15.

299 22 7
                                    

Setibanya di salah satu mall Jakarta mereka langsung menuju bioskop dan menonton film yang Abi pilih. Dasar Abi yang mau ngedate siapa yang nentuin filmmya siapa. Setelah selasai mereka tidak langsung pulang, melainkan berkunjung sebentar ke time zone, biasalah kalau bawak anak ya mentok-mentoknya ke sini.

Baru saja mereka memasuki kawasan bermain itu, mata mereka sudah disuguhi pemandangan menakjubkan. Abi dan Budi mendekati mesin bola basket yang sedang dimainkan oleh seorang pengunjung.

"Gila panjang bener nih tiket, kayak uler anakonda," takjub Abi melihat tiket yang sudah menjalar panjang.

"Ini mah emakkonda," sahut Budi.

"Bapaknya sih lebih panjang," timpal Kavin ikut-ikutan.

Kavin dan lainya menyusul Abi dan Budi. Cara yang penasaran siapa gerangan yang bermain dengan sangat lihai sedikit memiringkan kepalanya agar bisa melihat lelaki yang masih fokus dengan bola-bolanya.

"Garry?" kejut Cara bahwa laki-laki yang sedang memainkan mesin tersebut adalah Garry anak klien papanya.

"Yahhh," desah Abi, Budi, dan Garry kecewa. Permainan telah usai karena Caramel. Garry jadi gagal fokus.

"Jakarta memang sempit, tapi gak sempit-sempit amat kenapa gue selalu jumpa sama lo, lo, lo, lo, lo," ujar Cara misuh-misuh sambil menunjuk ke arah teman-temannya kecuali Ve dan Mocha yang berada digendongan Ve.

"Kok kita juga sih," rengek Budi.

"Kebablasan," jawab Cara pembelaan.

"Ini itu tempat umum, siapa aja boleh dateng ke sini. Emang ini mall punya pacar lo?" balas Garry santai melirik ke arah Ve yang sedari tadi diam saja.

"Enggak sih, tapi gue bisa nyewa nih tempat. Biar gak ada lo nya," ucap Ve dingin.

"Susah ya berdebat sama anak konglomerat," bisik Budi ke Abi.

"Ehh, jangan disewa dong kak Ve nanti tempatnya jadi sunyi," ujar Mocha begitu polosnya.

Garry mengangkat satu alisnya seolah bertanya apa yang akan Ve lakukan. Melihat rahang Ve yang seketika mengeras membuat Mocha sedikit ketakutan.

"Ayo kita beli kartunya kak Ve," pinta Mocha mencoba mengalihkan pandangan Ve dari Garry.

"Ayo," jawabnya sambil menggenggam tangan Cara agar ikut bersamanya.

"Ini kartu lo berempat sama Mocha, temenin Mocha kemana aja dia mau, kalo saldonya abis bilang sama gue biar gue isi lagi," pinta Ve bak majikan dan babunya kepada teman-teman Cara.

"Siap tuan," sahut Abi memelas. Biasalah Abi mah mana pernah serius.

"Sekarang Mocha mau main apa?" Bella berlutut dihadapan Mocha menyamakan tinggi badan mereka.

"Jepit boneka yuk Kak Bella," ajak Mocha.

Bella mengangguk kemudian menatap teman-temannya satu persatu. "Ada yang bisa mainnya gak?" Jujur saja Bella tidak bisa, kerena ia tak pernah memainkannya. Menurutnya mubazir, dapet boneka kagak habis saldo iya.

"Gue bisa." Lagi-lagi Garry mengganggu mereka, tapi kali ini sepertinya ia tak ada niat mengganggu Ve. Garry langsung menarik Mocha untuk menuju ke salah satu mesin penjepit boneka.

***

"Ve, kesitu yuk!" pinta Cara menunjuk kearah photobox mini yang hanya muat dua orang. Ve hanya mengangguk saja dan pasrah lengannya ditarik Cara agar cepat berjalan ke sana.

"Siap yaaa." Cara menggesekkan kartu penuh semangat. Ve hanya bisa terduduk pasrah.

"Satu ... dua ... tiga ...," ujar Cara mengikuti nomor yang tertera pada layar. "Ihhh, kok gini sihh. Canggung banget kayak orang gak kenal," ucapnya misuh-misuh saat melihat hasil poto mereka. Mulai dari senyum KTP, unjuk gigi, hingga mengangkat dua jari, klasik memang.

Vanderer [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang