🎶who you are🎶
Sebuah gedung bernuansa putih dengan bau yang penuh akan obat-obattan memenuhi indra penciuman, puluhan manusia yang muak akan hidupnya, namun harus tetap berjuang demi semesta yang masih ingin mempercandai mereka memenuhi segala ruangan.
Vanderer lari tergesah dari ujung lorong menghampiri kumpulan orang-orang yang berdiri di luar ruangan nomor 329U. Jantungnya berpacu lebih cepat dari pada langkah kakinya saat mengetahui bahwa sang Kakek berdiri tepat di depan ruangan dengan wajah datarnya mentap penuh peringatan kepada Vanderer.
"Lo kemana aja sih!" Suara bisikan dari Alle menyapanya pertama kali.
"Dari mana saja Vanderer?"
Maka lelaki yang disebut namanya dengan lengkap itu sidah paham betul bahwa sang Kakek sangat amat marah kepadanya.
"Satu harian ini ada urusan penting yang harus Ve lakukan."
"Sudah berapa kali Kakek bilang, jangan tinggalkan Tiara sendirian, Vanderer."
"Tiara gak sendirian ada Alle yang jagain dia, Ve juga udah bilang sama Alle untuk hubungi Ve jika terjadi sesuatu sama Tiara."
"Tapi kenyataannya kamu terlambat untuk datang."
Ve meneguk salivanya, ia tak kuasa menjawab segala perkataan Vicenzio.
"Dua minggu lagi kamu akan menikah dengan Tiara."
"Tapi—"
"Saya tidak suka dibantah, minggu depan kamu sudah lulus, tidak ada alasan lagi untuk menunda pernikahan kamu dengan Tiara."
Ve mengusak wajahnya kasar, rasa penat menumpuk di kepalanya. Setelahnya tak ada lagi suara dingin dari Vicenzio, hanya langkah kaki dan tongkat kayu yang mengiri kepergian sang Kakek.
Ve menendang kursi alumunium tepat di depannya, meluapkan semua emosi yang bertumpuk di dadanya. Ia membuka pintu ruangan 329U dengan kasar, suara dobrakan itu membuat Alle tersentak kaget karenanya. Alle sangat tahu temannya ini sangat tempramen, tapi baru kali ini Ve menunjukkan kemarahannya di rumah sakit, dan lebih mengujutkan saat lelaki itu mengeluarkan nada tertingginya di hadapan Tiara—wanita yang sedikit pun tidak pernah Ve kasari.
"LO KENAPA DIEM AJA TIARA! MANA JANJI LO. KITA UDAH SEPAKAT ENGGAK ADA PERNIKAHAN, GUE UDAH LAKUIN SEGALANYA UNTUK LO, TIARA. MANA BALASAN LO KE GUE? LO TAU KAN GUE PUNYA CARA, WANITA YANG BAKAL GUE NIKAHIN NANTINYA!"
Tiara benar-benar terkejut dengan kedatangan Ve yang tiba-tiba membentaknya. Wanita itu bergetar bergetar hebat, ia sangat takut bahkan hanya untuk menatap mata Ve saja.
"Gue minta maaf Ve, awalnya Gue mau bilang sama kakek tentang kita yang sebernanya. Tapi Gue juga wanita Ve, Gue juga mau ngerasain pernikahan. Kata dokter kanker gue udah stadium empat, umur gue gak lama lagi Ve."
"Udah gue bilang berobat di luar negri aja, kenapa lo balik lagi kesini?"
"GUE SAYANG SAMA LO VANDERER!"
Rasa sesak menyelimuti dada Tiara saat lelaki itu begitu kasar kepada dirinya, tidak seperti biasanya, Ve selalu bertindak dengan begitu lembutnya hingga membuat hatinya merasa hangat. Wanita itu tahu bahwa dari awal Ve tidak pernah menganggapnya ada, namun perlakuan Ve yang begitu baik kepadanya membuatnya sedikit merasa spesial untuk Ve.
"Udah gue bilang 'kan Tiara, lo cuma tamu undangan di malam itu, tugas lo cuma makan dan iya-in semua omongan kakek gue. Perasaan lo bukan tanggung jawab gue, anjing." Ve menyalak, urat-uratnya terlihat begitu nyata di keningnya, aura menyeramkan Ve seolah menjadi lebih menakutkan dua kali dari biasanya. Alle yang biasanya dapat menenangkan temannya itu, kini hanya berdiri tepat di belakang Ve —waspada bila temannya yang tidak memiliki hati dan memandang bulu itu melakukan tindakkan kekerasan kepada Tiara—hanya diam dan sesekali meneguk salivanya saat merasa tenggorokannya semakin kering berada di stuasi canggung seperti ini.
"Kakek lo minta gue untuk sayang sama lo, selalu ada untuk lo. Dan gue di sini cinta—"
"STOP BAWA NAMA KAKEK GUE, BRENGSEK! LO ITU SURUHAN GUE, LO CUKUP NURUT SAMA SEMUA PERINTAH GUE! KAKEK URUSAN GUE, BIADAB."
Setelahnya hanya suara tamparan pedas di pipi pemuda Vanderer yang menyeruak di ruangan persegi tak begitu luas itu. Tiara kepalang panik saat Ve kontan terdiam tidak melakukan pergerakan atau kembali menampar dirinya seperti yang biasa pemuda itu lakukan jika ada yang berani menyentuhnya.
