CHAPTER 34 : Jiwa yang Hilang

13 1 0
                                    

"Ya, Kakak, iya. Aku sedang berlibur."

"Berlibur? Tanpa izin dariku?!"

Jenna sampai refleks menjauhkan layar ponsel dari telinganya, karena mendengar Mia berteriak dari seberang sana. Sudah sejak satu jam yang lalu Mia menelpon Jenna, karena gadis itu tidak pernah hadir di sekolah dalam waktu yang cukup lama dan tentu saja pihak sekolah menghubungi satu-satunya wali Jenna, yaitu Mia.

Jenna meringis, "iya, Kak, maafkan aku. Aku berjanji, dua hari ke depan aku akan kembali ke rumah dan kembali masuk sekolah lagi."

Terdengar helaan napas panjang Mia dari sana dan itu membuat Jenna tersenyum geli.

"Jenna, kau tahu, kau itu adalah satu-satunya keluarga yang kumiliki. Kau harus menjadi lebih baik, ya? Ujian sebentar lagi, setelah lulus dari sekolah, aku menyerahkan masa depanmu sebagai pilihanmu, tetapi jangan terlalu lama membolos seperti ini. Si tua bangka itu menghubungiku berulang kali seolah kau menghilang diculik psikopat."

Jenna tertawa, "Tua Bangka? Siapa itu?"

"Mr. Monaghan, kepala sekolahmu. Dia aneh dan menjijikan. Sudah, sudah! Kalau begitu segeralah pulang sebelum aku yang akan datang menjemputmu, kau mengerti?"

Jenna memasang pose hormat. "Siap, Bos!"

"Ya, ya, bye!"

"Bye, Mia."

Jenna memutuskan untuk menghentikan panggilan dan menyimpan ponselnya kembali seraya menatap ke luar jendela kamar tidur sementaranya selama di institusi. Jenna menghela napas, udara pagi di institusi ini benar-benar berbeda padahal letaknya dekat sekali dengan kota besar. Berbeda dengan Jenna yang tinggal di kota kecil yang jaraknya cukup jauh dari tengah kota besar, benar-benar membosankan. Itulah alasan lain Jenna enggan untuk meninggalkan tempat ini, namun ada hal lain yang masih mengganggu pikirannya hingga detik ini.

Institusi adalah bangunan khusus dengan tanah yang suci di sekelilingnya meski berada di tengah hutan yang rindang. Institusi ini adalah tempat teraman dari gangguang iblis maupun makhluk kegelapan darimanapun, kurang lebih seperti itulah penjelasan dari Danika. Institusi ini terlalu besar, jika dihuni oleh Hauser dan yang lainnya, itulah sebabnya institusi akan dibuka kembali setelah liburan musim dingin untuk mereka para anak berbakat yang dididik dan kelak akan menjadi penerus pemburu iblis.

Jenna adalah manusia biasa, hanya saja dia terpilih menjadi salah satu yang paling spesial di antara manusia lainnya untuk memiliki jodoh dengan takdir cinta tragis bersama dengan seorang iblis. Ya, cinta yang tragis. Jenna tersenyum miris. Meskipun segalanya telah berakhir, rasanya masih ada tembok yang besar dan tinggi yang masih menjadi penghalang antara dia dan Barrack.

Jenna sadar dirinya tak bisa berlama-lama tinggal di institusi meskipun semua orang menginginkan dirinya untuk menetap. Membayangkan Mia yang dengan penuh tekad mencari keberadaannya di institusi dan menyeretnya pulang adalah hal paling menakutkan yang pernah ia bayangkan. Membayangkannya pun sudah membuat Jenna mual dan malu, terlebih lagi jika sampai itu semua terjadi, Mia akan mengamuk dan cerewet. Kemudian, Jenna kembali berpikir, jika dia pergi, apakah Barrack akan ikut bersamanya lagi? Sedangkan bumi--tempat makhluk fana berada bukanlah tempat tinggal Barrack yang sebenarnya. Itu masih belum Jenna bahas bersama dengan Barrack, karena sejak kemarin usai makan malam ia belum bertemu dengan laki-laki itu di seluruh penjuru institusi seolah dia telah pergi tanpa pamit. Keberadaannya pun tidak dapat terlihat seolah lelaki itu bertapa entah di belahan bumi mana.

"Hei, Jenn!"

Jenna tertegun saat mendengar Ares berseru dari bawah sana, dia berdiri melambai di tengah pekarangan halaman belakang.

Pure DevilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang