Mereka berempat tiba di tengah-tengah pekarangan pemakaman yang semakin lama semakin tertutupi oleh kabut kelabu yang mulai menebal dan bergumpal seperti permen kapas. Menebalnya kabut tersebut membuat jarak jangkauan penglihatan mereka semakin menghilang dan tak tentu arah. Natasha, Barrack, Ares, dan Hauser merasa bingung harus pergi ke arah mana agar segera menemukan gua tempat musuh-musuh mereka berada. Di sekeliling mereka hanya ada keheningan dan suhu yang semakin terasa dingin sampai mulut mereka mengeluarkan uap setiap kali menghembuskan napas. Padahal saat itu bukanlah musim dingin, tetapi suhu di sekitar mereka seperti sedang mengalami musim dingin dengan derajat jauh di bawah rata-rata.
Ares merapatkan jaketnya dan memeluk tubuhnya sendiri dengan bibir yang bergemelatuk. "Dingin sekali, persis seperti musim dingin," gumam nya tak jelas.
Natasha pun tidak memungkiri bahwa suhu di sekeliling mereka semakin dingin dan perlahan memberatkan langkah mereka serta mengacaukan pikiran. Jika saja Natasha tidak terbiasa dengan situasi mengerikan seperti ini mungkin dia sudah jatuh sejak awal. Demikian juga Hauser yang berumur jauh lebih tua dibandingkan mereka hanya bisa berdecak dalam hati, merutuki suhu yang nyaris membuat kedua kakinya terasa membeku.
Satu-satunya makhluk yang tak terganggu sedikitpun dengan suhu sedingin itu hanyalah Barrack. Dia terlihat menatap lurus ke depan, namun sesekali melamun dan pemikirannya kosong. Sementara tiga orang lainnya memiliki pikiran yang terlalu sibuk memikirkan suhu yang semakin dingin dan menghambat perjalanan.
Pikiran mereka semua kacau.
Tanpa mereka sadari, kabut itu semakin banyak dan menutupi seluruh jangkauan penglihatan.
Alhasil, mereka pun terpisah dan baru menyadari momen itu setelah mereka tersadar dari pikiran masing-masing dan melihat ke kanan maupun ke kiri bahwa mereka semua sendirian kecuali Ares yang masih berjalan menggandeng lengan Hauser.
Pertama-tama yang menyadari bahwa mereka terpisah adalah Natasha. Natasha menoleh ke kanan dan ke kiri, namun tidak menemukan keberadaan teman-temannya sedikitpun. Ia berhenti berjalan, berputar di tempat dengan sikap siaga dan adrenalin yang meningkat.
"Hauser! Ares! Barrack!" Ia berseru sangat kencang, namun tidak mendapatkan sahutan dari siapapun.
Kedua mata nya membelalak nyalang menatap ke segala arah dengan sangat cepat, tetapi yang ia lihat hanya kabut yang begitu tebal menutupi pandangan dan nyaris membuatnya frustasi.
"Teman-teman!" Seru Natasha sekali lagi sebelum akhirnya dia tertelan di dalam kesenyapan yang begitu mendalam.
Setelah sekian lama Natasha berada dalam berbagai situasi mengerikan, ini pertama kalinya ia merasakan sesuatu yang berbeda. Sesuatu yang menarik ketakutan di dalam dirinya dan membuatnya begitu resah. Natasha refleks memeluk dirinya sendiri dengan gestur tubuh yang teramat gelisah padahal di dalam hatinya ia bertanya-tanya sebenarnya apa yang telah terjadi.
Iblis macam apa yang akan ia temui kali ini?
Natasha menarik napas dalam-dalam, kemudian menghembuskannya perlahan dan panjang untuk menenangkan dirinya sendiri. Pikiran dan hatinya seperti sedang berantakan, sangat-sangat kacau layaknya dikacaukan oleh seseorang yang tak mampu ia terka.
"Nath."
Di tengah-tengah kegelisahannya, Natasha mendengar sebuah suara. Suara yang sangat ia kenali dan hingga detik ini si pemilik suara menjadi sosok yang paling Natasha rindukan. Tubuh Natasha membeku seketika di tempat saat suara itu terdengar kembali memanggil namanya dari arah belakangnya.
"Natasha, hei."
Natasha menelan saliva nya dengan susah payah sembari berdiri berputar ke arah suara di belakangnya dan alangkah terkejutnya Natasha, karena sosok itu kini berdiri di hadapannya dengan jarak yang terpisah tiga langkah saja. Begitu dekat sampai Natasha tak mampu menahan gejolak aneh yang ada dalam benaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pure Devil
FantasyHanya seorang iblis yang murni berhak mengetahui masa depan dan masa lalunya. Iblis yang tidak tahu jati dirinya dan selalu di kucilkan dari kaumnya. Tidak di cintai oleh siapa pun. Sampai akhirnya, ia di buang dari negerinya ke tempat yang tidak se...