari, bersembunyi ataupun menghindar dari keluarga Danandjaya selama keberadaan Denawa tetap menjadi sebuah rahasia yang tidak mereka ketahui.

--------------------------------------------------

Kira-kira Denawa bakal ketahuan nggak yaa????

Kalian bisa vote cerita ini supaya aku tahu kalau ada yang menantikan update selanjutnya ❤

Cinta Sendiri (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang