35 : THE TRUTH UNTOLD

175 10 0
                                    

Note : Setiap chapter dengan judul THE TRUTH UNTOLD berarti flashback atau alur mundur

____

"Kak Anggraini ... tidak apa-apa? belakangan ini kakak sering mual, gak pernah sarapan lagi, muka kakak juga terlihat pucat." Rio mengetuk pintu kamar mandi yang sedari pagi telah di isi oleh Anggraini tidak tenang, sudah dua jam lamanya kakaknya berada di sana dengan suara-suara mualan yang mengisi ruangan itu.

"Kakak gak pa-pa, Rio pergi kerja aja duluan kakak hari ini izin bilang sama bos ya?"

"kakak yakin?"

"iya ..."

Rio tak tega meninggalkan Anggraini sendirian dengan kedaan yang pemuda itu sendiri tidak yakin seburuk apa. Apakah Anggraini benar-benar baik-baik saja seperti yang gadis itu katakan? namun mau tak mau ia harus tetap bekerja dan menyelesaikan suatu masalah.

Sudah tiga bulan berlalu sejak kejadian naas itu, dan tiga bulan pula Anggraini tak pernah menampakkan batang hidungnya di gedung bertingkat tinggi— Moon Blue. Tempat seperti itu tidak ada yang namanya rekan kerja, mereka hanya mementingkan diri mereka sendiri, namun tidak dengan Rio. Mulai detik dimana gadis itu dengan lembutnya mengajak dirinya untuk tinggal bersama, Rio diam-diam menulis nama Anggraini sebagai satu-satunya sosok yang ia lindungi di gelapnya malam ibu kota.

Tiga bulan juga Rio terus memperhatikan seorang pria yang tak pernah absen mengunjungi tempatnya bekerja, memesan ruangan khusus dan saat bos besarnya itu membisikkan sesuatu ke telinga pria yang sering orang-orang sebut tamu kehormataan mereka wajah pemuda itu tampak murung dan tak bergairah kemudian pergi dari ruangannya tanpa menyentuh minumannya sedikit pun. Diam-diam Rio mengangkat senyumnya tipis, saat melihat pria itu kembali keluar dari ruangan bertulisan VVIP dengan wajah kacau seperti biasanya.

Rio menghadang pria itu dan membungkuk sebagai tanda hormatnya kepada pelanggan spesial mereka. "Maaf mengganggu waktunya, tuan?" Rio dapat pastikan betapa terkejutnya pria itu melihat dirinya. "Bisa kita bicara sebentar?"

Rio tak memberikan sedikitpun kesempatan untuk Maulana membuka suaranya, selesai dengan perkataannya Rio langsung berjalan mendahului sang tamu kehormatan menuju ruangan yang baru saja ditinggalkan sang empu beberapa menit yang lalu. Rio duduk dengan bahu yang terangkat sejajar, begitu elegan bukan bak seorang pelayan dengan majikkannya.

"kamu Rio, cucu pertama Vicenzio. Benar?"

Rio mengucap syukur dalam hatinya, bersorak penuh kemenangan karena sang kakek tidak mengumumkan kepada media bahwa ia telah keluar dari rumah megah keluarga Vicenzio karena menentang semua permintaan gila sang kakek.

"Saya tidak menyangka bisa bertemu dengan kamu di sini, saya pikir kita akan bertemu di sebuah rapat besar dan sedikit perdebatan." Maulan tampak bahagia berbicara dengannya, bahkan tanpa sadar pemuda yang lebih tua menuangkan alkohol ke dalam gelas kosong di depan Rio Alaska Vicenzio.

Yang lebih muda ikut tertawa kecil sebelum melanjutkan ucapannya yang membuat Maulana terdiam. "Saat ini kita juga akan sedikit berdebat, Tuan Maulana." Cara bicaranya yang begitu kasual seperti telah didik sedari lahir dengan tampangnya yang begitu serius sangat berbeda dengan Rio yang Anggraini kasihani waktu lalu. Inilah Rio sebenarnya, perangainya yang menusuk, dengan perkataannya yang manipulatif, menipu siapa saja dengan permaianan kata-katanya. Rio Alaska Vicenzio yang ditehaui publik sebagai cucu kesayangan Vicenzio.

Vanderer [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang