🍁 42- Puncak Kehancuran

713 94 1
                                    

"Aku hanya ingin kamu tahu, bukannya berubah. Tapi hanya ingin kamu peka jika aku sudah lelah.

Aku ingin menjauh meski sulit, ingin melepaskan walau sangat mungkin."

- Roséanne -
🌹

****

Matahari pagi berhasil menembus tirai yang masih tertutup rapat di balik kaca, sang empunya bergerak keposisi duduk sembari menggaruk tengkuknya, semar semar mata yang belum sinkron tengah berusaha memperhatikan angka jam di dinding, pukul 10:00 pagi.

Mark menoleh kearah sisi kiri, kosong. Tak ada siapa pun selain dirinya di sini, otaknya kembali berputar tentang apa yang telah terjadi semalam antara dia dan juga Rose. Sebuah kejadian yang tak pernah terlintas di pikiran Mark, ia tak pernah menginginkan ini terjadi sebelum mereka menikah, tapi rayuan setan benar-benar membuat akal sehat Mark hilang, sekarang keadaan makin hancur. Lantas setelah ini bagaimana?

Nafasnya kian memburu dengan kedua tangan menyusuri rambutnya hingga meremasnya gusar, Mark hanya ingin gadis itu tetap tinggal. Apa tindakannya itu salah? Salahkah dia melakukan itu, karena ia hanya tak ingin ada laki-laki lain yang bisa miliki Rose, hanya Mark yang bisa miliki gadis itu seutuhnya.

"Arghhhh," erang Mark kian frustasi, ia mengepalkan tangannya erat. Kakinya bergerak turun menuju kamar mandi tanpa menggunakan pakaian apapun. Sudah jelas jika Mark hanyalah lelaki brengsek, kenapa Rose harus tinggal bersama laki-laki bajingan sepertinya.

****

"Rose," panggil Mark seraya mendorong pintu kamar dihadapannya, mata Mark mengedar pandang ke segala sisi kamar ruang yang dipenuhi dengan berbagai macam jenis buku di rak, kedua kaki itu melangkah masuk ke dalam meski tahu jika sang pemilik tidak ada.

Mark menghentikan langkahnya ketika sampai di sebuah meja minim, terletak di sisi kanan rak. Terdapat foto polaroid yang tergantung rapi, bukan foto Rose, melainkan foto Mark saat ia berdiri di atas mimbar podium untuk berpidato.

Congratulations my loves!

Tulisan yang terdapat di belakang foto polaroid, Rose menuliskan untuknya. Ia tersenyum getir, rasa perih itu muncul di lubuk hati Mark, semakin menusuk hingga dadanya terasa begitu sesak.

Mark melangkah dengan cepat menuju pintu keluar setelah membaca secarik kertas putih, sedikit pesan yang tertulis dari Rose untuknya sebelum kejadian malam itu terjadi.

Aku izin pergi dari rumah ini dan juga kehidupan kamu, sebelumnya makasih selalu kasih aku luka dan luka terus-menerus.

Mungkin luka yang kamu kasih terakhir ini gak bisa aku terima, rasanya benar-benar sakit bahkan hati aku hancur.

Jujur aku sayang sama kamu, Mark. Aku pikir setelah ini kita hidup bahagia seperti janji yang kamu berikan ke aku.

Apa kamu ingat? Katakan kamu cinta aku, tapi kenapa kamu lakukan itu? Katamu kita hidup bahagia, tapi kamu yang membuatnya hancur.

Selama ini aku sadar, bahwa aku cuma jadi parasit.

Seorang gadis yang hanya di takdirkan untuk menerima luka.

Aku ingin hubungan pertunangan berakhir di sini, aku akan menghapus semua tentang kamu, meski sulit.

Only Wanna Be With You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang