38

191 10 0
                                    

"Bagai mana keadaannya?"

Sebuah pertanyaan klise sebagai pembuka perbincangan yang panjang untuk siang ini. Di sebuah Mall Ibu Kota yang terlihat begitu megah—rasa-rasa rakyat jelata tak pantas menginjakkan kaki mereka—tepat di lantai paling atas, sebuah resto berdiri di sana. Menyajikan makanan kalangan atas yang seporsinya bisa menghabiskan lima piring nasi goreng di pinggir jalan bahkan plus es teh dingin sebagai pelengkapnya.

Tepat menghabiskan waktu tiga puluh menit, Vanderer tiba. Sedikit kesulitan menemukan si tua Rio, karena siang menjelang sore itu resto cukup penuh dengan pengunjungnya. Venderer duduk tepat di depan sepupunya dan mengangkat taangannya kasual, memanggil seorang pelayan, kemudian menyebutkan pesanannya yang tak begitu berlebih—karena pemuda itu juga tak merasa lapar.

"Baik? Gue juga gak tau Yo."

Rio berdecih. Makanannya telah habis lima menit yang lalu, tersisa secangkir kopi yang pemuda itu pesan—sejujurnya itu sadah cangkir ke dua selama menunggu Vanderer tiba—Ia menyeruput sedikit kopi yang terasa pahit dan juga manis di pangkal tenggorokannya. "Goblok, lo pacarnya bukan sih? Masa gak tau keadaan cewek lo sendiri." Begitulah Rio dengan ucapan sarkasnya, tak pernah berubah.

"Gue cuma gak mau Cara ngerasa tertekan, njing. Temen-temennya juga gue rasa sekongkol gak mau ngasih tau kenapa Cara bisa celaka begitu."

Percakapan yang sedikit terjeda dengan kedatangan pelayan yang membawa napan sedang berisi makanan yang Vanderer pesan menjadikan suasananya tak begitu tegang. Vanderer sedikit tersenyum tipis dan mengucapkan 'terima kasih' kepada pelayan wanita yang membungkuk sopan sebelum meninggalkan meja mereka—menyisakan ke duanya dengan ketegangan yang masih tersisa.

"Jadi yang lo tau apa?"

"Caramel mau bunuh diri malam itu—Yo! Jorok banget lo," suara semburan air yang keluar dari mulut Rio menghenti ucapan Vanderer yang belum selesai. "Apa-apaan sih? Reaksi lo berlebihan," Vanderer mendengus ketus.

"Siapa yang nggak kaget denger orang mau bunuh diri njir." Rio sedikit gelagapan, membersihkan sisah air yang membasahi dagunya. "Cewek lo kenapa mau bunuh diri? Serem juga," sambung Rio setelah dirinya merasa cukup tenang seperti semula.

"Itu yang gak gue tau, katanya masalah internal Cara. Jadi mereka gak berani ngasih tau gue, takut lancang," Ve mengungkapkan apa yang Kavin terangkan padanya malam itu, dengan sisa-sisa kewarasaannya yang sudah di ujung kuku, Ve merasa Kavin ada benarnya. Maka Ia tak melanjutkannya.

Rio mengangguk, tak menyalahkan Vanderer lebih lanjut atas ke bodohan sepupunya itu. Ia tersenyum simpul sebagai hadiah atas kedewasaan adik kecilnya yang mulai panda menggunakan otak kecilnya yang tak pernah berfungsi sebelumnya. "Seenggaknya dia udah sadar 'kan. Is it enough?

"Cukup. Lebih dari cukup." Lelaki itu tersenyum teduh sembari mengaduk makanannya—total tak lagi berselerah—Vanderer mengangkat wajahnya searah dengan Rio, mantanya yang sedikit berkabut menatap ke arah yang lebih tua. "Gue mau curhat sama lo, mau dengar?"

Rio terkekeh, dengan hanya menelisik wajah Vanderer yang kelewat ketara betapa lelah pemuda itu berhasil mengiris hatinya. "Mau, i'm your ears."

Ve sedikit menghirup udara di sekitarnya, mengisi rongga dadanya yang terasa sesak. Setelah begini otaknya menjadi rancau, Ia bingung ingin berkata apa sebagai pembuka sesis curhatnya. "Caramel ... Caramel ... Caramel ...." Ve total jatuh hati pada wanita itu. Ia menyingkirkan sepering daging yang belum tersentuh sama sekali dari hadapanya, tangannya terkepal di atas mejah, merasa sakit saat jantungnya berdegub kencang ketika mengingat wanita itu.

"Gue jatuh hati, Rio. Rasanya sakit, gila, pahit, tapi indah. Semua itu buat gue bahagia tanpa alasan," Vanderer terkekeh atas ucapannya yang terasa menggelikan. "Caramel orang pertama yang nentang gue, nganggep gue layaknya manusia biasa. Dengan Cara, gue ngerasa dibimbing jadi manusia seutuhnya. Gue dibebasin untuk ngelakuin apa yang gue mau, kayak orang normal hidup. I feel alive, Yo."

Vanderer [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang