32

182 10 0
                                    

Tidak ada kata sepi bagi kota metropolitan, Jakarta. Tepat waktu pergantian hari adalah puncak kejayaan anak-anak muda berlalu lalang di jalanan, menuju suatu tempat yang mampu menghilangkan penat. Namun tidak bagi lima serangkai—Cara, Bella, Abi, Budi, dan Kavin—pelajar bagai mereka hanya perlu tidur yang cukup untuk melepaskan rasa lelah setelah setangah hari melakukan aktivitas. Akan tetapi malam ini kelimanya pergi ke suatu tempat—atas ajakkan Cara—yang sama sekali tidak pernah Kavin bayangkan.

Abi yang mulanya menggerutu karena waktu tidurnya terganggu total sadar saat mobil hitam Kavin berhenti tepat di sebuah club malam yang cukup terkenal di Ibu Kota. Pemuda itu meneguk liurnya membayangkan betapa ricuhnya suasana di dalam sana, ia yang masih di dalam mobil saja sudah bisa merasakan bagaimana panasnya tempat dengan lampu remang itu.

"Car, jadi ini alasan lo gak mau cerita sama kita? Lo sering ke club ya?" Abi sudah kehilangan akalnya saat melihat wanita-wanita sexy silir berganti memasukki gedung yang bertulisan Moon Orchid berwarna ungu terang yang cukup besar.

Cara hanya diam, ia juga kehilangan konsentrasinya. Jantungnya berdegup sangat kencang, hingga ia bisa mendengarkan suara detakkan jantungnya sendiri. Cara menggigit bibir bawahnya cukup keras, rasa pusing hinggap di benaknya begitu saja, membuatnya sedikit mual. Entahlah gadis itu bingung bagaimana memverbalkan perasaannya saat ini.

"Hey, are you okay? Lo keringet dingin Cara?" Bella duduk tepat di samping Cara, gadis itu meminta Kavin mengambilkan sehelai tisu yang terdapat di dashboard mobil. Dengan telaten Bella mengelap keringat yang bercucuran di dahi sahabatnya.

"Lo kenapa sih? Jadi bener selama ini lo sering ke club malem?" Budi menekankan pertanyaan Abi yang masih menggantung tanpa jawaban.

"Gue baru pertama kali ke sini," Gadis itu berujar setelah merasa tenang. "Gue mau ketemu seseorang di sini."

"Siapa?"

Gadis itu menggeleng lemah, bodohnya dirinya sendiri juga tidak tahu siapa  yang ingin dia temui di tempat yang seratus persen tidak pernah ia masukkan kedalam daftar tempat yang ingin ia kunjungi sampai kapan pun. Gadis itu meremas bajunya sendiri, merasa takut kalau-kalau orang yang ingin ia temui tidak ada, temannya akan marah kepadanya karena sudah memotong waktu tidur mereka.

"Ayo turun," suara tegas Kavin memecahkan keheningan. Cara dan lainnya total terkejut saat lelaki itu keluar dari mobil mereka.

Dengan sedikit gerutu kecil dari mulut Budi, keempatnya ikut keluar dari mobil, mengekori sang ketua memasuki lebih dalam tempat penuh dosa itu. Bagaimana bisa Kavin berjalan begitu pongahnya seolah ia tebgah memasuki rumah Budi seperti yang pemuda itu kunjungi 24/7.

Suara dentuman musik begitu keras mulai terdengar ketika Kavin telah tiba tepat di depan pintu masuk. Sebenarnya pemuda itu juga takut memasuki ruangan yang pencahayaannya mulai meremang itu, tapi tekatnya untuk mengetahui apa yang selama ini mengganggu pikiran sahabatnya lebih besar dari yang ia bayangkan. Hingga mengajukan adrenalinnya dan menantang rasa takutnya untuk memasuki club malam ternama di Ibu Kota.

Kelimanya membeku tepat di pintu masuk, seolah mengirim pesan melalui telepati untuk satu sama lain dengan pertanyaan yang sama; apakah mereka yakin untuk masuk kedalam sana? Bagaimana jika seorang murid Gadjah Mada tak sengaja mempergok mereka memasuki kawasan terlarang tersebut dan mengadu kepada kesiswaan. Maka satu langkah saja mereka bergerak malam ini semuanya akan berubah, terutama bagi Caramel.

Namun belum sempat kelimanya berdamai dengan pikiran masing-masing, seseorang keluar dari dalam gedung, lelaki dengan usia dua pulahan itu terlihat tampak terkejut dengan kehadiran lima bocah yang tak pernah ia bayangkan untuk berjumpa di kawasannya.

Vanderer [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang