Caramel Caramel Caramel.
Tubuhnya meremang, malam ini lebih dingin dari malam-malam sebelumnya. Tubuhnya terasa kaku, bibirnya kelu, dan detak jantungnya berpacu tak sesuai tempo. Hari ini malaikat mau benar-benar ingin mencabut nyawanya. Atau sebenarnya ia yang memohon demikian.Awalnya hatinya penuh dengan kebahagiaan. Besok adalah hari yang paling ia nanti-nantikan. Berkreasi di Kota Bandung dengan teman-temannya, sekaligus sang kekasih yang ikut serta menjadi pembeda diantar tahun-tahun sebelumnya. Caramel begitu bersemangat merapikan pakaiannya ke dalam koper. Bersenandung riang mengikuti alunan musik yang terputar di radio. Caramel telah menyusun banyak agenda yang harus Ia lakukan bila tiba di kota dingin itu.
"Mbak Cara, ada yang cariin di bawah."
Suara ketukan pintu terdengar berulang kali. Suara Aldo terdengar sedikit berteriak. Cara yang baru saja menyelesaikan kegiatanya bergegas menghampiri Aldo yang terasa begitu tak sabaran menunggu dirinya membukakan pintu kamarnya.
"Siapa, Do?"
"Kurang tau Mbak. Tapi udah saya suruh duduk di ruang tamu. Saya ke bawah ya Mbak, mau buat minum untuk tamunya."
Caramel hanya membiarkan Aldo pergi dari pandangannya. Malam ini sudah pukul delapan lewat lima belas menit. Biasanya hanya teman-temannya saja yang akan berkunjung di jam malam seperti ini, tapi mengapa Aldo tak mengenal sang tamu? Hal itu membuat Cara sedikit merasa merinding.
Kaki Cara melangkah menuruni belasan anak tangga. Rumahnya itu minimalis, Cara bisa melihat siapa yang tengah duduk di sofanya walau pun Ia masih berada di anak tangga ke tujuh. Rasa kantuk yang semula sayup-sayup menghembus obsidiannya kini terasa bugar, entah lenyap kemana. Tubuhnya bergetar bersamaan jantungnya yang berdetak anomali.
Bibirnya terasa berat hanya untuk menyapa sang tamu. Namu seolah hawa tubuh Cara yang memanas itu terpancar, Vicenzio kini menatapnya yang masih berada di atas sana. Hal-hal buruk seketika tercipta di benaknya. Kali ini skenario terburuk akan terjadi dalam hidupnya. Apakah cuaca malam ini begitu sejuk hingga dapat membuat Vicenzio—kakek sang kekasih—berkunjung ke rumahnya?
"Silahkan duduk Caramel."
Caramel mengerti sekarang mengapa Vincenzio begitu di takuti oleh semua orang. Mengapa Vincenzio lebih banyak bergerak di belakang layar dari pada muncul ke atas permukaan. Mengapa sang kakek lebih senang menuntut cucu-cucunya untuk menjadi tangan kanannya dari pada mengurusnya sendiri. Caramel terpedaya. Ini
Rumahnya, namu Ia begitu menurut dengan perintah yang lebih tua.Aldo datang dengan napan berisi teh hangat dan dua gelas minimalis di sisi neko tersebut. Aldo meletakkan gelas itu tepat di depan Cara dan Vincenzio. "Silahkan minum Caramel." Aldo terperangah dengan bibir yang sedikit terbuka, karena awalnya Ia ingin mengatakan hal serupa ke pada sang tamu. Namun Vincenzio mengambil alih.
"Silahkan kembali ke dapur, Cara's maid." Aldo menurut saat dilihat Cara pelan-pelan mengangguk—menyuruhnya pergi dari ruangan itu.
Cara menyesap tehnya setelah Vincenzio meletakkan gelas tersebut kembali ke atas piring kecil. "Pembantu mu sangat pandai membaut teh, Caramel." Sungguh basa-basi yang menegangkan bagi Caramel.
Namun, gadis itu hanya bisa tersenyum simpul dan berucap, "terima kasih," sebagai bentuk penghargaan.
"Bagai mana keadaan kamu, Caramel?"
Vanderer dan Vincenzio itu bagai pinang di belah dua. Suara Vincenzio yang begitu berat benar-benar melahap habis keberaniannya. Wajah kakek sang kekasih yang mulai mengeriput itu tetap memancarkan ketegasan yang begitu berwibawa. Kesenjangan sosial itu begitu terasa dengan hanya melihat pundak sang kakek yang begitu tegap.
"Baik, tuan."
Vincenzio mengangguk dengan sudut bibir yang terangkat begitu tipis. "Saya dengar kamu sudah mengetahui semua rahasia kelam Maulana, benar begitu Caramel?"
Gadis itu tertunduk. Ia merasa tak memiliki harga diri jika mengangkat cerita kelamnya kehidupan dirinya dengan tuan besar Vincenzio. Apa lagi Cara masih berstatus pacar Vanderer. Dan Ia yakin Vincenzio mengetahui itu.
"Caramel ... yang kamu ketahui itu hanya 90% dari keseluruhan. Dan 10% sisanya masih di tutup rapat-rapat dari diri mu."
