CHAPTER 15 : Ketahuan

37 6 2
                                    

"Aku rasa itu adalah Barrack. Benar-benar Barrack."

Sosok pria tua dengan tubuh yang bugar itu mengelus kepala seekor burung gagak yang bertengger di puncak tongkat dalam genggamannya. Dengan tongkat itu, pria tua tersebut bisa berjalan membantu menopang langkah kakinya. Sosok itu adalah sosok yang legendaris dan sangat hebat, namun di usia senja nya ini ia hanya bisa berdiam di Institut sembari memantau dari kejauhan.

"Kau yakin?" Tanya seorang wanita yang berdiri tepat di belakangnya.

"Ya, Danika. Itu dia. Tapi..." Pria tua itu menggantungkan ucapannya sejenak.

"Tapi, apa, Hauser?" Danika--wanita itu menyebut nama pria tua yang sudah seperti ayahnya sendiri.

"Dia bersama seorang gadis."

"Manusia?"

"Ya, manusia."

"Sedang membicarakan apa?" Natasha memasuki ruang kerja Hauser tanpa mengetuk terlebih dahulu dan dengan penuh percaya diri melangkah mendekat.

Kedatangan Natasha membuat Hauser maupun Danika terkejut bukan main. Tubuh Hauser sampai terperanjat dan membuat burung gagak pengintainya terbang sambil mengepakkan sayapnya dengan penuh kepanikan meninggalkan ruangan begitu melihat sebuah celah.

Hauser mengusap-usap dada nya sembari berbalik dan sudah mendapati Natasha berdiri tegap menghadap dirinya sembari melipat kedua lengan di dada.

Hauser menghembuskan napasnya panjang, "Nath, tata krama." Ucapnya mengingatkan dengan lembut.

Natasha menaikan sebelah alisnya, menatap Danika sekilas sebelum akhirnya kembali memandang pria tua di hadapannya ini. "Ya, aku tahu. Sebelumnya aku hendak melakukan 'tata krama', tetapi begitu mendengar pembicaraanmu bersama Danika, aku rasa tak perlu tata krama. Karena, kalau aku mengetuk pintu, maka kalian berdua tidak merasa sedang tertangkap basah."

Hauser melirik Danika sekilas layaknya seorang anak kecil yang diomeli oleh ibunya dan meminta tolong kepada orang lain.

"Kalian membicarakan sesuatu yang sepertinya tak ingin diketahui olehku. Apa aku benar?" Tanya Natasha sehabis berbicara begitu panjang.

Hauser mengangguk, "tidak seperti itu, Nath. Kalau kau tahu, pasti kau akan berbuat gegabah." Jawab Hauser.

Natasha memijat pangkal hidungnya, "apa ini tentang Barrack? Salah satu putra iblis benar-benar turun mengunjungi kita, 'kan?" Pungkas Natasha.

"Nath, berjanjilah terlebih dahulu kalau kau tidak bertindak atas keputusanmu sendiri." Sambung Danika yang langsung mendekati Natasha.

Natasha beralih menatap Danika lekat-lekat. Natasha seperti sedang menimbang-nimbang keputusannya.

Gadis itu mengedikan kedua bahunya, "aku tidak bisa berjanji akan hal itu." Natasha menggelengkan kepalanya.

Danika mengusap tengkuknya dan menghembuskan napas cepat nan singkat. "Itulah alasan kami yang terus saja menutup-nutupi informasi tentang iblis."

"Lalu, apa kalian menjamin apa yang kalian lakukan dengan menutupi informasi seperti itu dapat membuatku merasa 'tak tahu apa-apa'?" Natasha benar-benar mengeluarkan sifat keras kepalanya yang tak pernah berubah. Natasha menghela napas dan menepuk keningnya sesaat, "tuhan maupun Ibu pun tahu kalian tak akan pernah bisa menutupi apapun lagi dariku setelah semua yang terjadi." Natasha berucap dengan nada bercampur memohon.

Hauser cukup terkejut sekaligus sedih setiap kali Natasha menyebut ibu nya ketika gadis itu merasa dirinya benar-benar di puncak kegelisahan.

"Aku hanya tidak ingin kau melakukan semua itu sendirian, Natasha." Hauser meraih tangan kanan Natasha dan menggenggamnya erat, "kau satu-satunya harta bagian dari ibumu. Aku harus memastikan kau selalu aman."

Pure DevilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang