"Bukan aku yang membuatmu terluka. Tapi kita yang saling membalas rasa kecewa."
***
Hari ini mungkin akan menjadi salah satu moment yang tak pernah Yuri lupakan seumur hidup. Bagaimana tidak, saat ini sang Mama sedang ikut andil membantunya memindahkan barang-barang ke kos Adelia. Sudah sangat lama Yuri tak merasakan moment kebersamaan ini setelah sekian tahun.
"Mama lepasin kamu untuk tinggal jauh dari Mama bukan karena Mama gak sayang. Mama diberatkan sama pilihan yang rumit. Posisi Mama sulit. Laki-laki yang saat ini jadi suami Mama bukan orang biasa. Denger cerita kalau kamu dilecehin sama dia bikin Mama hancur dan merasa gagal atas pilihan Mama sendiri. Tapi kalau Mama memilih pisah dengan alasan karena dia sudah menyentuh kamu, kita bisa celaka. Sekali lagi dia bukan sekedar orang biasa." Ayuni mengutarakan isi hatinya ketika membantu Yuri memasukkan baju ke dalam koper.
"Mama sayang sama kamu, walaupan Mama gak bisa memperjuangkan hak kamu. Mama gak bisa laporin masalah kamu ke pihak berwajib dan Mama juga gak bisa mempermasalahkan ini dengan dia karena Mama gak punya apa-apa, kamu ngerti kan? Satu-satunya harta yang Mama punya cuma kamu dan Yura."
Yuri tak bersuara, dia hanya menjadi pendengar. Setelah menutup koper yang dirasa sudah penuh, Ayuni lantas mendekati putrinya dan membawa gadis itu ke pelukannya. "Kamu boleh pergi sejauh apapun, tapi dengerin pesan Mama. Segagal apapun kamu, sepatah apapun hati kamu, Mama siap jadi telinga untuk kamu kapanpun itu. Mama gak akan menuntut masa depan yang sempurna sama kamu, tapi Mama mau kamu berhasil dalam mendewasakan diri."
"Aku gak janji, Ma..." Balas Yuri dengan nada lirih. "Tapi aku akan berusaha untuk terus bertahan."
***
Pintu kamar mereka diketuk. Adelia turun tangan untuk membuka pintu. Ternyata itu adalah orang yang menempati kamar sebelah.
"Ci, ada yang nyariin tuh di bawah." Panggilan Aci tampaknya sudah melekat dengan orang-orang jika ia bersama dengan Adelia.
"Siapa?"
"Gatau. Cowok pokoknya."
Merasa penasaran, Yuri akhirnya bangkit dan menuruni tangga dengan tergesa untuk melihat siapa laki-laki yang mencarinya hingga ke tempat ini.
"Ka?" Panggil Yuri ketika ia baru saja membuka pintu utama. Laki-laki yang dimaksud temannya tadi ternyata adalah Darka. Belakangan ini lelaki itu memang sering mengunjungi rumahnya, tapi Yuri pikir dia sengaja karena untuk menemui Yura saja. Tapi sekarang, tumben?
"Kok lo tau gue di sini?"
"Tadi gue mampir ke rumah. Nyokap lo bilang, lo udah pindah." Balas Darka.
Yuri mengangguk kecil. Ia pikir Darka mendatanginya ke sini karena insting, tapi ternyata tidak.
"Gimana masalah lo?" Tanya Darka.
Yuri mengembuskan napas pasrah. "Gue anggap semuanya udah clear. Gue mutusin untuk bangun semuanya dari nol."
Darka mengangguk. Setelah hening selama beberapa saat, Darka kembali bersuara. "Maaf."
"Hah?" Yuri sempat bingung, namun sedetik kemudian ia baru teringat. "Oh iya, tadi gue ceritain ke Bu Nindi sama Mama kalau gue sempat nginap di rumah temen gue cowok. Nyokap sempat mikir kalau itu Dewa, padahal kan itu lo." Yuri tertawa sendiri. Ini mungkin kali pertama ia tertawa hari ini, setelah seharian suntuk diisi oleh tangisan dan ketegangan.
Darka tak bereaksi sama sekali walaupun Yuri tertawa di hadapannya. "Apa perlu gue jelasin semuanya ke nyokap lo?"
Yuri sontak menghentikan tawanya. "Gausah. Kan gue udah bilang semua masalahnya udah clear. Jangan namban beban lah, Ka."
Yuri kembali melanjutkan ucapannya. "Lagipula, daripada lo buang-buang waktu di sini, mending lo lanjut nongkrong sama anak-anak." Yuri sempat mendorong tubuh Darka meski pelan. "Jangan pulang kemaleman."
Merasa peka bahwa keberadaannya tak diharapkan, Darka lantas menghidupkan mesin motornya dan melesat meninggalkan Yuri begitu saja.
Ditinggal begitu saja sontak membuat Yuri terkesiap. "Gue salah ngomong ya?"
***
"Kita benar-benar seasing itu ya, sampai lo milih mendam semua masalah lo?" Adelia memulai duluan.
Yuri tak menggubris. Ia kembali menyibukkan diri merapikan barang-barangnya.
"Lo pindah dari kosan tanpa ngomong apapun, lo menjauh, lo bersikap seolah kita gak pernah saling kenal. Emangnya masalah kita apasih? Gue ada salah sama lo?"
Merasa tak bisa lagi menahan emosi yang menggumpal di dadanya, Yuri akhirnya besuara. "Ada! Gue yang cari masalah duluan. Gue yang bikin hubungan kita renggang, dan gue yang sengaja menjauh dari lo."
Adelia berdecih pelan.
"Lo tau apa alasannya? Gue cemburu liat lo deket sama Rani. Dia ngambil sahabat gue di depan mata gue sendiri. Dia yang gantiin posisi gue yang seharusnya semua aktivitas yang lo lakuin itu barengan sama gue. Semua terjadi dalam waktu singkat sampai gue gak bisa berpikir wajar. Gue gak bisa menerima kalimat people come and go secepat itu. Gue gak ikhlas ngeliat sahabat gue punya sahabat lain!"
"Tapi lo yang bikin gue kayak gini, Ci." Balas Adelia.
"Iya! Gue tau! Gue ngambil keputusan bodoh, dan dalam waktu singkat semuanya berubah. Gue menyesal juga gak ada gunanya. Semuanya gak akan kembali seperti semula, Del."
Adelia beralih membuka lemari guna mengambil sesuatu. Tak lama setelah itu, ia kembali sambil memberikan sebungkus kuaci sembari melayangkan senyum hangat. "Semuanya gak akan bisa kembali seperti semula. Tapi kita bisa mulai dari awal kan?"
Tanpa menghiraukan kuaci pemberian Adelia, Yuri memilih untuk memeluk gadis itu. "Kenapa gak dari dulu? Gue kangen banget sama lo, Del."
Adelia terkekeh. "Gue udah lama nyimpan kuaci itu di lemari. Gue selalu mikir kalau lo bakal balik lagi ke sini. Ternyata bener."
"Bisa gak sih, masa SMA kita diperpanjang untuk beberapa tahun lagi. Gue kangen ngelakuin aktivitas bareng-bareng kayak dulu lagi. Tapi gak lama lagi kita bakal lulus."
Adelia melepas pelukan mereka. "Gue mah ogah. Cape tau, sekolah mulu."
"Ngomong-ngomong, setelah lulus nanti, lo mau lanjut kemana, Del?"
"Gue mau balik."
"Gue ikut!" Yuri bereaksi excited.
"Tapi kemungkinan besar gue gak bakal lanjut kuliah sih."
"Trus lo mau kerja? Yaudah, kita bareng."
Adelia menggeleng.
"Trus?" Yuri mengernyit heran.
Adelia tersenyum penuh arti. "Nanti gue cerita."
"Awas aja lupa."
"Lo masih ada utang cerita loh sama gue."
"Apa?" tanya Yuri kaget.
"Darka."
Yuri tersenyum malu-malu sebab Adelia malah menggodanya.
"Lo sama dia sekarang?"
"Trus? Masih sama yang lama?" Sudah lama Adelia tak secerewet ini.
"Nggak lagi."
"Serius lo gak ada hubungan apa-apa sama Darka?"
"Serius. Emang kenapa sih?"
"Gapapa sih. Gue salut aja liat lo akhirnya bisa deket sama cowok, apalagi ini cowok yang terkesan misterius banget di kelas. Jujur aja nih ya, gue kenal sama semua cowok di kelas, kecuali Darka."
Yuri mengangguk. "Iya, Darka emang semisterius itu."
"Tapi lo harus hati-hati. Yang misterius gitu biasanya lebih bahaya dari yang lo bayangin." Ujar Adelia.
***
TBC!
KAMU SEDANG MEMBACA
Chasing of the Sun (Completed)
Novela JuvenilYuri, si gadis penggemar berat bunga matahari. Segala hal yang berkaitan dengan bunga kuning itu telah menjadi favoritnya sejak lama. Dewa Anugrah adalah teman seangkatan yang berbeda jurusan kelas dengannya. Yuri menyukai lelaki itu dalam diam. Ka...