Caramel sungguh tak terkejut sama sekali. Hidupnya penuh teka-teki. Puzzle yang dia temukan sama sekali belum membentuk gambar yang utuh. Lantas semua hal-hal baru yang Caramel temui akan Ia terima begitu saja. Tidak ingin mengambil pusing hidupnya yang telah berantakan.
"Sejujurnya, saya tidak punya hak menceritakan ini kepada mu, tapi karena kamu secara tidak sengaja mengusik hidup cucu saya, saya tidak punya pilihan. Saya harus memberi tahu kamu semua ini, agar kamu bisa berfikir betapa jauhnya kamu dan Vanderer."
Caramel mengangguk setuju. Tidak ingin menyela hal yang memang benar. Bagai mana pun Cara memang tak sebanding dengan cucu Vicenzio, tidak bahkan seujung kuku pun.
"Maulana menikahi melinda tiga hari setelah dia menikahi Ibu mu, Caramel. Maulana tidak punya pilihan karena berita pernikahan dirinya dengan Ibu mu waktu itu sangat hangat dibicarakan. Sedangkan dunia tau bahwa Maulana sudah memiliki tunangan. Tiga hari setelah meninggalnya Ibu kamu adalah hari pernikahan Maulana dengan Melinda."
Hati Caramel patah menjadi dua. Semuanya terdengar seperti bualan. Caramel ingin tidak percaya, namun melihat bahwa dirinya juga lahir hasil diluar nikah, Caramel sadar tidak ada yang aneh dari semua cerita Vicenzio. Caramel tidak sadar air mata mengalir di pipinya. Rasa perih dihatinya benar-benar membuatnya sekarat.
"Kamu dan Ibu mu sedari dulu hanya simpanan. Ibu mu memang wanita pertama yang Maulana nikahi, tapi Ibu mu tidak pernah diketahui oleh publik."
Rasa getir menyelimuti dirinya. Caramel tidak bisa membayangkan bagai mana Ibunya menjalani hidup selama ini. Caramel tahu sang Nenek sangat membenci Mamanya, tapi Caramel pikir sang Nenek tidak menyukai kehadiran Anggraini karena Mamanya berasal dari kalangan bawah. Tidak sebanding dengan Maulana yang saat itu sudah menjadi pusat dunia. Dan sekarang Caramel mengetahui alasan sebenarnya, mengapa Ayahnya tidak pernah menghadiri rapat sekolahnya, kenapa Mamanya tidak pernah ikut dalam pesta perusahaan seperti orang-orang.
"Caramel... kamu sama sekali tidak pantas dengan cucu saya."
"Tapi cucu tuan menyukai saya."
Vicenzio tertawa sarkas atas ucapan Caramel. Mencemooh kata cinta yang Caramel utarakan. Vicenzio merogo saku jasnya, mengeluarkan sehelai amplop dan meletakkannya di atas meja. Jari telunjuknya sedikit begerak mendorong amplop itu mendekat ke arah Caramel.
"Cucu saya sudah bertunangan dengan Tiara. Setelah acara promnight lusa, mereka akan menikah," ucap Vicenzio setelahnya. "Keadaan Tiara semakin parah, karena itu saya memajukan tanggal pernikahan mereka berdua."
Tangan Caramel sedikit bergetar mengambil amplop berwarna kuning di hadapannya. Caramel tidak siap melihat apa pun yang ada di dalamnya. Vanderer sudah bertunangan tanpa sepengetahuannya, teman-temannya juga tidak bercerita apa-apa. Atau mereka sama tidak tahunya seperti dirinya. Kenapa Vanderer menyembunyikan hal sebesar itu darinya.
"Saya pamit dulu Caramel. Saya suka tehnya, terima kasih." Vicenzio berpamitan, dan Caramel tidak perduli dengan itu, dia membiarkan Vicenzio menghilang dari rumahnya. Fokusnya masih tertuju pada amplop pemberian Vicenzio.
Tangannya sedikit bergetar membuka amplop yang tidak diberi perekat sedikit pun. Caramel benar-benar terkejut saat melihat lima hingga tujuh photo di dalamnya yang menggambarkan acara pertunangan kekasihnya dengan Tiara. Sedari awal kehadirannya memang sebagai pengganggu antara Vanderer dan Tiara. Seharusnya sakitnya tidak seperti ini, harusnya Caramel sadar bahwa dirinya tak sebanding dengan Tiara yang dari awal sudah memenangkan hati Vicenzio. Namun hal yang lebih membuatnya merasa bodoh saat melihat keempat temannya yang sedang duduk di sana, terlihat sangat menikmati acara lamaran Vanderer. Dan di sini hanya dirinya yang tidak tahu apa-apa mengenai Vanderer. Caramel merasa dipermalukan.
***
An : psstt psstt Vanderer dah mau tamat nihh, yukk tebak-tebakkan happy ending atau sad ending??? Sksksk gak sabar bet liat endingnya:D see you soon guyss!

KAMU SEDANG MEMBACA
Vanderer [TAMAT]
Ficção AdolescenteJudul awal : We Are Still Young! [JANGAN LUPA FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Vanderer Vaughn Vicenzio lelaki gagah dan tampan itu kini sedang berjuang mati-matian untuk mendapatkan hati seorang wanita yang selama ini membuat jantungnya berdebar dua kali le...