36

202 7 0
                                    

🎶Easy on me - Adele🎶

"Bagaimana keadaan Cara, Rio?"

"Dokter bilang keadaannya udah membaik, denyut nadinya juga udah stabil, you can breathe now, Sir."

"Syukurlah kalau begitu, aku harap Cara sudah sadar pas kita sampai ya Mas." Anggukkan singkat sang suami menjadi balasan atas kata-kata manis yang dapat menjadi penenang bagi Maulana.

Rio hanya berdesis, merasa lucu dengan kedua sejoli yang saat ini duduk tepat di bangku penumpang, sedangkan dirinya bersebelahan dengan sang sopir yang mengendarai mobil seharaga 1M lebih itu. Pasalnya telah seminggu lebih Caramel tak sadarkan diri, namun keduanya baru bisa menjenguk buah hati mereka saat ini, Rio bahkan sudah tak tahu lagi bagaimana keadaan Club Malamnya itu, Ia tak pernah mengunjungi tempat kerjanya sejak kejadian Cara melakukan suicide attempt—merasa harus bertanggung jawab penuh atas nyawa sang gadis yang sudah ia anggap sebagai adik kandungnya sendiri.

"Lucu sekali Maulana. Sudah seminggu sejak putri anda tidak sadarkan diri di rumah sakit, dan anda baru bisa menjenguknya sekarang. Bukankah sedikit tidak tau diri jika anda hanya ingin mendengar kabar baik saja?"

"Jangan melewati batas, Rio. Saya sibuk." Walau pun keduanya tak pernah mengibarkan bendera perang secara gamblang, tapi Melinda dapat merasakan benang merah yang mengantar amarah untuk satu sama lain antara Rio dan Maulana. Terbaca dari cara keduanya bertukar kalimat hingga menjadi percakapan yang panas akhirnya, selalu begitu. Dan Melinda harus menjadi penengah diantar kedua lelaki bersumbu pendek yang gampang terpancing amarah itu.

"Maaf Rio sudah merepotkan kamu seminggu ini, saya dan suami sedang mengadakan perjalanan bisnis belakangan ini, bahkan Mas Lana selalu ingin pulang duluan dan menemui Cara, Rio."

"Jangan minta maaf atau pun berterima kasih dengan saya, Nyonya. Caramel sudah saya anggap sebagai adik saya sendiri. Sir, saya bisa bantu anda mengurangi pekerjaan anda, jika anda berkenan?" Rio tertawa main-main saat melihat wajah Maluana yang sedikit memerah menahan amarah, rasanya Rio ingin berbalik agar dapat melihat wajah ketus Maulana secara langsung—pantulan kaca saja tidak cukup untuk meledakkan tawanya.

"Kamu cuma pria berangsak, Rio. Bisa apa kamu untuk menghancurkan karir saya? Bahkan tak ada yang mengenali kamu sebagai cucu Vicenzio lagi," Maulana tahu maksut dari kata 'membantunya mengurangi pekerjaannya' itu sama saja menghancurkan perusahaannya. Bocah tengik, pikir Maulana.

Rio benar-benar melepaskan tawanya, lucu sekali melihat lelaki dengan umur matang itu membalas ucapannya dengan api amarah yang tersulut-sulut. "See, anda bahkan masih takut dengan saya, tuan. Anda tau kenapa? Karena anda tau saya cucu kesayangan Vicenzio," Rio tak bisa menahan tawanya, anggap saja dia gila saat ini karena sudah membuat Melinda dan sang sopir merasa merinding dengan suara bassnya. "Saya hanya tinggal pulang ke rumah dan mencium ujung pantofel sang penguasa Vicenzio and BOOM!" Rio membentuk ledakkan dengan kedua tangannya dan lagi-lagi kekehan gila menyahut dari bibirnya sebelum pemuda itu melanjutkan klimaks dari seluruh ucapannya, "cucu kesayangan Vicenzio telah kembali and then you can take a rest well, Sir."

Rasanya Maulana ingin memaki bocah ingusan yang mulai kurang ajar dengannya itu, namun genggaman Melinda semakin kuat di lengannya—memintanya untuk tidak menjawab ucapan Rio—membuatnya menahan semua sumpah serapah yang sudah di ujung lidah.

"Hmm, Rio?"

"Yes madam?"

"Boleh saya tau ada apa yang terjadi dengan Cara?"

Vanderer [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang