Sudah lewat beberapa hari setelah kejadian pembuangan Barrack. Allegian dan Cronisiant diam-diam mencari informasi apa yang sedang dilakukan oleh adik mereka. Namun, sayang sekali, karena Barrack tak terlihat di bawah sana. Baik Cronisiant maupun Allegian tak bisa mendapati keberadaannya di bawah sana padahal mereka yakin kalau Barrack jatuh di bumi dan masih hidup tentunya.
Allegian melempar gelas kaca hingga pecah tepat ke dinding batu yang mulai menghitam. "Sialan!" Umpatnya kesal dan menggema di penjuru ruangan.
Cronisiant memijat pelipisnya. Jika membiarkan Allegian mengamuk seperti ini, ia takut saudara nya itu akan menunjukkan bentuk asli nya. "Sudahlah, All. Dia masih hidup."
"Aku tahu! Dia tak akan mati meskipun aku berniat membunuhnya. Seharusnya aku menusuk jantungnya selagi dia masih ada di hadapanku." Desis Allegian dengan amarah menggebu-gebu seraya duduk kembali di kursi nya.
Cronisiant tersenyum masam. "Kau salah, karena melemparnya ke bawah sana."
Allegian melirik Cronisiant tajam. "Apa maksudmu?"
"Kau tidak takut kalau mereka sampai jatuh cinta? Barrack adalah seorang iblis, namun berhati layaknya seorang malaikat. Dan kau membuangnya tepat ke bumi. Kita tak pernah tahu apakah Barrack jatuh ke tempat yang tepat atau tidak. Bagaimana kalau dia sampai jatuh di dekat gadis manusia itu? Apalagi kalau sampai gadis itu tahu tentang--"
"Jangan sebutkan!" Allegian bangkit dan menggebrak meja. Tatapannya melotot ke arah Cronisiant, "jangan ucapkan nama para pemburu itu!" Desisnya penuh amarah.
Cronisiant mendengus pelan, remeh. "Kita harus mencari Barrack dan langsung membunuhnya sebelum ia bertemu dengan gadis itu."
"Dari mana kita bisa tahu tempat ia berada saat ini, huh?! Dia tidak ada di penglihatan kita, Cron."
Cronisiant manggut-manggut, bangkit dari kursinya, kemudian melangkah pergi. "Aku akan mengurusnya. Bersiaplah, karena besok kita akan pergi ke dunia manusia fana."
~¤~
"Jadi, begini caranya." Ucap Jenna sembari mengambil sebuah batu tipis, namun memiliki tekstur yang keras. Dengan tatapan intens, Jenna membidik tepat ke permukaan danau dan dalam hitungan ketiga, Jenna melempar batu itu dalam posisi menyamping sehingga batu tersebut terlihat melompat-lompat di permukaan air sampai akhirnya masuk juga ke dalamnya.
Jenna menghembuskan napas panjang sembari mengusung senyum bangga. "Nah! Begitu caranya melempar batu. Kau mau mencoba?"
Sam mengernyit kecil, sedikit tidak paham dengan perlakuan Jenna yang sebenarnya bermaksud mengajak Sam untuk bersenang-senang, tapi rupanya lelaki itu tak memahami sama sekali.
Jenna berdecak pelan dan ikut duduk di samping Sam--tepatnya di atas sebuah batu. "Ayolah, Sam. Kau perlu mengetahui caranya bersenang-senang," ujar Jenna sembari menyenggol pelan pinggang Sam.
Sam memandangi permukaan danau yang melintang luas di hadapannya. Pantulan cahaya jingga indah sang fajar yang memukau itu terlihat sangat asing bagi Sam seolah selama ini yang ia nikmati hanyalah kegelapan. Entah mengapa, dia hanya diam, menatapi indahnya pantulan jingga matahari sore sementara Jenna berkicau mengajarkannya cara melempar batu.
Hangat.
Kehangatan yang asing bagi Sam. Dan dia mulai berpikir kalau dirinya bukan berasal dari bumi. Karena, semua semakin terasa asing setelah tiga hari penuh Jenna mengajarinya berbagai macam hal dan mengajaknya melihat ke berbagai tempat. Terkadang dia heran, mengapa ada saatnya di sekitarnya gelap (malam) dan ada saatnya pula, ketika ia bangun dari tidur, semuanya menjadi terang disertai benda bulat di langit berwarna kuning cerah (pagi). Berbeda jauh seolah semua selalu berubah pada waktunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pure Devil
FantasyHanya seorang iblis yang murni berhak mengetahui masa depan dan masa lalunya. Iblis yang tidak tahu jati dirinya dan selalu di kucilkan dari kaumnya. Tidak di cintai oleh siapa pun. Sampai akhirnya, ia di buang dari negerinya ke tempat yang tidak se...