🍁 15- Sebuah Kebodohan

881 137 0
                                    

"Kamu bisa merasakannya, bahkan jika kamu menutup mata. Seperti itu rasanya, sama seperti yang kamu rasakan."

- Mark Tuan -
🌹

****

Senyum Mark terbit untuk satu alasan, ia duduk di balik meja makan seraya menatap Rose yang tengah sibuk mengurus makan malamnya. Kini ponsel gadis itu sudah berada dalam genggaman Mark, tangannya terus mengotak-atik isi ponsel yang kebetulan tak di kunci oleh sang pemilik ponsel itu sendiri.

"June," ucap Mark sedikit meninggi, tapi raut wajahnya tetap santai membaca isi pesan yang baru saja masuk itu.

"Malam baby, kamu udah tidur belum." Mark mengangkat satu alisnya, siapa June ini? Kekasih gadis itu kah.

Rose sontak menoleh padanya, apron merah membalut bagian depan tubuh ramping gadis itu. "June? Kita cuma teman, dia sering panggil gitu ke aku."

"Teman berasa pacar, mungkin."

"Enggak, aku gak mungkin punya hubungan. Kalau pun iya, berarti kamu selingkuhan aku dong?" ucap Rose seraya membalikkan daging ayam yang ia goreng, untung mereka sempat membeli stok bahan makanan.

"Terserah, pada akhirnya yang dapat siapa. Jelas, itu gue," gumam Mark seraya bermain game cacing di ponsel Rose, sebelumnya Mark mem-blokir nomor June terlebih dahulu.

Gadis itu menoleh setelah mematikan kompor, "Dengerin deh, kali ini aku serius. Soal kamu yang gak pernah punya hubungan, apa itu betul?"

"Kenapa tanya gitu?" Mark mendongak menatapnya.

"Jennie bilang kamu gak suka sama lawan jenis, terus dia bilang lagi. Kalau kamu itu gak normal," balas gadis itu seraya tiriskan sepasang paha ayam ke dalam piring ceper, ia benar-benar tekun dalam melakukan tugasnya.

"Satu hal yang lo harus tahu, gue gak mudah suka." ucap Mark serius.

"Gak mudah nurut, dan paling benci di atur. Kalau gue semau itu sama lo dan gak nolak tunangan itu, artinya---"

"Suka sama aku?" Rose langsung menerkanya.

"Dan lo udah tahu jawabannya."

Rose diam, setelahnya dia melepaskan apron. Entah harus merasa senang atau apa, seharusnya ia merasa senang mendengar ungkapan itu, bukankah itu jawaban yang selalu Rose tunggu? Tapi sekarang Rose merasa ragu dan perkataan laki-laki itu terdengar mustahil bagi Rose, mungkin karena perkataan Jennie masih mendominasi pikirannya.

Rose meletakkan ayam goreng di permukaan meja makan, ketika ia hendak pergi—tangan Mark meraihnya lebih dulu dan menarik Rose hingga duduk di pangkuannya.

Rose terkesiap, apalagi tangan Mark sudah melingkar mulus di pinggangnya. Kini manik mata mereka saling terkunci, ia tidak bisa berkata-kata sekarang, bibirnya terasa kelu untuk mengatakan sesuatu.

"Lo ragu sama gue?" tanya Mark semakin membuat degup jantung Rose memompa lebih cepat.

"A--aku mau lanjut masak," ucap gadis itu seraya berusaha untuk bangkit. Namun, bukan Mark namanya jika membiarkan mangsa nya lolos begitu saja. Rose sudah menggoda nya malam ini, dan dia harus bertanggung jawab akan hal itu.

Wajah Mark mendekat, kemarin dia hanya bersentuhan dengan bibir merah muda itu, tapi kini dia ingin merasakannya. Tidak apa-apa bukan? Rose adalah tunangan nya, tidak perlu meminta izin dulu agar bisa menciumnya.

Rose memejamkan mata ketika bibir mereka sudah saling bersentuhan, Mark mengatupkan bibirnya kuat-kuat, tidak perduli dengan kondisi, dia mulai melumat bibir Rose dengan begitu lembut, teramat manis melebihi aroma parfumnya. Alhasil sentuhan itu berhasil membuat tubuh Rose naik, ia merasakan darahnya berdesir panas. Kedua mata Mark sama sekali tak terpejam, ia tak bosan memandang wajah cantik gadisnya

"Buka," perintah Mark sambil terus melumat bibir Rose.

Gadis itu menggeleng kuat, ia hanya tak ingin Mark berhasil menerobos pertahanan nya, sudah cukup dia berani bertindak seperti ini, Rose takut menggila dan ikut terbawa suasana. Kini nafas keduanya kian memburu, tangan Mark bergerak turun mengusap lembut pinggang gadis itu—dengan cepat Rose menahan tangan Mark agar tidak melakukan hal itu lagi.

Mark tersenyum miring, "Buka, kalau sekalinya kena gak bakal gue lepas," ancam Mark memperingati, Rose memang kebal tak ingin menyerah.

Sekuat apa dia sekarang? Ketika tangan Mark menyingkirkan tangan gadis itu, sekuat apapun Rose, dia tak akan mampu melebihi kekuatan Mark. Tangannya kembali mengusap pinggang Rose, bahkan sesekali menggelitiknya. Rose mengenakan pakaian setengah bahan lagi, dan itu membuat keberuntungan dua kali lipat karena Mark bisa bergerak bebas dengan mudah.

Rose sampai menggelinjang akibat ulah Mark, akhirnya dia mengalah dan berakhir membuka mulutnya, membiarkan lidah Mark bermain dengan lidahnya dan bergerak bebas bermain di sana. Bahkan tangan kiri laki-laki itu sudah meluruh mengusap lembut pahanya, lalu tangan kanannya menekan tengkuk Rose semakin memperdalam lumatan.

"Akhh..." Rose mendesah pelan, dia benar-benar sudah gila dan semua ini karena ulah siapa?

Mark semakin liar ketika tangannya beralih meremas bokong gadis itu, lalu naik keatas. Rose sontak membuka mata, dia mulai kehabisan nafas, tak menemukan jalan keluar karena hidup mancung Mark yang juga menguncinya, Rose sudah ingin terlepas. Tapi laki-laki itu ingin terus menikmatinya, tanpa akhir, dia terlalu menyukai aksinya itu.

"Hmmphh! Susah, lepas," erang gadis itu merasakan dadanya kian sesak.

Mark melepaskan ciuman nya, meski dia tak ingin berhenti, tapi akal sehatnya kembali muncul—mereka saling diam.

"Aku mau lanjutin masak ," izin Rose. Tanpa menunggu jawaban Mark, dia beranjak dari pangkuan laki-laki itu dan menghampiri lemari pendingin lalu mengambil sebotol air mineral, ternyata melakukan perang mulut membuat nya haus.

Rose berdecak sebal, "Dasar laki-laki mesum!" gumam nya namun telinga tajam Mark dapat mendengar.

Mark menatap punggung gadis itu, jika esok hari gadis itu tak ingin berbicara dengan nya bagaimana?

Bodoh! Brengsek! Bajingan! Laki-laki macam apa dia, umpat Mark dalam hati, ia benar-benar menyesal telah melakukan hal bodoh itu kepada Rose.

****

B E R S A M  B U N G

Only Wanna Be With You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang