Tiga puluh tujuh

1.6K 438 122
                                    

"Ini perihal takdir. Pura-pura berpikir mengenai nasib. Mencoba memilah dimana letak salahnya. Tiba-tiba tersentak sadar. Ternyata ekspektasiku yang melampaui batas."

***

Anda

Temenin aku makan ya
Aku jemput sekarang

Tak lama, ponselnya langsung bergetar, menandakan ada pesan masuk. Dewa menyunggingkan senyumnya. Tumben sekali pesannya dibalas cepat.

Adelia

Gak capek?

Anda

Nggak dong

Adelia

Gak capek pura-pura dicintai
Padahal lo tau kalau gue gak ada rasa sama lo.

Dewa sontak menghentikan langkahnya tepat di bawah tangga. Dahinya mengernyit heran, dan jarinya mulai mengetikkan sesuatu di layar ponselnya. Tapi ketikannya kurang cepat, sebab yang di seberang sana sudah lebih dulu mengirimkannya pesan.

Adelia

Jangan ganggu gue lagi

"Dewa." Sang Mama yang saat itu baru saja pulang mengajar langsung menyapanya kala bertemu di depan tangga. "Duduk dulu Mama mau bicara."

"Tentang apa, Ma?"

"Duduk dulu." Ujar sang Mama. Jika sudah begini, Dewa tak bisa membantah sebab bagi mereka di rumah ini Mamanya adalah ratu. Mungkin karena efek Mamanya satu-satunya wanita di keluarga ini, jadi Dewa dan Papanya harus tunduk dan patuh. Tapi lebih tepatnya Dewa dan Papanya lah yang meratukan sang Mama, hingga wanita itu terbiasa.

"Bahu Mama rasanya pegel, Wa." Ujar sang Mama dengan nada manja. Dewa langsung turun tangan untuk duduk di sebelah sang Mama dan memijit bahu wanita itu. "Hari ini jadwal Mama full. Bahkan tadi pulang telat karena mesti bantu pecahin satu soal lagi buat anak-anak."

"Yaudah, abis ini Mama istirahat ya."

"Gak bisa. Masih ada ulangan kelas satu yang belum sempat Mama periksa."

"Dewa bantuin ya?"

Delina – Mamanya Dewa menggeleng pelan. "Kamu kan mesti belajar. Oh iya, besok itu terakhir daftar PTN kan? Kamu pilih jurusan apa?"

"TI, Ma"

Delina sontak menatapnya. "Dewa, kamu lagi gak bercanda kan?"

Dewa menggeleng. "Aku udah kirim datanya, Ma."

"Kenapa kalian gak mau dengerin Mama? Kalau begini sama aja kamu dengan Papa kamu. Mama kan udah bilang, pekerjaan Papa yang sekarang itu gak ada kaitannya sama sekali dengan jurusan kuliahnya dulu. Mama udah pesan ke kamu, jangan tiru Papa, ikutin saran Mama. Apa susahnya sih pilih matematika, kimia atau fisika. Yang berbau hitung-hitungan."

"Tapi Dewa minatnya di bidang komputer, Ma."

"Mama tau. Tapi kamu bisa belajar secara otodidak kan? Sekarang yang harus dipikirkan itu masa depan kamu, karir kamu."

Jika sudah begini, Dewa memilih bungkam. Padahal seminggu lalu Mamanya sendiri yang menyuruhnya untuk memilih antara jurusan TI atau hitung-hitungan. Sekarang Dewa sudah memutuskan pilihannya, tapi masih juga salah.

"Kalau begini kan Mama jadi pusing." Delina bungkam, dan terlihat sedang memikirkan sesuatu. "Di luar sana anak-anak lain pada minta solusi dan support sama Mama masalah jurusan kuliah yang mereka pilih. Tau gak sih, sekarang Mama merasa gagal sebagai orang tua kamu."

Chasing of the Sun (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang