"Jangan sia-siakan seseorang yang sudah menjadi milikmu."
- Bambam -
🌹****
Ruang yang semula bersih, kini sudah di penuhi dengan puntung rokok berserakan di lantai, beberapa kaleng soda kosong serta bungkus snack yang sudah tak ada isinya lagi memenuhi permukaan meja. Tidak luput dengan minuman beralkohol berbagai jenis, tak di pungkiri jika penghuni nya adalah para laki-laki—sang pemilik ruangan pun melotot tak percaya melihat keadaan ruangannya sudah seperti kandang macan.
"Kalian gak pulang, hancur. Rumah gue hancur sudah karena kalian!" kesal Junior menatap ketiga sahabatnya nanar.
Bambam melirik seraya mengemil snack dengan santainya, "Itu resikonya jadi sahabat gue."
Cih!
"Lain kali kalau mau ngumpul jangan di rumah gue, heran. Rumah gue terus yang jadi sasaran," tegas Junior.
"Ya sudah, ayo pulang. Ini sudah jam dua malam juga, mampus gue bisa di marah," ucap JayB seraya bersiap-siap memakai jaket nya kembali.
"Mark lo gak pulang?" tanya Junior menatap laki-laki itu yang tengah asik bermain billiard.
"Gue tidur di rumah lo," balas Mark seraya mematikan puntung rokok.
"Kalau Mark gak pulang, gue juga gak pulang. Lagian gue masih betah di rumah lo," timpal Bambam.
"Kenapa lo gak pulang, kasian Rose sendirian di rumah." balas Junior tanpa memperdulikan ucapan Bambam.
Mereka semua tahu tentang masalah pertunangan Mark dan Rose—serta Rose yang tinggal di rumah Mark. Karena mereka bertiga di utus sebagai tangan kanan Raymond.
"Barangkali Mark takut kelepasan, lo tahu sendiri body Rose it---"
"Berhenti bayangin tunangan Mark yang engga-engga, tuh yang punya udah marah!" potong Junior cepat dan benar yang di sebut sudah menatap tajam Bambam.
"Iya gak apa-apa kalau lo kelepasan, Mark. Itu berarti lo normal, masih suka sama body cewek."
"Jadi lo mikir gue gak normal?" tanya Mark datar dan terkesan menyeramkan menurut orang yang melihat.
"Gimana gue gak mikir gitu, sedangkan dari dulu lo gak punya kekasih."
"Irene yang cantik paripurna aja lo gak tertarik, gue jadi ragu tentang kejantanan lo. Jangan bilang lo gay?" tukas JayB tanpa beban.
"Gue masih normal," balas laki-laki itu meredam emosi nya karena JayB masih sahabat. Jika saja bukan, Mark pasti sudah merobek mulut biadap itu.
"Kalau lo normal, seharusnya lo bisa mencintai Rose karena dia yang bakal jadi teman hidup lo nanti nya, kalau misalkan lo gak bisa. Gue bakal bantu batalin pertunangan itu,"
"Gue cuma gak mau Rose jadi pelampiasan kekejaman lo yang sama sekali gak mau buka hati untuk dia, kasih perhatian, ataupun sebagai sepasang tunangan yang semestinya memiliki rasa kasih sayang satu sama lain."
Junior mengangguk setuju dengan ucapan JayB, "Menurut gue Rose pasangan yang cocok buat lo, jadi lo harus belajar mencintai orang kalau lo gak mau di anggap gay."
Mark mengepalkan tangannya erat, telinga nya panas mendengar kata gay. Dia menatap tajam ketiga sahabatnya itu, "Gue masih normal, jelas?" tekan laki-laki itu.
"Gue butuh waktu untuk terima dia, cinta itu butuh proses. Gak sembarangan kasih ke orang," lanjut Mark agar mereka semua dapat mengerti.
Bambam menatap laki-laki itu lekat, raut wajahnya seketika berubah menjadi serius, "Jangan sia-siakan orang yang sudah jadi milik lo, Mark. Sebelum lo menyesal nantinya."
"Kalau lo gak mau, Rose buat gue aja sini. Sayang kalau cuma di anggurin," lanjut Bambam terkekeh.
"Jadi sekarang gimana, masih tega lo tinggalin Rose sendirian di rumah?" tanya Junior.
"Gak sewajarnya gue satu atap sama dia, kita gak ada hubungan. Ini cuma tunangan, bukan sepasang suami istri."
Sejujurnya Mark memang benar menghindari Rose, karena dia takut terjadi hal yang tidak-tidak. Mengingat gadis itu menyukai pakaian yang terbuka—selalu memamerkan tubuh good looking miliknya. Dia laki-laki, Mark masih normal, dia pasti tergiur melihat itu.
JayB meraih kunci mobil nya di sisi meja, "Terserah deh, gue mau pulang takut Mama gue marah. Dan lo tahu, kemarahan nya itu selalu bikin gue jadi ikutan darah tinggi," curhat JayB betapa pilu kehidupan dirinya yang mempunyai orang tua super galak.
"Hati-hati bro," ucap Bambam sebelum akhirnya laki-laki itu menghilang tertelan pintu.
Mark menjatuhkan tubuhnya di sofa panjang, lalu menutup wajahnya menggunakan topi dan mulai terlelap. Dia benar-benar tak ingin pulang untuk malam ini saja, mungkin besok ia akan mencoba belajar untuk mengendalikan diri.
****
B E R S A M B U N G
KAMU SEDANG MEMBACA
Only Wanna Be With You [END]
Fanfic_________________________________ Semua itu berawal karena masalah vidio semasa Ospek. Dimana semua orang takut kepada ketua BEM kampus, lain halnya dengan gadis cantik berdarah Australia yang malah berani mendekati singa kampus. Rosé, terus terang...