CHAPTER 38 : Future

40 3 1
                                    

2 Tahun Kemudian....

"Jen!"

Jenna terbangun dan segera terperanjat kaget mendengar Mia berseru dari lantai bawah. Gadis itu langsung terburu-buru merapikan rambutnya, berlari ke kamar mandi untuk membasuh wajah dengan air, kemudian berlari pontang-panting keluar dari kamar tidurnya untuk menemui kakak kandungnya yang menyeramkan di lantai bawah sana. 

"ya, ya! Aku di sini, Mia." Jenna memasang wajah dan senyuman terbaiknya untuk Mia yang sedang berkutik dengan kardus-kardus berukuran besar berisi perabotan yang seharusnya pagi hari itu harus di bawa ke kota seberang.

Mia memutar bola matanya jengah setelah memandangi Jenna dari atas ke bawah. Gadis itu lupa bahwa dia masih mengenakan piyama tidurnya yang bergambar bunga tulip padahal gadis itu berjanji semalam bahwa dia akan bangun lebih pagi dari Mia untuk membereskan perabotan yang akan dipindahkan pukul sembilan pagi.

"Kau berlari lagi tadi pagi buta?" Tanya Mia.

Jenna menggelengkan kepalanya dengan cepat. Dia sudah tidak melakukan lari pagi yang benar-benar pagi bahkan sebelum matahari terbit sejak dua tahun yang lalu, karena mimpi buruk sudah tidak menghantuinya lagi.

Mia melengos, "lantas mengapa kau bangun begitu siang? tidakkah kau mengingat janjimu?" wajah Mia terlihat gemas sekali dengan adiknya. Rasanya ia ingin meremas Jenna saat itu juga.

Jenna melirik ke arah jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 10 pagi. Itu tandanya ia benar-benar terlamba dan membiarkan Mia membereskan perabotan ke dalam kardus sebanyak itu sendirian. Jenna menggaruk pelipisnya yang tak gatal dan menunjukkan cengiran kuda sembari berkata, "maafkan aku, Mia. Semalam aku tidur larut malam untuk mengerjakan tesis tugas awalku sebelum memasuki perkuliahan di semester pertama ini."

Mia berdecak dan menggeram gemas sembari memutar badan untuk mengambil secangkir teh hangat yang ia buat untuk adiknya. Mia menyerahkan secangkir teh tersebut kepada Jenna, "ya, ya, minum teh mu sebelum benar-benar dingin setelah itu bersiaplah, karena kita akan berangkat satu jam lagi, kau paham?" titah Mia penuh penekanan dengan aksen tegasnya seperti biasa.

Jenna menatap tiga buah kotak berisi perabotan yang sudah dikemas dengan baik oleh Mia. Dia pun menatap ke sekeliling dapur dan ruang makan tempatnya saat ini berdiri telah kosong dan hanya menyisakan sebuah meja makan yang menjadi satu-satunya barang yang terakhir di angkat setelah tiga kotak tersebut.

Jenna menyesap teh nya yang sudah tak lagi terasa hangat alih-alih menjadi dingin, namun tetap ia nikmati sembari berpikir bahwa mereka akan meninggalkan rumah masa kecilnya untuk selama-lamanya.

"Rumah ini terlalu banyak kenangannya, huh?" Ujar Mia yang juga melakukan hal sama melihat sekelilingnya.

Jenna tersenyum, "ya, kita dulu suka memasak pie buah apel setiap hari raya dan tahun baru di dapur ini."

Mia tertawa, menganggukan kepalanya. "Kau benar, Jenna," timpalnya.

"Apa kita benar-benar harus pindah dari rumah ini, Mia?"

Mia mendekat dan menghampiri adik kecil semata wayangnya dan meraup pipi gadis itu, lalu mendaratkan sebuah kecupan di keningnya. "Kau akan memulai perkuliahan di universitas yang kau idam-idamkan sejak lama dan akan lebih baik kalau kita tetap bersama sampai kau lulus, lalu bekerja nantinya," Mia tersenyum tipis, "lagipula universitasmu berada satu kota dengan tempatku bertugas. Lebih baik kita tinggal bersama. Aku sudah meninggalkanmu di rumah ini sejak kau berumur 10 tahun, Jenna, kau ingat? Aku merasa ini waktunya untuk kita menjalani hidup bersama tanpa aku harus mengkhawatirkanmu yang selalu sendirian."

"Sudah waktunya kita sering menghabiskan waktu bersama-sama, ya?" Senyuman Jenna merekah ketika Mia tersenyum lebar dan menganggukan kepalanya begitu mantap.

Pure DevilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang