35. Tentang Perasaan

553 130 28
                                    

    "Udah sadar?"

    Gadis itu mendengus kesal, namun kepalanya masih terasa sedikit pusing, perutnya juga terasa tidak enak, untung hari ini hanya ada kelas siang dan juga tidak ada urusan lain di kampus.

    "Perasaan gue cuma tinggalin lo sebentar doang Joy, kenapa bisa sampai lo salah minum sih?"

    "Gue dikerjain sama Jeje, pas di kampus dia ngasih gue permen, cuma lupa gue makan jadi masih ada di tas gue, terus pas di sana gue makan soalnya mulut gue rasanya nggak enak, ternyata permennya pedes, gue nggak tau itu permen apaan atau dia kasih apa, tapi sumpah rasanya kayak makan cabe. Gue buru-buru ambil minuman yang ada di atas meja, awalnya gue nggak ngerasain apa-apa walau emang minumannya rasanya aneh, tapi gue kira itu efek dari permennya, tau-tau pas duduk lagi kepala gue pusing dan nggak ingat apa-apa lagi setelahnya."

    "Nggak ajak gue sih, jadi mabok kan lo," ejek Erin, sambil menaruh segelas air  di atas meja makan untuk Jocelyn.

    "Heh, kalau gue ngajak lo nanti ada yang marah." Hanna tidak terima.

    Erin memberikan cengiran, "Gue kira lo mabok gara-gara patah hati lagi," ucap Erin kepada Jocelyn.

    "Patah hati kenapa? Gue kan lagi nggak berhubungan sama siapa pun." gadis itu lalu menenggak air minumnya sampai tandas.

    "Kak Yuta nanyain lo terus tuh, kirain udah ada percikan …."

    "Dia cuma minta bantuan gue, dia bilang mau berubah jadi laki-laki yang lebih baik, dia bilang dia mau serius sama kak Jesslyn, pokoknya gitu deh, lagian kenapa lo bisa berpikir kalau gue sama dia ada hubungan lebih sih? Dia itu cuma teman abang gue, nggak lebih."

    "Mungkin buat lo begitu," ucap Hanna. "Nggak mungkin kan lo minta bantuan untuk hal pribadi sama orang yang belum lo kenal banget, apa lagi ini baru ketemu beberapa kali aja."

    "Lo nggak paham Han, dia sendiri kok yang bilang kalau dia serius sama kak Jesslyn."

    "Kak Theo juga bilang gitu sih, tapi masih aneh aja gitu, kenapa harus Jocelyn? Gue yakin dia punya banyak teman perempuan yang bisa dia ajak untuk tukar pendapat, kenapa dia bisa percaya banget sama nih anak coba?"

    Jocelyn memberikan cubitan pada lengan Erin yang membuat gadis itu meringis kesakitan, sementara Hanna memutar matanya malas.

    "Tapi lo serius kan nggak ada perasaan sama dia?" Hanna masih tidak bisa mengerti.

    Jocelyn menopang dagunya dengan punggung tangannya. "Gue tuh sebenarnya cuma anggap dia angin lewat, tapi dia chat gue terus yang bikin gue jadi kepikiran, gue juga tadinya baper, eh gue langsung kena mental, pas dia bilang mau serius sama perempuan lain, langsung pasang tembok dia nya jadi ya udah, cukup sampai ditahap ke baperan itu, dia cuma seorang laki-laki random yang minta pendapat tentang masalah Cinta nya, nggak lebih."

    Hanna berdecak, "udah deh lo sama Arjuna aja."

    "Ogah lah, liat dia bikin kesel mulu bawaannya, lagian gue tuh masih belum mau punya hubungan lebih sama laki-laki manapun, masih mode mau nampol kalau berurusan sama laki-laki." Jocelyn menatap gelas kosong di hadapannya, menatap wajahnya yang terpantul di sana. "Gue mau sendiri dulu, mungkin untuk waktu yang agak lama, gue ngerasa nggak terlalu butuh pacar."

    Erin dan Hanna saling melempar pandangan satu sama lain, mereka yakin bahwa ada yang temannya itu sembunyikan, tetapi selalu ada rahasia yang tidak bisa diceritakan kepada orang lain, mereka tidak akan memaksa jika memang Jocelyn tidak ingin bercerita.

    "Omong-omong kita mau berangkat jam berapa? Nongki dulu kuy, sebelum ke kampus," ajak Jocelyn.

    "Gas!"

~

    "Udahlah jangan terlalu berharap sama Jesslyn, dia masih mau sendirian, atau mungkin memang dia cuma mau hubungan lo berdua cukup sampai ditahap ini, Jesslyn punya alasan sendiri yang kita sama-sama tahu, dia masih punya trauma soal berhubungan lebih dengan laki-laki."

    Yuta mengacak-acak rambutnya kasar. "Gue cuma mau buat dia bahagia dan lupain masa lalu."

    "Lo nggak bisa maksain kebahagiaan seseorang ada nya sama lo, itu urusan diri masing-masing, dia punya cara sendiri buat bahagia."

    Jeremy bergidik geli mendengar ucapan Justin yang menasehati Yuta, sepertinya terlalu banyak membaca quotes alay yang biasa muncul di beranda instagram atau jangan-jangan dia memang berada dalam sekte yang selalu post quotes kalau lagi galau di snapgram atau snap whatsapp.

    "Udah lo sama adeknya si Johnny aja lah, " ucap Jeremy asal.

    "Masih mau mempertahankan ego lo? Masih berpikir kalau semua cewek muda itu sama kayak mantan lo dulu? Kapan bisa maju nya kalau tetap fokus sama masa lalu?"

    "Tuh denger tuh!"

    Yuta mendelik, lalu teringat soal kejadian semalam. "Theo, jadi semalam gimana?"

    Laki-laki itu menaikkan sebelah alisnya seolah bertanya, tidak bisa masuk ke dalam obrolan yang tiba-tiba itu.

    "Dia mabok terus gimana?"

    "Erina tidak cerita apapun setelah membiarkan temannya menempati kamar tamu, jadi tidak tahu kenapa."

    "Tanya sendiri dong Yut, cupu amat lo."

    "Udah gue bilang, dia nggak angkat, balas pesan gue aja enggak!" Padahal dia sudah mengatakan itu terus sejak semalam.

    "Ya udah, itu sih pertanda buat lo mundur, cari perempuan lain aja deh, nggak cocok lo sama yang baik-baik."

    Ingin sekali rasanya Yuta mendorong temannya itu dari pinggir jurang, sekarang Juga.

~

    "Kak, hari ini Erin di asrama ya? Nggak apa-apa kan?"

    "Ada apa? Kenapa kamu tidak mau pulang?"

     Ya Tuhan. Hampir saja Erin tertawa karena mendengar suara putus asa itu, Theo hampir terdengar merengek, jika mungkin Erin tidak ingat bahwa suaminya itu seorang laki-laki dewasa.

    "Bukan tidak mau pulang, Erin sebenarnya masih di luar, tadi setelah selesai kelas Jocelyn tiba-tiba mengajak untuk pergi nonton bioskop dan sekarang Erin masih menunggu filmnya di mulai."

    "Saya bisa jemput kamu setelah film nya selesai."

    "Sudah terlalu malam kak Theo, lebih baik kakak istirahat saja, besok baru Erin akan pulang, besok Erin tidak ada mata kuliah, mungkin siang Erin sudah akan berada di apartemen."

    "Tetap saja, saya tidak bisa melihat kamu."

    Kali ini Erin sudah benar-benar tidak bisa menahan tawanya, membuat Jocelyn dan Hanna yang duduk di kursi tunggu sebelah nya mengerutkan dahinya.

     "Erin bawakan makan siang ke kantor ya? Boleh?" tanya Erin.

    "S-saya tunggu."

    "Ya sudah kak Theo sekarang pulang, di kulkas Erin simpan makanan untuk bagian kak Theo, tinggal dihangatkan saja."

    "Hm, nanti jika kamu sudah berada di asrama, hubungi saya lagi ya?"

    "Iya, oke deh sudah dulu ya kak. Sampai bertemu besok."

.
.
.
.
.
.
~~~~~~~~~~~~
80 vote dan 25 komen aku lanjut.

BETWEEN [KTH] [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang