🍁 26- Dekapan Hangat

842 132 9
                                    

"Teramat bersyukur mendapatkan sosok wanita baik sepertinya, hanya saja aku yang tidak pernah bersyukur dan selalu membuatnya merasakan sakit."

- Mark Tuan -
🌹

****

Lama berada dalam kebisuan, mereka duduk di sofa, sedangkan tangannya sedang di obati oleh gadis itu. Rose, terlihat sibuk memutar perban pada telapak tangan Mark yang sengaja di sayat oleh pemiliknya, untunglah laki-laki itu tak sampai memotong urat nadi. Tapi, tetap saja tindakannya itu membahayakan, Mark begitu banyak membuat luka hingga lengan nya sudah seperti zombie train to busan.

Laki-laki itu terlihat hanya melamun, sedangkan gadis di sebelahnya sesekali melirik sambil menghela nafas, sedang bingung bagaimana cara memulai pembicaraan di antara keduanya.

Sejak pulang Mark seketika kehilangan jiwa semangat, jika kemarin laki-laki itu di rasuki oleh iblis kejam. Rose yakin saat ini Mark sedang di rasuki jiwa iblis pendiam, seolah mulut laki-laki itu sudah terkunci rapat.

Ternyata rasa cinta yang di berikan Mark kepadanya mengerikan, ia rela melukai dirinya demi Rose. Hanya sehari gadis itu tak ada di sisinya, Mark sudah seperti ini, bayangkan jika Rose benar-benar pergi meninggalkannya, mungkin Mark sudah gantung diri.

Laki-laki itu tengah sibuk memikirkan perkataan Rose, saat gadis itu memeluk nya tadi.

"Aku bahagia sama kamu, Mark. Jangan lakuin hal yang gila itu lagi, aku gak mau kehilangan kamu."

Mark tersenyum kecut, bahagia? Darimana gadis itu merasa bahagia sedangkan dia selalu membuatnya merasakan sakit. Apa gadis itu hanya merasa kasihan padanya, mungkin Rose mengatakan itu karena tak ingin melihatnya mati konyol di tengah jalan.

"Jangan pernah lukai diri kamu lagi, aku janji gak akan pernah buat kamu cemburu."

"Aku gak sengaja, dan gak akan pernah bicara ataupun dekat dengan laki-laki mana pun," ucapan Rose membuat Mark kembali ke alam nyata.

"Gak, Ros. Gue terlalu posesive, gue terlalu buruk buat lo. Apa laki-laki iblis ini masih pantas di cintai," ucap Mark seraya menundukkan wajahnya ke bawah. Suaranya terdengar lebih lembut dan juga terdengar sendu.

Rose tersenyum tipis, dia menarik dagu Mark dan mengangkatnya agar mau menatapnya, "Lihat aku, aku di sini. Bukan di bawah situ," pinta Rose.

"Walaupun aku selalu ngerasa sakit, kecewa. Tapi, aku sayang kamu lebih dari apapun. Jangan gini lagi, oke."

Tangan Mark meraih tangan Rose yang masih menyentuh dagunya, dia mencium punggung tangan gadis itu dengan lembut lalu kembali menunduk seraya menempelkan tangan Rose ke wajahnya. Satu bulir air mata mendarat mulus dari pelupuk mata Mark, tiba-tiba dia menangis hanya karena seorang perempuan.

"Maafin gue, Ros. Walaupun gak mudah maafin laki-laki bajingan kaya gue, tapi jangan jadi alasan kenapa gue harus benci semua perempuan di dunia ini karena tinggalin gue tiba-tiba dan gak peduli sama gue," Mark membutuhkan Rose seperti tanaman liar tak terawat yang akan mati jika tak mendapatkan air, dan Rose adalah setetes hujan yang ia harapkan. Mark terlalu menyayangi Rose dan ingin menjadikan gadis itu sebagai akhir yang ia miliki, salahkah jika Mark egois untuk kebahagiaan sendiri, karena sedari kecil laki-laki itu tak pernah mendapatkan kebahagiaan. Hanya Rose wanita satu-satunya yang ia anggap paling mulia dalam hidupnya dan Mark hanya ingin bersama Rose selamanya, sampai maut memisahkan.

Rose membawa tubuh Mark kedalam dekapannya, tangannya mengusap punggung Mark lembut, menenangkan laki-laki itu yang kian menjatuhkan aliran deras dari matanya. Mata yang selalu terlihat dingin dan tajam, kini menampilkan kesedihan yang begitu mendalam.

"Jangan pernah tinggalin gue, Ros. Jangan pernah tinggalin gue," pinta Mark dengan suara yang serak, laki-laki itu berubah cengeng karena soal hati.

"Iya, gak akan pernah."

Mark menaruh dagunya di bahu Rose, memeluk tubuh gadis itu dengan erat. Dia merasa nyaman jika gadis itu memeluknya seperti ini, tubuhnya melemas ketika merasakan detak jantung Rose lebih dekat. Dekapan Rose memberikan kehangatan yang nyaman, yang tak pernah bisa Mark dapatkan di manapun.

"Gue janji gak akan pernah kasar sama lo lagi, gue janji, Ros."

"Jangan pergi ke Australia, gue sayang sama lo dari pada diri gue sendiri dan lebih besar dari pada Mama. Gue janji, Ros. Akan rubah sifat buruk gue, asal lo tetap di sini jadi milik gue selamanya."

Rose tersenyum, ia terharu karena baru pertama kali melihat Mark menangis hanya karena dirinya, "Iya, Mark. Kita berdua sama Tuhan pun tahu kalau aku ini cuma milik kamu."

****

Mark sudah terlihat lebih membaik, air matanya pun sudah hilang, siapa lagi yang menghapus kalau bukan Rose. Gadis itu memperlakukan Mark dengan sangat lembut, melakukan apapun dengan penuh kasih sayang. Bukankah itu yang Mark butuhkan selama hidupnya, maka Rose akan melakukannya jika memang dia yang bisa membuat Mark bahagia.

Bola mata Mark melirik bagian leher Rose yang tertempel beberapa plaster, tanda itu mungkin akan hilang dalam waktu yang cukup lama. Malam itu Mark benar-benar kehilangan kendali, gadis itu seperti narkoba yang ingin Mark nikmati, lagi dan lagi. Tapi setidaknya tidak sekasar seperti yang ia lakukan, dia benar-benar merasa laki-laki paling bodoh dan tidak punya perasaan.

"Peluk gue lagi, kaya tadi lo peluk gue."

Gadis itu tersenyum, dengan senang hati dia membentangkan tangannya lalu memeluk leher Mark seraya meletakkan dagunya di bahu laki-laki itu.

"Maaf."

Rose melepaskan pelukan itu, "Maaf lagi? Jangan merasa paling bersalah atas perbuatan kamu, itu karena aku penyebabnya. Tersangka utama, Roseanne," tegas Rose di akhir kalimat, sontak membuat mood Mark kembali, dia terkekeh kecil.

Tangan kanannya terangkat ingin menyentuh bagian yang tertutup plaster, tapi dengan cepat Rose menepisnya hingga kembali turun, membuat Mark menatapnya bingung.

"Kenapa, mau tambah lagi, hm?" tanya Rose menatap wajah laki-laki itu lekat seraya tersenyum menggoda, "Kalau mau tambah jangan di sini."

Mark mengernyit bingung, seperti orang bodoh tampangnya saat ini, perkataan Rose membuat tubuhnya seakan mati rasa.

"Lo bilang apa?" tanya Mark gugup ketika Rose hendak membuka kancing piyama atasnya, tatapan nya fokus pada pergerakan gadis itu hingga satu kancing lolos, bagian dadanya jelas kelihatan sedikit. Mark menelan saliva kuat-kuat, Rose memang pandai memancing adrenalin seorang Mark.

"Di sini aja kalau mau, biar gak kelihatan.  Tapi---" Rose menjeda ucapannya, ia segera bangkit.

"Aku mau tidur sebelum pagi," lanjut gadis itu setelahnya beringsut menuju anak tangga dengan tawa yang sudah menggema keseluruhan ruangan.

Presetan!

****

B E R S A M B U N G

Hai guys, sebenarnya cerita only wanna be with you udah tamat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hai guys, sebenarnya cerita only wanna be with you udah tamat. Tapi di draft wkwkw upss....

Gw tahan ya moon maap🤭

#Marksé

Only Wanna Be With You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang