Kampus Seoul National University. Area halaman kampus, di tengah lapangan.
"Rose!"
"Rose!"
"Rose!"
"Horeeee, Rose!"
Suara bising dari arah halaman kampus membuat pemuda tampan yang tengah membidik sepasang burung merpati itu merasa sedikit terganggu.
Nama itu sudah tak asing lagi terdengar di telinganya, hanya saja dia tak perduli pada sekitar. Hidupnya seperti manusia batu, hanya diam dan keras. Dia patung es berjalan? Tentu saja, sikap dinginnya bagikan seorang kaisar yang di kelilingi oleh embun beku kuno zaman dahulu.
Hari ini, para aktivis BEM mengadakan konser kecil-kecilan hari ini adalah hari orientasi studi pengenalan kampus.
Kegiatan awal bagi setiap peserta didik yang ingin menempuh ke jenjang yang lebih tinggi. Di kampus SNU sudah jadi rutinitas biasa mengadakan acara atau hiburan tiap kali menerima mahasiswa baru, seperti saat ini.
Rose mengetuk mic menggunakan jari telunjuk, untuk memastikan berbunyi atau tidaknya. Dia memangku sebuah gitar akustik dan menatap orang yang berada di sekitar—bibirnya terangkat membentuk senyuman manis.
"Hii everyone, i'm Rose. I will sing a song for you," ucapnya kemudian jari-jarinya yang manis mulai memetik senar gitar hingga terdengar alunan yang merdu ia segera mendekatkan bibirnya pada mic bersiap akan bernyanyi.
When I find myself in times of trouble mother mary comes to me,
Mark—berjalan gontai berusaha untuk lebih dekat, dia tersenyum tipis karena suara itu berhasil membuatnya terpaku seperti obat bius mampu menenangkan hatinya dalam waktu sekejap. Mark tak ingin melewatkan suara merdu Rose, ia kembali mengangkat kamera dan mulai membidik sasarannya.
Roséanne Park, Mark tersenyum simpul melantunkan nama itu.
Speaking words of wisdom,
Let it be,
And in my hour of darkness she is standing right in front of me,
Speaking words of wisdom,
Let it be,
Let it be, let it be, let it be, let it be,
Whisper words of wisdom,
Let it be...
Tepukan gemuruh menyambut Rose di sertai sorakan ria memenuhi halaman kampus usai lagu itu selesai. Semuanya terpana oleh suara indah Rose, bahkan kini mereka bersorak.
"Lagi!"
"Ayo, lagi!
"Sekali lagi dong, kak!"
"Lagi!"
"Lagi!"
Rose hanya tersenyum sambil menatap para Juniornya merasa tak enak hati, ia tidak bisa bernyanyi seperti apa yang mereka inginkan—dikarenakan waktu sudah mendekati waktu istirahat. Rose kembali mendekati puncak mic.
"I'm so sorry guys, sebentar lagi waktu istirahat. Jadi, hiburan nya gak bisa di lanjutin."
"Lagu itu lagu spesial untuk kalian, aku minta jangan diabadikan. Cukup kalian jadikan kenangan aja, oke?"
"Oke, kak!!" balas mereka serempak.
Rose tersenyum disertai anggukan kecil lalu beranjak turun sembari membawa gitar akustik miliknya.
"Parah, parah, parah!"
"Suara lo bagus banget, Se. Rose emang the best, deh!" seru Sooya memberi dua ibu jarinya untuk Rose.
"Tapi, kenapa lo selama ini rahasiakan suara emas lo itu, Se?"
"Bukan gitu, gue cuma malas aja umbar ke semua orang," Rose hanya ingin diri sendiri saja yang tahu. Lagi pula hanya untuk kesenangan Rose jikalau merasa bosan, ia mendesah pelan dan sekarang semua orang sudah tahu.
"Kenapa harus gue yang jadi pengganti Jennie? Kenapa gak lo aja, Oya." karena Sooya juga pandai bernyanyi, bukan.
Gadis itu hanya menyeringai sembari mengelus tenggorokan nya yang sakit.
"Maaf ya, Rose. Tapi, thank you lo udah jadi penganti gue," ucap Sooya kembali memeluk sahabatnya sejenak.
Rose mengangguk pelan, "Tapi gak ada yang rekam gue kan?"
Sooya terdiam, lalu menggeleng, "Engga ada sih," sesaat setelahnya dia mendelik menatap Rose.
"Eh tapi, kelihatannya kak Mark rekam lo, Se. Gue lihat dia bidik kameranya ke arah lo," lanjut Sooya berhasil membuat Rose terkejut bukan main.
"Kak Mark? Mark ketua BEM? Serius lo ah! Mark Tuan?"
"Ck, memang di kampus ada berapa sih yang namanya, Mark?"
Sudah pasti menuju pada lelaki tampan blasteran itu, bukan. Nama Mark Tuan bagaikan sebuah mantra yang selalu di lafalkan mahasiswa kampus, maka tak mungkin ada mahasiswa yang tak tahu.
Rose berdecak kesal—tangannya segera meletakkan gitar di sembarang tempat. Dia bergumam, "Menyangkut masalah privasi, dan gue sama sekali gak takut!"
Mengapa harus takut pada sosok Mark? Ah, apa itu karena Mark terkenal galak, kejam, seram dan dingin? Toh, dia juga sama seperti manusia pada umum nya.
Jadi untuk apa takut? Rose yakin kalau Mark tak se-menakutkan itu, benar.
"Lo jangan cari perkara, deh. Kak Mark itu bahaya," cegah Sooya sebelum gadis itu melakukan tindakan ceroboh.
"Ck, iya gue tahu, gue cuma mau pinjam kameranya doang kok!"
"Tapikan, Ros--"
"Rose!" teriak Sooya lantang.
Sepertinya itu hanya sia-sia, Rose sudah berjalan menghampiri Mark—laki-laki itu sedang duduk dikursi panjang putih sambil mengotak-atik kamera miliknya.
****
B E R S A M B U N G
Jangan lupa vote and comment, selamat menghalu❤
#Marksé
KAMU SEDANG MEMBACA
Only Wanna Be With You [END]
Фанфик_________________________________ Semua itu berawal karena masalah vidio semasa Ospek. Dimana semua orang takut kepada ketua BEM kampus, lain halnya dengan gadis cantik berdarah Australia yang malah berani mendekati singa kampus. Rosé, terus terang...