Tiara meremas tangannya yang bergetar cukup hebat. "Maaf Ve." Seharusnya bibirnya yang sedikit pucat dan bergetar itu memaki-maki nama Vanderer seperti apa yang pemuda itu lakukan atas dirinya barusan. Dia kelewat emosi saat Ve terus menghakimi dirinya atas kesalahan—bahkan ia sendiri tidak tahu salah siapa atas semua permainan ini, dia hanya korban di sini, seharusnya.
Tiara menutup matanya kuat hingga menampilkan kerutan di pelipisnya saat Ve mengeluarkan tawa menggelegar yang begitu asing, tawa yang tidak mungkin keluar saat pemuda itu merasa bahagia atau terdapat sesuatu yang menggelitik perutnya, itu adalah tawa sarkas atas kemurkaan dirinya.
Alle mundur beberapa langkah, dengan mata yang masih awas tubuhnya mencari posisi aman dari monster mengerikan yang memanipulasi teman bajingannya.
"Kenapa lo tampar gue?" Suara rendah dan sedikit serak pemuda itu membuat Tiara agaknya sedikit merinding. Otaknya sudah memperintahkan gadis itu untuk berlari sejauh mungkin dari pemuda berbahaya Vanderer, namun saat Ve menangkup wajahnya dengan lembut dan—sensual, Tiara merutuki dirinya sendiri yang terbuai. Seratus persen dia masih tersadar, namun jiwanya seakan melayang tinggi saat Ve mengelus lembut pipinya dengan ibu jarinya yang sedikit kasar.
"Lo suka sama gue 'kan?" Ve bertanya dengan nada terlembutnya, seakan semesta sedang melakukan sihir pada cucu kesayangan Vicenzio, pemuda yang mulanya seperti kerasukan iblis dari neraka terdalam itu melembut seketika, tatapan matanya begitu senduh membuat Tiara begitu nyaman untuk melamat matanya lama-lama, ia terbuai begitu dalam hingga tak sadar dirinya mengangguk atas jawaban dari pertanyaan pemuda itu.
"Terus, kenapa lo nampar gue, sayang? Itu sakit," Ve berujar dengan nada yang dimain-mainkan. Menurut Alle, itu tidak wajar, tubuhnya seakan mewanti dirinya untuk lebih siaga atas kegilaan temannya. Alle yakin Ve masih tetap menjadi setan meski bertindak begitu manis saat ini, bahkan saat pemuda itu bersama dengan kekasih hatinya—Caramel, pemuda itu tetap menjadi Ve si kaku yang brengsek.
"Maaf," cicittan Tiara bagai hembusan angin belaka, dia tak sanggung mengeluarkan satu kata pun sebenarnya, namun rasa ingin Ve mengetahui bahwa ia menyesal begitu besar.
Vanderer mengangkat dagu gadis itu cukup tinggi, hingga membuat sedikit rasa sakit di rahang Tiara. Si brengsek Vanderer menggerakkan pipi Tiara ke kanan dan kiri seolah mencari sesuatu di benda kenyal itu.
"Murahan."
Suara Vanderer yang cukup tenang seolah menarik kembali kesadaran Tiara, membuat gadis itu mengerjap.
"Lo gak pantas sama gue, digituin aja lo udah lemah. Cheesy!" Ve melepas rahang Tiara cukup kuat, meninggalkan bekas merah di sana—karena dasarnya pipi Tiara cukup putih.
"SEHARUSNYA LO MARAH TIARA, GUE UDAH NGEHINA LO! MAKI GUE. DIMANA HARGA DIRI LO YANG LO JUNJUNG TINGGI ITU? GUE TERKEJUT BANGET LOH, LO BERANI NAMPAR GUE. I THINK YOU'RE DIFFERENT FROM OTHER GIRL, TERNYATA SAMA SAMPAH, MURAHAN LO."
Ve mendorong Alle cukup keras untuk menyingkir dari jalannya, rasa muak dan pengap atas suasana rumah sakit yang sebulan lebih ia tinggali untuk menemai wanita bernama Tiara—yang telah merusak tatanan hidupnya yang teratur sempurna—Ve butuh suana baru, club misalnya. Sudah lama pemuda itu tidak menghampiri sepupu bejatnya.
Sebelum langkahnya benar-benar menghilang di balik pintu Ve berujar dengan penuh penekanan. "Kalo lo gak bisa minta kakek untuk batalin semua rencana konyol lo, biar gue sendiri yang urus. Lo cukup diam, sembuhi diri lo dan pergi dari hidup gue."
"Ve, jangan banyak minum." Tiara cukup tahu apa yang akan Ve lakukan setelahnya jika pemuda itu dalam keadaan gila—strees luar biasa.
Namun Ve merasa abai dan melanjutkan kalimatnya yang lebih menyakitkan. "Kalo lo berani ngambil satu tindakkan lagi setalah ini, gue yang bakal ngantar lo temuin tuhan."
****

KAMU SEDANG MEMBACA
Vanderer [TAMAT]
JugendliteraturJudul awal : We Are Still Young! [JANGAN LUPA FOLLOW SEBELUM MEMBACA] Vanderer Vaughn Vicenzio lelaki gagah dan tampan itu kini sedang berjuang mati-matian untuk mendapatkan hati seorang wanita yang selama ini membuat jantungnya berdebar dua kali le...