CHAPTER 35 : Melupakan

16 1 0
                                    

Matahari telah berganti rembulan dengan cahaya remang redup tertutupi sedikit awan kelabu dan kilatan-kilatan kecil dari langit di atas sana. Hembusan angin bertiup lembut di luar sana menandakan hujan sebentar lagi akan turun. Gemuruh yang mendadak terdengar membuat Jenna terbangun dengan perasaan terkejut bukan main. Terlebih lagi ketika dia membuka kedua mata dengan napas memburu ada sepasang tangan yang langsung memeganginya.

Jenna menolehkan kepala dan mendapati sosok Barrack yang sudah sejak berjam-jam yang lalu hanya duduk diam di tepi kasur Jenna seraya menunggu gadisnya itu sadarkan diri dari tidur panjangnya. Peristiwa yang terjadi tadi siang benar-benar membuat Jenna terpukul, menangis sampai lelah, dan akhirnya tak sadarkan diri. Jikalau ditanya pun Jenna tidak akan tahu seperti apa dan bagaimana ia bisa berakhir terbaring di kamar tidur Barrack dalam balutan selimut yang aromanya sudah menyerupai Barrack sendiri.

"Itu hanya gemuruh, jangan takut." Ujar Barrack, datar dan tenang.

Jenna kembali meletakkan kepalanya perlahan ke bantal dan menggenggam selimut yang menutupi tubuhnya hingga ke leher. Dia memiringkan tubuhnya yang otomatis membuat wajahnya berpaling dari Barrack. Jenna termenung, merasa telinganya masih sedikit berdengung tak kala trauma mendengar bisikan-bisikan para roh itu.

"Kau..." Barrack berdeham ringan, "kau mungkin harus mendengarkan penjelasanku terlebih dahulu, Jenna."

Jenna menghela napas panjang dan terpejam. "Kau ingin menjelaskan kalau aku akan segera mati?"

Barrack yang mendengar Jenna berbicara dengan nada ketus seperti itupun langsung terkejut dan semakin merasa resah. Terlebih lagi Jenna menyebut kata 'mati' yang benar hampir terjadi pada dirinya kalau saja Barrack terlambat menghampirinya di hutan tadi.

"Tolong jangan bicara seperti itu."

Jenna membuka kedua matanya, masih enggan menatap wajah Barrack.

"Lalu, apa?"

Barrack mengusap lengan Jenna yang tertutup selimut dengan penuh kelembutan, "aku tahu kau mencariku dan tak dapat menemukanku dimanapun dalam bangunan ini. Aku sempat menghindarimu beberapa saat, Jenna."

Jenna melirik Barrack.

"Aku menghindarimu, karena para majelis selalu datang ke dalam mimpiku dan mereka memberi pesan bahwa aku harus kembali ke Dunia Bawah. Mereka mempertegas bahwa setelah kematian Allegian, aku lah yang akan menduduki tahta sebagai Raja Iblis."

Jenna perlahan-lahan mengubah posisi berbaring miringnya menjadi telentang agar ia dapat melihat wajah Barrack dengan jelas.

"Dan aku menghindari dirimu, karena aku sibuk memikirkan bagaimana caranya aku harus menjelaskan segalanya kepadamu. Aku takut, kau tidak akan bisa menerima kenyataan bahwa aku tidak dapat selamanya berada di sini, karena aku sendiri tidak dapat menerima kenyataan tersebut."

Itu adalah kali pertama Jenna melihat kilatan rasa sakit yang terbesit lewat nanar tatapan seorang Barrack. Wajahnya datar, cara bicaranya yang dingin, serta tatapannya yang teduh itu tak mampu menyembunyikan kesedihan dan ketakutannya.

"Aku frustasi, aku kehilangan banyak hal dan aku tidak ingin kehilangan dirimu terlebih lagi saat aku tahu kalau para roh memberi gelar dirimu Jiwa Yang Hilang dan mereka menuntut agar kau ikut dengan mereka, karena seharusnya kau mati di tanganku dan mereka menunggu itu terjadi, namun tidak akan pernah terjadi. Aku memutar balikan keadaan dan kematianmu tidak pernah terjadi, Jenna. Mereka menginginkan dirimu, mereka ingin membawamu, dan satu-satunya hal yang menghalangi mereka untuk mendekatimu adalah keberadaanku." Barrack menyingkirkan anak-anak rambut yang menutupi sedikit celah wajah gadis yang sangat ia cintai di hadapannya saat ini.

Pure DevilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang