Keesokan harinya Barrack terbangun dari tidurnya, karena merasa tubuh Jenna tak ada dalam dekapannya. Semalam Jenna terus saja menangis, bahkan sampai mereka tiba di kamar tidur Barrack pun Jenna masih enggan untuk tertidur. Semalam penuh Barrack memeluk tubuh Jenna agar gadis itu tenang dan akhirnya tertidur pulas. Namun, matahari belum sepenuhnya menyingsing ke permukaan garis cakrawala dan Jenna sudah tidak ada di tempat tidur. Otomatis Barrack mengubah posisinya menjadi duduk dan melihat ke sekeliling sembari memanggil nama gadis itu.
Sedangkan nama yang dipanggil tak kunjung datang. Barrack mulai cemas dan akhirnya memutuskan untuk bangkit berdiri, melangkah keluar kamar tidur, dan berdiri sejenak di tengah lorong. Dia berpikir dan mengira-ngira dimanakah Jenna pergi, jika masih sepagi ini. Kebiasaan apa yang sering gadis itu lakukan di pagi sebuta ini.
Barrack melangkah ke arah dapur dan indera penciumannya menghirup aroma vanila dari arah sana. Ketika Barrack mendorong pintu dapur--ia melihat keberadaan Jenna di sana. Berdiri memunggunginya menghadap kompor sementara tangan kanan menggeggam sutil dan sibuk memperhatikan tingkat kematangan sebuah panekuk vanila. Aroma inilah yang biasa Barrack hirup ketika terbangun di pagi hari selama menjadi seseorang bernama Sam. Jenna biasa membuatkannya panekuk sebelum gadis itu pergi ke sekolah dan membiarkan Barrack menyantap sereal kesukaannya.
Barrack bersender di kusen pintu dapur sembari bersidekap dada, memandangi Jenna yang terlihat segar dengan rambut yang digulung tinggi dan hanya menggunakan kaos santai serta celana panjang sedikit di bawah lutut.
Jenna meletakkan satu buah panekuk yang akan menjadi pelengkap dua potong panekuk lainnya di piring tepat di samping kompor. Kemudian, gadis itu memadamkan api kompor, lalu meraih piring berisi tiga buah panekuk sebelum akhirnya berbalik badan dan terkejut melihat keberadaan Barrack.
"Astaga!" Jenna mengusap dadanya, "kau mengejutkanku."
Barrack tersenyum tipis. Jenna berjalan mendekatinya dan memberikan sepiring panekuk itu kepada Barrack.
"Ini untukmu. Khusus untukmu." Jenna tersenyum kecul, ia menatap ke arah panekuk dan berkata, "kau suka menyantap ini setiap pagi saat masih tinggal di rumahku. Mungkin kau ingat."
Barrack menyambut piring tersebut, "aku selalu mengingat itu."
Jenna mengangguk dan menghela napas cepat seraya menatap Barrack. "Aku ingin menghabiskan separuh hari ini bersamamu," ucapnya tenang.
Barrack termangu untuk sesaat. Mereka saling bertatapan, namun tak melempar argumen sedikitpun sejak kalimat yang keluar dari mulut Jenna barusan seolah gadis itu benar-benar menyerahkan segalanya kepada keputusan yang telah diambil.
Barrack mengangguki keinginan Jenna dan meraih pergelangan tangan Jenna, lalu menarik gadis itu ke meja makan.
Mereka duduk bersampingan di meja makan berukuran besar dan panjang itu layaknya meja makan di sebuah kastil, hanya saja diisi oleh mereka berdua, jadi terlihat sangat lengang.
"Kita awali dengan kau menyuapiku panekuk ini." Barrack meraih garpu dan pisau, lalu menyerahkannya kepada Jenna.
Jenna termangu sesaat menatap pisau dan garpu yang kini berada dalam genggamannya. Jenna tersenyum tipis mengingat hal pertama yang ia lakukan adalah memperkenalkan kepada Barrack tentang sarapan pagi dan bagaimana caranya memotong sebuah panekuk menggunakan garpu dan pisau. Jenna merasakan euforia yang masih melekat ketika dia berpikir bahwa Barrack adalah sosok teraneh yang pernah ia temui sepanjang hidupnya ketika lelaki itu kehilangan hampir seluruh ingatannya.
Jenna memotong bagian terkecil panekuk, menusuknya menggunakan garpu, kemudian mengarahkan potongan kecil itu ke bibir Barrack yang perlahan membuka dan menyambut potongan kecil panekuk tersebut. Rasanya memang biasa saja, masih sama seperti yang Jenna buat. Tetapi, yang membuatnya berbeda adalah Jenna yang menyuapinya untuk terakhir kalinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pure Devil
FantasyHanya seorang iblis yang murni berhak mengetahui masa depan dan masa lalunya. Iblis yang tidak tahu jati dirinya dan selalu di kucilkan dari kaumnya. Tidak di cintai oleh siapa pun. Sampai akhirnya, ia di buang dari negerinya ke tempat yang tidak se...