13.

318 24 7
                                    

"Apa maksud Papa?" Caramel langsung bicara to the point saat mendapati keberadaan Maulana di ruang keluarga.

"Caramel?" kejut Maulana saat melihat Caramel yang berdiri di belakang sofa yang ia duduki.

"Maksud Papa apa?! Suruh aku jemput anak klien papa!" tekan Caramel lagi.

"Garry? Papa mau kamu dekat dengan dia."

"Maksudnya papa mau jual aku sama anak klien papa? Papa pikir hubungan kita sedeket apa sampai papa berani jual aku?!"

"CARAMEL!" Maulana sudah kehabisan kesabarannya, anaknya sudah mulai lancang pikirnya.

Melihat wajah Caramel yang terkejut karena bentakkannya membuat Maulana menghela napasnya kasar. "Besok dia sekolah di tempat kamu, papa mau kamu pergi bareng dia," ujarnya lembut seperti semula.

"Dia anak orang kaya, punya supir jadi bisa pergi sendiri," jawab Caramel ketus.

"Caramel, sekali saja turuti kemauan Papa kamu." Caramel berdecih mendengar suara Anggraini yang ikut-ikutan membujuknya.

"Anggraini, sekali saja jangan ikut campur urasan keluarga saya," ucapnya dingin.

Mendengar jawaban Caramel yang tidak sopan memanggil Anggraini tanpa embel-embel Mama membuat amarah Maulana berdesir, tanganya mengepal mencoba menahan emosi.

"Anda masuk ke dalam keluarga ini sudah termasuk ikut campur urusan keluarga saya!" sambungnya lagi.

"CARAMEL CUKUP!" Tangan Maulana sudah terangkat tinggi, namun ia tahan di udara agar tidak mendarat di pipi mulus gadisnya.

"Tampar aja Pa. Benci banget sama papa," lirih Caramel. Matanya mulai berkaca-kaca. "Dan untuk anda, selamat karena telah berhasil menghancurkan keluarga ini." Cara pergi meninggalkan rumah Maulana setelah berbicara kepada Anggraini.

"Kak Caramel, tunggu!" Tanpa ada yang menyadari Axel telah menyaksikan percek-cokkan yang terjadi dari awal. Ia berlari menyusul Caramel dan mencoba mengehentikan kakaknya itu.

"Kak Cara, jangan benci Axel ya? Axel gak tahu apa-apa, jangan salahin Axel atas apa yang terjadi. Axel sayang dengan Kak Cara," ujarnya saat berhasil mengehentikan Caramel yang sudah berdiri di depan pagar rumah Maulana.

"Lepas Xel," lirih Cara, saat ini ia tak ingin Axel melihatnya yang sedang menangis.

Cara menghempaskan tangan Axel kasar, ia berlari kencang saat berhasil melepas genggaman Axel di lenganya, Cara menyebrangi jalan raya dengan mudah karena lampu lalu lintas sedang memancarkan cahaya merah. Namun, tanpa Cara sadari Axel terus mengikutinya dan naasnya saat Axel sedang berada di tengah jalan lampu berubah menjadi hijau. Badan Axel terpental tak jauh dari tempat ia berdiri saat sebuah motor yang melaju kencang menyenggol tubuh Axel yang kecil.

Mata Caramel membulat sempurna, ia memekik ketakutan saat melihat tubuh Axel yang sudah berlumuran darah, dengan cepat Cara berlari memecah kerumunan dan menggendong adik kecilnya menuju taksi yang kebetulan sedang menyaksikan kejadian itu.

***
"Axel?" Cara sudah menunggu Axel di rumah sakit selama dua jam. Pergerakan jari mungil Axel membuat Cara menatap wajah pucat adiknya penuh harap.

"Kamu gak pa-pa?" tanya-Nya lagi saat melihat Axel yang sudah membuka matanya sempurna.
Axel mengedarkan pandangannya kesekitar, dan berhenti menatap ke arah jendela yang sedeng terbuka.

"Harus kayak gini dulu ya kak?" ujarnya tanpa melihat ke arah Caramel. "Apa Axel harus mati dulu agar kak Cara mengetahui kehadiran Axel?" Suara Axel kini mulai bergetar.

Tanpa sadar air mata telah menetes di pipi Cara. "Maafin gue Xel," ujarnya tulus.

"Enggak kak, sehurnya Axel yang minta maaf," balasnya. Axel kini menoleh ke arah Caramel. "Kak Cara mau maafin Axel?"

Vanderer [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang