Sementara itu di sisi lain, Ares dan Hauser masih senantiasa berusaha mencari jalan keluar untuk pergi dari tempat tersebut. Rasanya tempat itu kecil dan tidak memiliki pola yang rumit, tetapi entah mengapa saat itu mereka bingung mencari jalan keluar. Ares tak berhenti menyerah untuk mencari jalan keluar sesuai keinginan Natasha. Dia terus membawa Jenna dan Hauser tanpa menengok ke belakang. Sekuat apapun Ares bertahan dan berusaha agar tidak memiliki perasaan ingin kembali kepada Natasha.
Hauser yang melihat kegusaran di wajah Ares pun mulai menyadari ada satu beban besar yang anak itu tanggung. Kekuatan yang dimiliki Ares memanglah berbeda dari yang lainnya. Sejak dia tiba di institusi malam itu, di tengah hujan badai dia berada dalam dekapan seorang wanita yang nyaris putus asa terhadap hidupnya. Natasha. Natasha memeluk Ares bayi berbalut selimut dan mantel miliknya. Hauser menjadi saksi hidup yang melihat sosok berbeda dalam diri Natasha setelah sekian lama dia tidak melihat Natasha yang dulu sejak kematian Orlando. Hauser melihat kasih sayang yang besar yang Natasha gunakam untuk membesarkan Ares. Hingga sekarangpun Ares masih tidak tahu siapa orangtua kandungnya, karena yang ia tahu saat ini Natasha sudah menjadi sosok ibu untuk dirinya meski terkadang dia masih gugup kalau mengakui itu dan memilih menganggap Natasha sebagai kakaknya. Sejak itu Hauser tahu, Ares berbeda.
Dia spesial.
"Ares." Ucap Hauser.
Ares menoleh sekilas ke arah Hauser, memastikan apakah Hauser baik-baik saja, karena mereka sedaritadi terus berjalan mencari jalan keluar. "Ya?"
"Kau baik-baik saja, Nak?" Tanya Hauser, pelan.
Ares kembali menoleh sekilas menatap Hauser. "Tentu, Hauser. Aku baik-baik saja. Lagipula seharusnya aku yang menanyakan apakah kau baik-baik saja. Jika kau lelah, kita bisa berhenti sejenak meskipun rasanya tidak mampu untuk berhenti di dalam kondisi seperti ini."
Hauser menggelengkan kepalanya. "Aku tidak lelah. Aku juga baik-baik saja. Aku justru memikirkanmu. Tidakkah kau lelah?"
Ares memelankan langkah kakinya dan menatap Hauser lamat-lamat.
Hauser tersenyum simpul, "aku tahu kau memikirkan sesuatu. Kau pasti melihat sesuatu yang tidak baik di masa depan, kan?"
Ares menelan saliva nya dengan susah payah.
"Itu semua terlihat jelas dari raut wajahmu. Kau juga menangis tadi. Ada apa?"
"Aku rasa ini bukan waktu yang tepat, Hauser."
"Tidakkah kau ingin mencegah masa depan itu?"
Ares berhenti melangkah. Dia menunduk, berpikir untuk beberapa saat.
Keheningan menguasai suasana sekitar mereka. Pertanyaan Hauser benar-benar membuat Ares berpikir dan kembali berharap bahwa dia bisa menghentikan masa depan yang ia lihat.
"Aku ingin mencegahnya. Tapi, sulit sekali." Ares menatap Hauser, "aku berusaha mencegah, namun kenyataannya sekarang aku ada di sini, kan? Takdir terus berjalan dan menggiringku untuk menjauh dan tidak ikut campur dalam urusan semesta. Natasha..." Ares memberi jeda pada ucapannya, karena dadanya kembali terasa sesak.
Dia tidak ingin menangis.
"Apakah seburuk itu, Ares?" Hauser bertanya lembut dan menggenggam pundak Ares.
Ares berdeham ringan. Dia tersenyum kecut. "Sangat pahit untuk diterima, Hauser. Ini semua tentang Natasha."
"Apa yang kau lihat?"
Ares menghela napas panjang. Dia harus kembali mengingat lagi apa yang dia lihat setelah dipaksa mengintip masa depan yang akan terjadi dengan Natasha.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pure Devil
FantasyHanya seorang iblis yang murni berhak mengetahui masa depan dan masa lalunya. Iblis yang tidak tahu jati dirinya dan selalu di kucilkan dari kaumnya. Tidak di cintai oleh siapa pun. Sampai akhirnya, ia di buang dari negerinya ke tempat yang tidak se...