10. Sisi yang Lain

707 190 41
                                    

    Theo menutup pintu kamarnya, kerena kejadian tadi, mereka memutuskan untuk pulang lebih cepat, apa lagi Yuta yang harus mengganti pakaiannya yang basah karena Erin, tapi Theo tahu kalau teman keturunan Jepangnya itu pantas mendapatkannya.

    "Loh udah selesai?"

    "Sudah," balas Theo.

    "Erin nggak akan meminta maaf karena sudah menyiram teman kak Theo, orang yang sudah dewasa mengolok-olok, yang lebih muda benar-benar menyebalkan, teman kak Theo pantas mendapatkannya hal itu."

    Theo melepaskan kemejanya, menyisakan kaus polos berwarna putih. "Saya tidak akan meminta kamu untuk minta maaf, justru saya yang harusnya minta maaf karena membawa teman saya dan membuat kamu tidak nyaman."

    "Sebenarnya Erin tadi mau nangis, tapi lucu ya tiba-tiba tangan Erin bergerak sendiri terus langsung ambil gelas di meja, terlalu lama nahan emosi memang nggak baik, apa lagi kalau lepas kontrol seperti tadi."

    "Kamu nahan?"

    Tawa Erin terdengar. "Memangnya selama ini kak Theo pernah lihat sisi Erin yang lain? Serem loh Erin punya sisi berbeda dari yang selama ini kak Theo lihat." Erin mengatakan hal itu lalu tersenyum.

    "Sisi lain?"

    "Kak Theo selama ini cuma tahu Erin yang selalu tersenyum dan penurut kan? Erin juga punya sisi pemberontak yang tidak suka di atur, tapi karena selama ini kak Theo baik sama Erin, jadi sepertinya tidak perlu Erin perlihatkan, kak Theo cukup tahu sisi aku yang baiknya saja."

    Theo tidak tahu harus membalas apa, selama ini mereka berdua memang tidak saling terbuka satu sama lain, seperti kata Erin, Theo hanya tahu sisi yang baiknya saja dari Erin.

    Laki-laki itu berjalan mendekati Erin yang duduk di atas ranjang. "Erina, akan lebih baik jika kita berdua bisa lebih memahami satu sama lain, selama ini kita berdua seperti dua orang asing yang tinggal di satu atap yang sama, baik kamu atau saya, sama-sama tidak mengenali diri masing-masing, saya rasa akan lebih baik kalau kita berdua lebih terbuka."

    Theo melihat perlahan senyum yang ada di wajah Erin mulai menghilang. "Untuk apa? Pada akhirnya kakak akan ninggalin Erin kan? Apa gunanya kalau begitu, lebih baik kita terus begini, dengan jarak yang ada sekarang masing-masing dari kita tidak akan terluka lebih jauh."

    "Kamu bahas soal saya dan Jesslyn?"

    Erin mengangkat bahunya.

    "Saya pernah tanya sama kamu, tentang hubungan saya dan Jesslyn, apa kamu merasa terganggu?"

    Gadis itu kembali tersenyum. "Tidak sama sekali." namun detik kemudian senyumnya kembali hilang. "Itu mungkin jawaban yang akan kakak dengar, jika kak Theo berbicara dengan Erin yang biasanya, tapi jika sekarang, Erin akan menjawab, kalian berdua benar-benar mengganggu."

    Theo menghela napas, seharusnya dia sadar bahwa setiap manusia punya sisi seperti itu. "Saya mengganggu? Jadi ini alasan kamu ingin pergi ke asrama?"

    Tanpa ragu Erin menganggukkan kepalanya. "Aku kira kak Theo akan berbeda dari laki-laki lainnya, ternyata sama saja ya? Tidak cukup dengan satu perempuan saja."

    "Saya tahu kamu akan mengatakan hal itu, tapi saya rasa kamu paham alasannya kan?"

    "Karena Erin cuma remaja yang masih labil? Atau karena pernikahan ini adalah sebuah paksaan?"

    "Keduanya."

    "Oh, Erin sakit hati, tapi itu seimbang dengan apa yang Erin rasakan tentang kak Theo, harusnya dari awal saja kita berbicara tentang hal ini, untuk apa ya kita berpura-pura?"

BETWEEN [KTH] [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang