Dua puluh enam

1.5K 392 55
                                    

"Hati manusia itu rentan. Jika bukan dijadikan pelabuhan, maka kau pasti hanya sekedar pelarian."

***

Terhitung sudah semalam Yuri menginap di rumah Darka. Di situasi genting seperti ini, Yuri baru sadar jika Darka adalah orang yang baik. Terbukti dengan pertolongan yang telah diberikan lelaki itu hingga sekarang. Bahkan Darka juga rela untuk tidur di sofa dan membiarkan Yuri tidur di ranjangnya.

"Gimana?" tanya Yuri tanpa bersuara. Darka baru saja memasuki kamar saat selesai memantau kegiatan sang Mama. Dista sedang sibuk menyiapkan makanan di dapur. Mereka tak boleh menyia-nyiakan kesempatan ini.

Darka mengangkat jempolnya, lantas mengajak Yuri untuk ikut bersamanya. Awalnya, Darka membuka pintu kamar. Ia melangkah menuju dapur untuk meneguk susu yang biasa selalu disiapkan sang Mama. Sementara Yuri, melangkah dengan gesit menuju ruang depan. Tak lama, Darka menyusul, membukakan pintu utama dan membiarkan Yuri keluar. Jam segini biasanya Darka memang sibuk memanaskan mesin motornya.

Yuri akan menunggu Darka di lorong depan, tempat yang biasa Darka lewati ketika hendak berpergian.

Terhitung lima belas menit, barulah Darka tiba sembari menunggangi motor beat pink-nya.

Begitu Yuri naik di jok belakang, ia dapat mencium aroma bedak bayi serta minyak telon pada tubuh lelaki itu.

"Mau kemana?" tanya Darka.

Yuri mengernyit heran. "Ya sekolah."

"Kalau bolos aja gimana?"

Yuri membulatkan matanya kaget. Walaupun terkenal cukup pemalas di kelas, ia tetap tak percaya jika kalimat ajakan itu terlontar dari mulut seorang Darka.

"Ini serius?" tanya Yuri meyakinkan. Darka tak bersuara, tapi lelaki itu mengangguk pelan. "Yaudah, kita bolos. Tapi lo yang tentuin tempatnya."

***

Setelah dermaga kemarin, sekarang Darka membawanya ke sebuah danau. Sepertinya Darka orang yang suka berkunjung ke tempat-tempat alam. Mereka menghabiskan waktu di sini hingga jam pulang sekolah.

Orang-orang yang melihat mereka mungkin akan berpikir bahwa mereka adalah anak sekolah liar yang sengaja bolos sekolah demi mojok pacaran. Bukannya berprasangka buruk, tapi pandangan buruk yang orang-orang layangkan pada mereka cukup menjelaskan secara tersirat.

Entah sudah berapa batang rokok yang Darka habiskan sejak tadi. Sementara Yuri masih setia dengan teh botolnya yang tersisa setengah. Ia sama sekali tak berselera makan hari ini.

"Ka, kalau gue ngerepotin, bilang ya. Biar gue sadar diri, dan keluar dari rumah lo."

Darka membuang puntung rokoknya yang kebetulan memang nyaris habis. Ia beralih merebahkan diri dan menjadikan ranselnya sebagai bantal. Walaupun begitu, kedua tangannya juga ikut menjadi tumpuan bantal di atas ranselnya, seakan ransel tak cukup tinggi untuk membuatnya tetap memandang perairan di danau.

"Gimana cara bilangnya?" balas Darka sontak membuat Yuri menatapnya.

"Lo beneran udah gak betah sama gue? Lo mau ngusir gue?" tanya Yuri bertubi-tubi.

Darka tak menjawab. Ia malah memejamkan kedua matanya.

"Ka, jawab!" Yuri memukul lengan Darka hingga membuat dahi lelaki itu mengernyit.

"Bawel!" balas Darka tanpa sekalipun membuka matanya.

"Berarti gue masih boleh tinggal di rumah lo?"

"Hmm..." balas Darka akhirnya mampu membuat Yuri bisa bernapas lega.

"Besok kalau uang bulanan gue udah cair, lo orang pertama yang gue cari, Ka. Tenang aja."

Darka menguap, membuat Yuri mengembuskan napas pasrah. Tampaknya lelaki itu memang tak suka jika diajak berbincang.

***

Ngomong-ngomong saat pulang sekolah, Yuri akan turun di lorong depan, dan akan berjalan menuju rumah Darka jika lelaki itu sudah mengabarinya lewat chat. Setelah itu, Yuri akan masuk melalui pintu belakang dan mengendap-endap masuk ke kamar Darka. Beruntungnya Mama Darka adalah tipe orang yang lebih suka menghabiskan waktu di dalam kamar, hingga tak ada kecurigaan oleh wanita itu hingga sekarang.

"Kenapa kamarnya dikunci?" tanya sang Mama saat Darka baru saja menyendokkan nasi pada piringnya.

"Nggak kok," jawab Darka cuek.

"Masa sih? Tadi mama denger ada suara pintu yang dikunci gitu."

Darka menyuap makanannya tanpa rasa panik. "Salah denger, Ma."

Tak mau ambil pusing, Dista lantas ikut menyuap makanannya. "Hari ini mau keluar?"

"Belum tau."

Dista mengembuskan napas pasrah. "Pokoknya jangan pernah lupa sama pesan Mama. Jaga batasan pergaulan. Jangan mau ikutan yang enggak-enggak sama temen-temen kamu. Kalau gak, Mama gak bakal izinin kamu keluar malem lagi loh."

"Iya, Ma."

***

Pukul setengah sebelas malam, Yuri berusaha menahan matanya agar tak tidur. Tadinya ia sempat tertidur, dan untung saja ia terbangun lima belas menit yang lalu. Saat ini ia sedang berbaring di ranjang Darka. Sejak tadi ia sedang menunggu kepulangan lelaki itu.

Hingga akhirnya Yuri mendengar suara deru motor di depan rumah. Yuri merubah posisinya menjadi duduk. Tak salah lagi, itu pasti Darka. Yang Yuri lakukan saat ini persis seperti seorang istri yang menunggu kepulangan suaminya, bedanya Yuri tak membukakan pintu, sebab itu akan berakibat fatal nantinya.

Tak lama, akhirnya pintu kamar dibuka dan Darka masuk. Bau rokok serta bau lainnya sontak tercium oleh hidung Yuri. Lelaki itu sepertinya habis pulang dari club malam lagi.

"Kenapa?" tanya Darka saat Yuri tak henti menatapnya.

"Lo tidur di sini aja, biar gue yang tidur di sofa. Kita gantian." Yuri tak lupa memelankan suaranya.

"Bawel!" Darka membuka lemari pakaiannya. Yuri yang masih memantau pergerakan lelaki itu, sontak kaget saat melihat isi dari lemari pakaian Darka. Pasalnya di dalam sana terdapat beberapa baju perempuan, bra, bahkan pembalut!

Entah Darka sengaja, atau tak peduli, lelaki itu kembali menutup lemari pakaiannya dan beranjak menuju toilet.

***

Sebenarnya Yuri cukup canggung saat mulai memasuki gerbang sekolah. Yang ada di benaknya, semua murid di sekolah ini suci. Maksudnya, ia merasa anak-anak di sini benar-benar murni anak polos yang tujuannya memang menuntut ilmu. Tidak seperti dirinya yang nyaris sudah disentuh dan nyaris diperkosa malam itu.

"Yuri!" panggilan dari seseorang itu sontak membuat Yuri kaget, sebelum akhirnya menoleh ke belakang.

Ternyata yang memanggilnya adalah Dewa. Lelaki itu menghampirinya sambil tersenyum. Tumben.

"Pulang sekolah, ikut Dewa ke rumah ya. Kita ketemu Mama."

Mendengar hal itu, perut Yuri sontak merasa dipenuhi oleh kupu-kupu.

"I-iya." Balasnya, lantas berlalu pergi meninggalkan Dewa begitu saja. Yuri mengulum bibirnya, dan merasa bahwa wajahnya pasti memerah saat ini.

Untuk semua kesalahan yang pernah Dewa lakukan, lelaki itu selalu bisa melemahkannya dengan act of service andalannya.

***

TBC!

Chasing of the Sun (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang