Dua puluh tiga

1.7K 405 51
                                    

"Duniaku hancur. Semesta, aku sedang rapuh. Ini perihal segumpal rasa sakitku. Bantu aku untuk menguburnya."

***

Pesan yang tak bisa dibilang singkat itu kini telah dikirim seutuhnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pesan yang tak bisa dibilang singkat itu kini telah dikirim seutuhnya. Yuri menenggelamkan wajahnya di dalam selimut. Tiga bulan menjadi pacar Dewa nyaris 80% Yuri memendam sakit. Selama tiga bulan ia memendam agar kata putus itu tak terlontar dari bibirnya.

Mungkin bagi Dewa definisi pacar hanyalah sebagai status semata. Tapi bagi Yuri definisi pacar yaitu lebih dari sekedar sahabat. Yuri akui Dewa memanglah pacar pertamanya. Ia tak punya pengalaman apapun dalam hal pacaran, tapi bolehkah Yuri mengartikan hubungan pacaran sesuai dengan fakta yang ia lihat dari beberapa temannya?

Kenapa Dewa tak pernah memperlakukan Yuri sebagai ratu di hadapan teman-temannya?

Kenapa Dewa tak sering menjemputnya di jam istirahat untuk makan di kantin berdua?

Kenapa Dewa tak pernah berkomunikasi layaknya orang pacaran di sekolah?

Semua pertanyaan itu tak pernah mampu Yuri jawab hingga sekarang. Apa Dewa malu menganggapnya sebagai pacar? Sebab Yuri tak sekeren mantan-mantan Dewa. Yuri hanya sebatas anak introvert yang pendiam, tidak cantik dan tak menarik. Mungkin itu jawabannya.

Ponsel Yuri tiba-tiba bergetar, menandakan ada sebuah pesan masuk. Dengan cepat Yuri menyibak selimutnya dan menatap layar benda pipihnya.

Rasa semangatnya sontak menguap kala melihat notifikasi itu bukanlah berasal dari orang yang ia tunggu.

Notifikasi itu berasal dari nomor yang tak ia ketahui. Ketika melihat username nya, ternyata itu nomor Darka. Lelaki itu mengirimkan pesan 'Test'. Merasa tak terlalu penting, Yuri tak membalasnya.

Ia beralih menatap pesan yang ia kirimkan pada Dewa. Hingga saat ini pesan itu belum juga dibaca. Yuri mengembuskan napas pasrah. Padahal ia tahu bahwa Dewa pasti selalu menggenggam ponselnya dimanapun. Lelaki itu akan gerak cepat jika ada pesan atau panggilan masuk di ponselnya.

Merasa tak dianggap, dengan berat hari Yuri menarik kembali 8 pesan yang sempat ia kirim pada lelaki itu. Setelahnya, Yuri mematikan data seluler ponselnya dan meletakkan benda itu di atas nakas.

Yuri memilih tidur, daripada terjaga dalam keadaan pikiran yang selalu terpusat pada Dewa.

***

Yuri terlelap puas. Berkelana di dalam mimpi yang tercipta sendiri dari alam bawah sadarnya. Sesekali tubuhnya bergerak kecil, dan orang itu dapat melihatnya dengan jelas.

Tanpa Yuri sadari, selimut yang tadinya menutupi tubuhnya, disibak dengan gerak cepat. Yuri merubah posisinya menjadi terlentang. Demi apapun dia benar-benar tak sadar, sebab dia sedang tertidur.

Seseorang kini menaiki ranjang itu dan menempatkan posisi tubuhnya di atas tubuh Yuri. Kedua tangannya ia topang di sisi kanan dan kiri. Sementara bibirnya, dengan lancang sudah mendarat di beberapa titik wajah Yuri. Mulai dari dahi, pangkal hidung, bahkan.... bibir. Sekali lagi, Yuri belum juga sadar akan hal itu.

Orang itu kini beralih pada ceruk leher Yuri. Ia mendaratkan ciuman di beberapa titik, namun sialnya Yuri malah mengeluarkan lenguhan kecil, dan sama sekali belum sadar akan apa yang ia alami saat ini.

Kedua tangan orang itu beralih untuk membuka kancing baju yang Yuri kenakan. Setelah beberapa buah kancing terbuka, tangan berdosanya mulai meraba milik pribadi Yuri.

Kedua mata Yuri sontak terbuka, saat mendapati sebuah sentuhan yang tak pernah ia rasakan sebelumnya. Ia kaget, dan berniat hendak berteriak, namun orang itu dengan cepat menindih tubuhnya dan menutup mulut Yuri dengan mulutnya.

Yuri berusaha bergerak, dan mengelakkan wajahnya ke kanan-kiri, hingga bibirnya berhasil terlepas dari mulut pria itu.

Tanpa mengambil napasnya lebih dulu, Yuri dengan cepat berteriak, "TOLONG!!!!"

Dengan kondisi baru bangun tidur, serta kesadaran dan pandangan yang belum seutuhnya normal, Yuri tak tahu siapa lelaki bejat yang melakukan itu padanya. "TOLONG!!!" teriaknya sekali lagi, namun lelaki itu berhasil membekap mulutnya, dan mulai melanjutkan lagi aksinya.

Sebulir air mata kini terjatuh. Yuri panik, dan tak bisa membayangkan apa yang akan terjadi kedepannya. Seluruh pergerakannya terkunci mengingat tubuh lelaki itu sepertinya lebih besar darinya. Yuri menangis keras, berharap tangisannya mampu membangunkan seseorang, ataupun tetangganya.

Isi pikirannya kini berkecamuk. Pria itu masih berusaha menyentuh tubuhnya. Tak ada yang bisa Yuri lakukan selain menangis.

Kemana semua orang? Kemana Mamanya? Kemana adiknya?

Ketika pria itu berhasil membungkam bibir Yuri dengan bibirnya, detik itu juga Yuri berhasil mengigit bibir pria itu sekuat tenaga.

Pria itu berteriak, dan Yuri memanfaatkan kesempatan untuk mendorong tubuhnya dan melarikan diri keluar dari kamar. Bibirnya kini terasa asin. Itu pasti darah dari pria bejat itu. Langkah kaki semakin dekat. Pria itu jelas tak terima dan pasti mengejar Yuri.

Tak ada tempat lain. Yuri memilih bersembunyi di dalam toilet.

Sesuai prediksinya, pria itu memang mengejarnya dan berusaha membuka toilet dengan cara memutar kenop pintu berkali-kali dan mendorong pintu. Yuri berusaha menopang tubuhnya dan menggenggam erat kenop pintu agar tak dibuka oleh pria itu.

Tak lama, hingga setelah itu hening. Kedua kaki Yuri yang merasa sangat lemas dan tak mampu lagi menahan tubuhnya kini ambruk. Yuri menahan suara tangisnya agar tak terdengar keluar. Ia merasa malu. Bagaimana jika Mamanya tahu? Apa wanita itu akan marah pada pria itu dan berpihak padanya? Atau malah berpikiran buruk pada Yuri dan malah berpihak pada pria itu?

Yuri merangkak, dan menghidupkan shower, membiarkan air membasahi tubuhnya. Yuri membasuh bibirnya dengan kasar secara berkali-kali. Seragam sekolah yang tak sempat ia ganti tadi kini telah rusak. Dua kancing baju bagian atasnya lepas. Terlebih dalaman yang ia kenakan. Yuri bersyukur pria bejat itu tak sampai melakukan hal lebih.

"Mungkin pikiran Yuri terlalu buruk memandang Papa tiri Yuri."

Harusnya Yuri tak perlu mendengarkan kalimat itu. Harusnya sejak awal Yuri percaya bahwa semua laki-laki itu sama saja. Nyatanya tak ada papa tiri yang baik di dunia ini. Yuri bukanlah darah dagingnya, jadi tak heran jika pria itu memandangnya sebagai orang lain.

Bagaimana jika tadinya Yuri tak sempat terjaga? Mungkin ketika bangun tidur dan menyadari semuanya, Yuri akan bunuh diri saat itu juga.

"Mama ingatkan sekali lagi, jangan lupa mengunci pintu kamarmu."

Yuri menengadahkan wajahnya. Bodoh! Dia yang salah! Dia terlalu menyepelekan segala hal, hingga tak sadar bahwa semua hal yang ia lakukan adalah kesalahan.

Dia lah semua penyebab dari kebodohan yang terjadi di hidupnya.

Andai saja dulu ia tak menembak Dewa, mungkin saat ini ia masih tinggal di indekos bersama Adelia.

Jika bisa mengulang waktu, Yuri ingin kembali ke masa lalu dan menahan dirinya untuk terus menjadi pengagum Dewa dalam diam. Sebab menjadi pacar Dewa tak lah seindah ekspektasinya.

Malam ini adalah malam terburuk seumur hidupnya.

***

TBC!

Chasing of the Sun (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang