CHAPTER 23 : Azazel

33 4 0
                                    

Sementara itu di sisi lain keberadaan Jenna benar-benar berada di antara hidup dan mati. Kondisinya benar-benar menyedihkan dengan kedua tangan yang diikat menggunakan rantai dengan posisi tubuh bergelantungan persis seperti hewan yang siap disembelih. Kepalanya terasa berputar, sesuatu telah dimasukan ke dalam tubuhnya. Sesuatu yang membuatnya tak bisa berbicara dan hanya bisa menitikkan air mata, karena di setiap menitnya ada rasa sakit yang menusuk jantungnya. Seseorang menyuntikan sesuatu lewat pembuluh di lehernya sebelum akhirnya ia jatuh pingsan dan tersadar di ruangan lembab dan minim pencahayaan seperti ini.

"Sam..." Jenna berucap dalam batin, menangis tanpa ekspresi. Air mata mengalir lewat sudut matanya. Beberapa jam yang lalu ia masih bisa mengeluarkan isak tangis, namun sekarang suaranya pun tidak dapat terdengar lagi.

Dan sedetik kemudian, bunyi derap langkah kaki seseorang terdengar dari arah kanannya. Jenna menolehkan kepala dan mendapati sebuah siluet gelap seorang pria.

"Kau sudah sadar rupanya." Ucap suara itu.

Jenna hanya bisa melirik, tak mampu menolehkan kepalanya ke asal suara.

"Kau tahu apa yang membuatmu berakhir di tempat ini?" Tanya suara itu dan langkahnya terdengar berpindah ke arah belakang Jenna. Sosok itu melangkah dengan langkah yang sangat mengintimidasi mengelilingi gadis itu.

Hingga akhirnya ia berdiri tepat di depan Jenna. Sosok itu melangkah mendekat, semakin dekat, dan Jenna dapat melihat wajah sosok pria tersebut dengan sangat jelas. Wajahnya hampir mirip dengan Barrack sampai-sampai Jenna mengira kalau ia adalah orang yang sama. Yang membedakan hanyalah garis melintang di pelipisnya seperti sebuah tanda lahir atau bisa jadi bekas luka.

Cronisiant.

"Ini semua terjadi, karena seharusnya kau mati!" Desis Cronisiant.

Jenna hanya bisa menatap tanpa mimik wajah. Namun, air matanya tidak dapat berbohong dan hatinya bertanya-tanya mengapa dia harus mati.

Cronisiant tersenyum miring, mendengus mencemooh. "Kau ingat seorang pria yang ada bersamamu selama ini?" Cronisiant meraih helai rambut Jenna dan menyampirkannya ke belakang telinga gadis itu secara perlahan, "dia adalah seorang iblis. Pangeran Iblis. Pangeran Kegelapan." Cronisiant tertawa dalam dan berat. "Aku tahu, aku tahu, Manis. Kau pasti terkejut mendengarnya, kan? Kau pasti akan lebih terkejut lagi, jika mendengar hal yang akan kukatakan selanjutnya." Cronisiant melangkah menjauh dan berhenti satu langkah di depan Jenna.

"Dia adalah adikku."

*  *  *

"Seberapa jauh lagi?" Tanya Ares yang mulai gelisah.

Hauser menoleh sekilas, "tidak akan lama. Sebentar lagi kita tiba di tempat tujuan." Jawabnya dengan sabar.

"Jangan terlalu banyak mengeluh, Ares." Pungkas Natasha.

Ares menghembuskan napas berat dan panjang, "baiklah. Maaf, Nath." Jawabnya pasrah.

Hauser terkekeh pelan dan akhirnya melirik ke arah Barrack yang sedaritadi--sepanjang perjalanan hanya diam dan membisu. Tidak mengucapkan sepatah katapun. Hauser paham Barrack memang tidak terlalu banyak berbicara, namun kali ini berbeda. Dia diam, karena menyimpan kegelisahan dan ketakutan yang amat-sangat besar.

Hauser menepuk pundak Barrack yang membuat pria itu sedikit tersentak kaget, "kau tidak apa-apa, Nak?" Tanya Hauser, pelan.

Barrack mengerjap dan segera menggelengkan kepalanya, "sejauh ini aku tidak baik-baik saja. Aku sangat mengkhawatirkan Jenna." Barrack menjawab dengan raut wajah datar yang begitu banyak menyimpan kesedihan.

Pure DevilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang