41

191 9 0
                                    

"Kakek habis dari mana malam-malam begini?"

Ujung matanya yang mulai berkerut menelisik dengan tajam. Menjelajah tubuh Vanderer dari atas hingga bawah.

"Kurung dia sekarang. Ambil ponselnya. Jangan sampai keluar sampai besok malam."

"Maksud Kakek? Ini apa-apaan sih!"

"Tidak ada yang akan pergi ke Bandung, Vanderer. Hubungan kamu dengan Caramel telah selesai. Kakek harus turun tangan dengan masalah sampah seperti ini."

---

Tidak ada yang paling menyakitkan bagi Caramel selain tertangkap basah tengah dibohongi oleh teman-temannya yang sudah ia anggap bagai sodara kandung sendiri. Kekasih yang selama ini dia puja menjadi dalang atas hancurnya sang hati berkeping-keping.

Setelah kepergian Vicenzio dari kediamannya, teman-temannya tiba dengan keadaan tak kalah hancur dari dirinya. Cara tahu mereka semua sakit di keadaan ini, namun Cara tetap tidak bisa menggap mereka sebagai korban yang dijebak dalam permainan sang kekasih. Dada Caramel masih penuh akan kemarahan yang ia pendam sejak beberapa menit lalu dan dia bisa saja meledakkannya kapan saja jika keempat sahabatnya tidak hanya diam dan membuat situasi semakin sulit untuk dicerna.

"Maaf Car. Kita gak maksud nutupin ini dari lo."

Caramel mendengus sebal. Ungkapan klasik dari seseorang yang tertangkap basah tengah melakukan kesalahan. Terlalu klise saat diucapkan oleh seorang Kavin. "Sayangnya maaf gak ngilangin rasa kecewa gue terhadap lo semua. Penjara gak ada gunanya kalo maaf bisa ngapus semua kesalahan lo." Bibir Cara bergetar hebat, membuat semua ungkapannya terdengar sangat memelas.

Bella yang duduk tepat di samping gadis itu menggenggam tangannya, menyalurkan kehangatan yang mungkin bisa menenangkan sedikit saja semua rasa yang berkecamuk dalam diri Caramel. Bella berkata dengan lembut untuk menjinakkan Cara yang mengeras sempurna, "Kita rencannya ngasih tau lo pas liburan di bandung. Kita gak niat bohongi lo. Lo baru sadar dari koma, terus lo berharap apa sama kita Car? Lo pikir kita tega nyakitin lo lebih dalam lagi?"

"GUE LEBIH SAKIT SEKARANG BEL. DI DEPAN LO SEMUA GUE MESRA-MESRAAN SAMA VE KAYAK ORANG TOLOL. PADAHAL VE UDAH TUNANGAN SAMA ORANG LAIN! KETAWAK LO SEMUA 'KAN LIAT GUE KAYAK CEWEK LENJEH! BAHAGIA LO LIAT GUE BEGITU?"

"Bahagia." Satu kata yang Abi lontarkan menjungkirbalikkan suasana malam itu. Mereka semua memandang Abi menuntut penjelasan. "Gue orang yang paling bahagia saat lo mesra-mesraan sama Ve. Lo mau tau kenapa? Karena lo juga bahagia Caramel! Gue gak pernah liat lo selepas itu di samping kita-kita. Lo selalu jadi diri lo kalo udah menyangkut Vanderer. Itu alasan kenapa kita semua nutupin ini dari lo. Kita sayang sama lo."

Semuanya hening. Cara benar-benar bergelut dengan pikirannya sendiri. Dadanya masih terasa sesak, mungkin oksigen malam ini menyusut karena tersulut emosinya. Caramel hanya ingin menangis, mengasiani dirinya yang begitu tak berharga. Sekarang entah apa yang harus ia syukuri atas kehidupannya saat ini. Mungkin tuhan sengaja membiarkannya tetap hidup untuk menghukumnya.

"Mama gue jadi istri simpanan selama ini. Mama gue nikah sama orang yang udah bertunangan. Dan sekarang gue ngerti kenapa Mama selalu jawab hal yang sama setiap gue tanya apa Mama bahagia? Mama jawab, 'Bahagia itu cuma hal yang kita buat-buat Caramel' dan sekarang gue paham maksud perkataan Mama. Mama gak pernah bahagia."

"Car? Lo kok gak bilang sama kita?"

"Gue juga baru tau tadi. Kakek Ve yang nyeritain semuanya."

Tidak ada yang berani berbicara lagi setelahnya. Hanya suara jam dinding yang terus berdetak mengisi kesunyian di ruang tamu itu. Cara menangis malam itu, bersama teman-temannya yang memeluknya erat. Menggenggam tangan satu sama lain, menyiratkan tompangan bagi Cara yang hampir terjerembab. Optimismenya dalam menghadapi dunia telah hancur hingga melebur menjadi debu. Hanya tersisa Cara dengan hidupnya yang sungguh prihatin. Di saat seperti ini Cara hanya butuh satu hal-kasih sayang sang Ayah.

Walau hubungannya dengan sang Ayah benar-benar tidak jelas, Cara tetap butuh penjelasan sang Ayah tentang semua omong kosong Vicenzio. Dia mau Ayahnya menyangkal semua yang Cara dengar dan mengatakan bahwa Ayahnya sangat mencintai sang Mama, tidak benar bahwa Anggraini selama ini hanya istri simpanan dan tidak diketahui oleh khalayak publik. Cara kacau, bingung ingin merasakan sakit yang mana-sakit karena Mamanya yang hidup menderita selama ini atau karena Vanderer yang sudah resmi bukan miliknya lagi?

----

"Jaga omongan kamu, Rio!"

"Anda itu bajingan. Bahkan di saat seperti ini Anda masih mementingkan perusahaan?"

"Keuangan perusahaan saya sedang membengkak. Saya butuh Kakek kamu untuk membendung kekacaun ini!"

Kedua pria itu mengalami perdebatan yang luar biasa hebatnya. Rio menghampiri Maulana yang tengah lembur mengerjakan semua pekerjaannya yang menumpuk. Di tambah perusahaannya yang hampir bangkrut membuat Maulana gentar mengejar target demi menghidupkan kembali apa yang telah Papanya bangun.

"Lusa Vanderer bakalan nikah dengan wanita lain. Dan Caramel ... saya gak tau bagaimana keadaannya saat ini. Tolong akui Cara sebagai anak anda dihadapan publik. Cuma itu satu-satunya cara agar Kakek nerima Caramel."

Rio benar-benar memohon dihadapan Maulana. Membuang semua egonya yang ia junjung setinggi angkasa. Untuk kedua kalinya Maulana terlihat lemah dihadapan Maulana. Pertama saat Rio menceritakan kehamilan Anggraini kedapa Maulana dan kedua saat ini-di mana Rio meminta Maulana untuk mengakui keberadaan Cara secara hukum.

"Saya diancam Rio. Saya juga mau nunjukin Cara sebagai anak saya, tapi gak bisa sekarang. Kakek kamu bisa mencabut semua sahamnya di sini. Saya bisa kehilangan perusahaan Papa saya. Kamu harus ngerti itu."

"Sampai kapan Maulana?" Rio memilih duduk kembali di sofa yang terdapat di ruangan itu. Membiarkan Maulana berdiri sendirian dengan egonya. "Kenapa harus anda yang selalu kami ngertiin? Kakak saya menjadi istri simpanan karena mengerti dengan keadaan anda. Caramel tidak pernah merasakan kasih sayang seorang Ayah dan Nenek karena keluarga anda yang tidak bisa menerima keadaan dia dan Cara ngerti sampai sekarang. Dia tetap diam setelah tau bahwa dia hanya anak dari hasil nafsu anda saja. Dan Cara memilih untuk keluar dari hidup anda secara hukum demi melindungi kebejatan anda. Cara sangat amat mengerti tentang anda. Terus sampai kapan mereka harus ngertiin anda? Kak Rani udah gak ada, Maulana, tapi anda selalu menyakitinya melalui Caramel."

Perkataan Rio itu bagai pisau tumpul yang menyayat hati Maulana-begitu lama dan menyakitkan. Setitik rasa lelah mengalir dari sudut mata maulana yang mulai terasa berat. Bibirnya keluh hanya untuk merangkai kata sebagai pembelaan, hingga Maulana hanya bisa mengulang kalimat yang sama, "Saya tidak bisa kehilangan perusahaan Papa saya."

"You're such a good boy, Maulana. Anda berhasil menjadi seorang anak yang berbakti, tapi Anda harus sadar bahwa Anda juga seorang Ayah di sini, but congrats Anda gagal menjadi orang tua. Anda mengahuncurkan masa depan Cara, percaya diri anak itu, anda menjadi alasan hilangnya senyum Caramel, dan Anda hanya pengacau dalam hubungan percintaannya."

"Setidaknya Cara sadar, Cinta itu tidak seindah seperti buku dongeng yang dia baca."

Rio tertawa sarkas. Ia menyeruput coffe yang sekretaris Maulana siapkan dengan hati-hati karena masih cukup panas.

"Bukan karena Anda gagal dalam masalah percintaan, maka Caramel juga demikian. You're loser, Maulana."

---

AN : almost Fin! Stay tuned for another chaps! Can't wait to see you at the ending guys! See youu!

Vanderer [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang