Amanda
Sepanjang perjalanan menuju Bandung, hatiku terus saja diliputi kegelisahan setelah beberapa jam yang lalu ibu memberikan kabar bahwa mas Garin dan keluarganya baru saja mengunjungi rumah kami.
Sayangnya ibu tidak bersedia bercerita lebih detail ketika aku mencoba menanyakanya karena menurutnya akan lebih baik jika kami membicarakanya di rumah saja.
Arka yang sedang menyetir berusaha terus menenangkan dengan meyakinkanku kalau misalkan mas Garin dan keluarganya mengetahui sesuatu, ibu pasti sudah panik ketika menelpon tadi.
Penuturan Arka membuatku sedikit lebih tenang dan aku berharap semuanya akan baik-baik saja.
"Nawa langsung bawa ke kamar teteh ya Ka, kayaknya malam ini teteh nginep disini." Perintahku pada Arka begitu kami sampai dirumah ibu.
Aku menuju kamarku terlebih dahulu. Setelah selesai membersihkan diri, aku segera menemui ibu di ruang keluarga.
"Bu.."
"Sini duduk." ibu memberikan secangkir teh hangat yang baru saja dia buat. "Gimana toko disana?"
"Program diskon hari ini tuh luar biasa banget ramenya. Aku sampai ikutan jualan."
"Pasti seru dong."
"Seru karena sekalian jualan buku." ucapku sambil terkekeh.
"Jadi gimana ceritanya bu, tante Rossa dan om Hari bisa kesini?"
"Mereka cuma mau ketemu kita, terutama ibu karena sudah tiga tahun nggak ketemu."
"Cuma itu? Hemm.. nggak yakin deh, pasti ada yang lain."
"Memang ada." ucap ibu.
"Tuh kan."
"Mereka tahu kalau teteh udah punya anak. Mereka tahu Denawa."
Akhirnya hal yang paling aku takutkan selama ini terjadi. "Mereka tahu darimana bu, Apa mereka pernah lihat kami?"
Ibu menggelengkan kepalanya pelan. "Mereka tahu dari Nina."
"Apa? mbak Nina?" aku menyandarkan tubuhku dengan lemas. Rupanya aku melupakan satu hal bahwa mbak Nina adalah sepupu mas Garin.
"Ibu nggak cerita apa-apa kan?"
"Ibu menceritakan semuanya tapi tidak menyebut nama nak Garin." lanjut ibu. "Saat mendengar cerita ibu, mereka juga menyarankan hal yang sama kalau kamu harus berterus terang."
Aku bisa bayangkan ketika mendengar cerita ibu mungkin mereka akan berpikir kalau aku ini wanita kotor karena mempunyai anak diluar nikah.
"Jangan berpikir yang macam-macam, mereka tidak menilai teteh seperti itu." Ucap ibu seakan tahu betul apa yang sedang aku pikirkan. "Mereka mensupport ibu untuk terus mendorong teteh supaya mau berterus terang. Menurut ibu sih mereka nggak pernah menilai teteh buruk, jadi buang semua ketakutan-ketakutan itu."
"Mereka ngomong gitu karena mereka pikir laki-laki itu bukan mas Garin bu. Tapi begitu tahu kalau itu mas Garin, pasti bakal beda penerimaannya."
"Jangan berburuk sangka dulu dong, kan belum dicoba. kita mana tahu reaksi mereka bagaimana. Ibu rasa ini semakin dekat, teh. Ibu takut kalau pada akhirnya mereka tahunya bukan dari mulut kita sendiri."
"Memangnya siapa yang mau bocorin, nggak ada yang tahu selain kita dan mas Dewa."
"Denawa.. wajah Denawa mirip banget sama nak Garin. Ibu takut mereka menyadarinya."
"Walaupun menyadari wajah Denawa mirip, tapi aku yakin mereka nggak akan menyadari kalau Nawa itu anak mas Garin. Mereka nggak akan berpikir anaknya serendah itu."
"Manda, kenapa sih keras kepala banget. Mau sampai kapan kita menyembunyikan Denawa? Apa nggak cape? ibu mau tanya, apa keberatan teteh kalau mereka tahu? Trauma teteh sudah sembuh. Garin juga sudah batal tunangan sehingga tidak perlu merasa bersalah pada tunanganya mengenai Denawa. Lalu dimana masalahnya?"
Jujur, aku terkejut. Karena sekalipun aku tidak pernah melihat ibu semarah dan sekesal ini padaku.
"Bu, semua yang ibu omongin itu benar, nggak ada yang salah. Tapi bagaimana dengan mental aku bu? mengungkap aib yang sudah aku kubur dalam-dalam dan menggali kembali satu per satu kenangan buruk yang selama ini berusaha aku lupakan, itu nggak mudah. Aku masih belum sanggup bu." aku terisak dihadapan ibu. "Mungkin diluar aku terlihat baik-baik saja, tapi disini..aku berjuang sendirian untuk menghapusnya." aku meletakan tangan tepat didadaku.
"Maaf..maafkan ibu teh." Memelukku, ibu pun terisak.
"Ibu nggak bermaksud egois. Tapi ibu ingin yang terbaik buat kalian sehingga teteh bisa menjalani hidup kedepannya tanpa rasa takut dan bersalah." ibu melepaskan pelukannya. "Tawaran ibu masih berlaku. Kalau teteh tidak sanggup, izinkan ibu yang mengatakanya pada mereka."
"Bu..."
"Pikirkan malam ini juga, kita sudah tidak ada waktu lagi. Tante Rossa dan om Hari ingin sekali bertemu Denawa."
*****
Malam ini adalah malam terberat karena aku harus segera membuat sebuah keputusan yang akan berpengaruh besar pada masa depanku dan juga Denawa. Semua ada ditanganku, tinggal berani atau tidak. Jelas ini bukan hal yang mudah buatku.
Aku menghembuskan napas panjang, mencoba melepas penat dan beban yang menghimpit dadaku. Aku mengerutkan dahi ketika tak sengaja netraku melihat kearah arena bermain Denawa yang sudah rapih. Seingatku, sebelum pergi ke Bogor aku belum sempat membereskan mainanya. Apa ibu yang membereskan? Tidak mungkin.
"Nak Garin yang membereskan mainan anaknya. Dia juga yang merapihkan semuanya."
Aku menoleh ke arah ibu yang sudah berdiri dibelakangku. "Mas Garin yang beresin ini semua?"
"Iya, nak Garin bilang hobi Denawa mengoleksi Action figure itu mirip denganya. Karena dia juga menyukai mainan itu dari kecil. Nak Garin juga bilang akan memberikan sebagian koleksinya buat Denawa."
Mas Garin memang sangat menyukai action figure dan dia adalah pria yang suka merapihkan barang-barangnya sendiri. Tapi aku tidak percaya kalau dia mau merapihkan barang orang lain yang bukan miliknya. Hatiku jadi terenyuh. Ikatan batin mereka sangat kuat walaupun mereka tidak pernah bertemu dan tidak saling mengenal.
Aku mengeratkan sweater hitam yang kupakai, karena cuaca malam ini terasa sangat dingin. Setelah menghabiskan waktu lebih dari satu jam untuk berpikir, akhirnya tekadku sudah bulat untuk mengatakan keputusanku pada ibu malam ini.
"Bu.. Manda sudah buat keputusan." ucapku tiba-tiba.
Ibu tampak heran, mungkin merasa kalau keputusanku ini terlalu cepat karena baru dua jam yang lalu kami membicarakan ini.
"Ibu benar, Aku pikir terlalu egois rasanya kalau aku menyembunyikan Denawa dari mas Garin. Denawa juga berhak mendapat kasih sayang ayahnya supaya tumbuh kembangnya baik. Aku menyerah bu, aku mau yang terbaik buat Nawa."
Tak terasa himpitan sesak didadaku akhirnya sedikit demi sedikit memudar seiring dengan keikhlasan hatiku yang berhasil mengalahkan semua ego dan ketakutan yang tidak mendasar.
Karena sejujurnya hal yang paling aku takuti dari pengakuanku nanti adalah penerimaan mereka. Aku takut mereka tidak terima dan tidak mempercayai ucapanku tentang mas Garin, putra kebanggaanya. Aku juga takut mereka tidak mau menerima Denawa, cucu yang lahir diluar pernikahan yang sudah tentu akan mempermalukan mereka.
Aku harus siap menerima apapun hasilnya kalau pada akhirnya mereka tidak mengharapkan kami. Toh yang penting aku sudah mengatakan sebuah kejujuran.
--------------------------------------------------
Next chapter rahasia Denawa akhirnya terbongkar.
Tungguin yahhhhhh
Jangan lupa follow akunku dan akun instagramku @myrikka

KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Sendiri (END)
ChickLit~ Garin & Amanda ~ (Sudah terbit di Karyakarsa mulai part 37-52) Amanda Greya si gadis tomboy yang sangat mencintai Garin Danandjaya, pria dewasa yang usianya terpaut delapan tahun dan sudah memiliki kekasih. Garin Danandjaya merasa terusik dengan k...