3.

540 80 79
                                    

"Kenapa Bi?"

Bella keluar dari mobil yang mereka tumpangi, bel pulang sekolah sudah berdiring beberapa menit yang lalu. Anak-anak SMA Bhineka telah pulang ke rumah mereka masing-masing, tapi tidak dengan cara dan teman-temannya. Mereka masih berada di parkiran mobil.

"Ban mobil gue bocor," ujar Abi yang masih fokus melihat ke empat bannya yang sudah kempes.

"Wah, ada yang gak beres nih. Tadi pagi masih anteng-anteng aja tuh ban," kata Budi yang ikut keluar dari mobil, di susul dengan Cara dan Kavin yang ikut memperhatikan ban mobil Abi.

"Terus gimana? Pesen taxi online aja?" Tanya Cara.

Tidak ada satupun yang berniat membuka suara, mereka hanya mengangguk saja.

"Pulang bareng gue aja." Sontak mereka langsung menolehkan wajah mereka menuju sumber suara. Suara dingin dan berat itu seolah menyihir mereka, tak ada satu pun yang berani menjawab. Mereka hanya saling pandang satu sama lain, seolah sedang berdiskusi jalur telepati.

"Gak usah, nanti ngeberati lagi," tolak Bella dengan sopan.

"Yakin?" Tanya Alle memastikan.

"Udahlah, mending bareng Ve aja dari pada naik taxi mahal. Apa lagi arah rumah kita beda-beda," usul Budi kepada teman-temannya.

"Bener juga, uang gue juga udah abis," ujar Abi membenarkan perkataan Budi.

"Lo gak masalah Car?" Memang hanya Kavin yang peka terhadap perasaan Cara. Sontak mereka semua melirik ke arah Cara yang masih diam dan beradu tatap dengan Ve yang kini berdiri— bersender di mobil alphard hitamnya.

"Masuk!" Pinta Ve mutlak kepada mereka berlima. Ve dan Alle kini sudah duduk dengan nyaman di dalam mobil.

"Udah ayo masuk," ucap Bella lembut ke pada Cara, mau tak mau mereka menumpang dengan mobil Ve.

****

"Lo ngapain ngajak kita ke sini Ve?" Tanya Kavin yang kini tak mengerti mengapa mereka berhenti di sebuah rumah megah bak istana kerajaan inggris. Jelas di antara mereka berlima tidak ada yang memiliki rumah seperti ini.

"Ini rumah Ve," jawab Alle begitu santai. Ia menepuk pundak Kavin agar sedikit rileks, sebab mereka berlima kini terlihat sangat tegang dan juga takjub atas pemandangan rumah yang mereka lihat.

"Ayo masuk," ajak Alle kepada mereka berlima, Ve telah duluan memasuki perkarangan rumahnya dan berjalan menuju halaman belakang.

Suasana mendadak mencengkram, mereka berlima terpaku di tempat. Tak ada yang berani membuka obrolan, mata mereka masih asik menelisik sekeliling mereka. Bau-bau mencurigakan sudah tercium di hidung Cara.

"Ini rumah gedek banget, tapi kok kayak gak ada tanda-tanda kehidupannya ya?" Tanya Abi entah kepada siapa, matanya masih mengintai seisi rumah.

"Ayo masuk," pinta Bella mengajak mereka berlima. Sesampainya di dalam mereka semakin di buat terkesan dengan interior-interior rumah yang begitu megah.

"Tuan Ve sudah menunggu di halaman belakang." Laki-laki bertubuh kekar dengan balutan jas hitam berdiri tepat di belakang mereka berlima. Refleks mereka berlima menoleh kebelakang.

Cara menelan salivanya susah. "Maaf om, kayaknya kita pulang aja deh," ucap Cara sedikit gugup, bagaimana tidak saat ini ia sedang di tatap begitu intens nya dengan lelaki berotot kekar bahkan mengalahkan Kavin.

"Betul om, emak saya udah nyariin saya dari tiga hari yang lalu," ucap Abi melebih-lebihkan, kakinya telah gemetar saat ini.

"Anak tetangga saya melahirkan hari ini om, jadi saya harus ke rumah sakit sekarang." Budi tak kalah gemetar, sudah di bilang Abi dan Budi itu anak kembar, mereka sama-sama penakut. Paling penakut.

Vanderer [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang