🍁 19- Main PlayStation

784 132 1
                                    

"Tonight is ours, only one chance. May I hug you? Do not be afraid."

- Roséanne -

🌹

****

Sudah hampir satu jam Rose bergulat di dapur sampai ia selesai membuat pasta, suara teriakan serta celotehan tak jelas dari arah ruang tengah masih saja terus terdengar di telinga Rose. Ia pikir Mark malam ini sudah gila, sangat amat gila.

Berteriak di malam hari, dan suaranya menggema ke seluruh ruangan maka tak salah lagi jika itu di katakan sebuah gejala kegilaan, benar.

Jika saja rumah ini adalah rumah Rose, mungkin dia sudah mengusir Mark saat ini juga, gadis itu pusing, terganggu dan juga suaranya itu berisik—membuat otak nya seakan-akan mendidih.

Rasanya Rose ingin menyumpal mulut Mark pakai kain, atau memberinya lem lakban agar laki-laki itu diam.

Menyebalkan! Bahkan setiap perkataan yang di lontarkan oleh Mark bisa Rose hapal di luar kepala, setiap bait. Seperti bayangan setan yang enggan pergi dari sarang pikirin nya. Memang bermain game harus segila itu kah?

"Shit!"

"I will break your bones."

"Win now, tonight I will win!"

"Dead now come on, men!"

Bahkan, orang gila—tak ada yang segila Mark kali ini, sifatnya seketika berubah 80 drajat ketika sudah menggila dengan PlayStation, seolah lupa akan sifatnya yang dingin dan juga galak. Ah ya, satu lagi—sifat wibawa sebagai seorang CEO perusahaan juga hilang hanya karena sebuah permainan game konsol.

"This is crazy!"

Dih, kamu yang gila, batin Rose seraya menghempas bokongnya di sofa, gadis itu jadi penasaran seperti apa sih game nya sampai bisa membuat Mark jadi gila malam ini. Hanya sampai tiga detik saja—Rose sudah bergidik ngeri.

Mark benar-benar gila! Permainan macam apa itu? Saling menghajar satu sama lain tanpa ada rasa belas kasihan, jelas saja laki-laki itu mempunyai sisi psikopat.

"Suka makan tapi kurus, beruntung punya tubuh body goals."

Entah itu sebuah pujian atau hinaan yang Rose dapatkan, tapi percayalah laki-laki itu tak pernah memujinya sekali pun. Jadi, Rose anggap ini adalah sebuah penghinaan secara halus.

Mark tiba-tiba melempar asal joystick nya ke permadani saat dirinya yang berhasil memenangkan permainan, ia mengangkat kedua tangannya ke atas.

"I am a champion!" 

Rose terkekeh di sofa, kenapa tindakan Mark kali ini terlihat lucu di matanya. Sisi menakutkan bak setan di malam hari seolah hilang, dan Rose berharap sisi menyeramkan itu tak akan pernah muncul lagi.

Mark menoleh, ia menatap sepiring pasta yang di campur dengan saus pedas—terlihat enak sepertinya. Tapi laki-laki itu tak menyukai makanan pasta sejak kecil, tatapan nya kini berganti pada sekitar bibir gadisnya yang ditempeli banyak sisa saus pasta.

Ibu jari Mark mengusap bibir Rose, lalu menjilat jarinya sendiri. Benar-benar membuat Rose tercengang, tak merasa jijik sama sekali. Padahal di piring masih ada jika memang ingin mencoba.

"Kenapa lihat nya gitu, minta di cium?"

Rose menatap malas, "Cium pasta aja, nih. Pasti rasanya lebih hot, betul?"

"Gak, yang betul itu cium Rose," tegas Mark tak mau kalah.

Rose berdecak, "Terserah, bibir aku capek di cium terus."

"Ya udah gak usah punya bibir, biar gak gue cium!" celetuk Mark.

"Terus kalau gak punya bibir aku gak bisa ngomong dong?"

"Derita lo!"

"Derita kamu yang gak bisa cium aku," gumam Rose pelan.

Mark tak menyahut, ia lebih memilih meraih segelas air minum dan dengan santainya ia meneguk habis dalam tiga kali tegukan saja. Rose pasrah, lagi-lagi dia yang harus mengalah. 

"Ikhlas gak?"

"Iya."

"Baguslah, sekarang lo jadi lawan main gue," Mark mengambil joystick lain dan memberikan benda itu pada Rose.

Rasanya Rose ingin mengeluarkan isi perutnya saat ini setelah mendengar perkataan Mark, "Tapi aku gak tahu cara main nya gimana," tolak gadis itu.

"Nanti lama-lama juga bisa," ujar Mark tetap bersikukuh memaksanya.

Pada akhirnya Rose meraih joystick dan mengikuti ritme permainan, sebuah permainan pertarungan Takken tujuh yang sangat terkenal pada masanya.

Entah mudah atau tidak, Rose menekan tombol joystick asal-asalan karena ia sama sekali tak paham cara bermain nya seperti apa—yang jelas Rose tak tega melihat character nya itu di hajar habis-habisan oleh Mark.

"You lose!" seru Mark kegirangan, dia baru saja menumbangkan character milik Rose.

Gadis itu mencebik bibir, sudah jelas dia yang akan kalah dalam permainan itu.

"Aku udahan, kamu tuh curang. Aku mana bisa main pertarungan!" gerutu Rose melempar joystick nya begitu saja.

"Di setiap pertarungan itu pasti ada yang kalah dan menang, masa gitu aja gak paham."

"Enggak, aku jadi penonton aja."

"Main sekali lagi, besok kita pergi jalan-jalan gimana?" tawar Mark.

Tanpa berpikir panjang gadis itu mengangguk cepat, "Oke, setuju!"

Mark segera menarik Rose agar lebih dekat dengannya hingga kepala gadis itu kini bersandar di dada bidang milik nya sekarang. Mark menyukai gadis seperti Rose, tak banyak kemauan dan tak juga bertele-tele seperti gadis lain.

Mereka berdua terus melangsungkan permainan walau pada akhirnya tetap gadis itu yang kalah, Rose benar-benar gemas melihatnya. Entah bagaimana bisa, ia berhasil melayangkan satu pukulan pada character milik Mark.

"I will break your head, tonight I will win!" seru Rose begitu senang, dia sampai menjulurkan lidahnya ke arah laki-laki itu, sengaja mengejeknya.

"What the heck?"

Rose terkekeh kecil, "What the heck? that sounds funny."

Mark melihat jam dan sadar bahwa hari mulai larut, kilat memancar dari luar jendela, diikuti dengan suara keras nya guntur. Sepertinya ini permulaan dari badai besar, ia melihat ke arah hujan di luar jendela rumahnya, lalu beralih menatap gadis di sisinya.

Baru beberapa menit gadis itu tertawa, kini Rose benar-benar sudah terlelap. Mark tersenyum simpul menatap wajah cantik gadisnya, mungkin kali ini tengah menikmati bunga tidur, terlihat wajahnya begitu tenang—tangan Mark terulur membenahi helai surainya yang terlihat menghalangi mata seraya mengecup lembut kening Rose, ternyata gadis itu tak terusik sama sekali. Rose malah semakin mendekatkan tubuhnya di dekapan Mark, mencari kehangatan dan menemukan kenyamanan di sana.

*****

B E R S A M B U N G

Only Wanna Be With You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang