Tiga

2.7K 558 129
                                    

"Banyak hal yang kulakukan untuk keluar dari zona nyaman. Semua itu semata-mata agar dianggap setara dengan mantan-mantanmu."
***

Pukul sepuluh malam, siswa-siswi kelas dua belas SMA Garuda telah tiba di rumah masing-masing, tentu saja. Pukul enam sore tadi, mereka sudah dipulangkan kembali ke sekolah.

Yuri kini tengah berbaring sembari meringkuk di ranjang bagian bawah. Sementara Adelia, tidur di ranjang atas. Ranjang mereka memang terdiri dari dua tingkat. Dan Yuri tak tahu apa yang dilakukan Adelia di atas sana. Apa gadis itu sudah tidur, atau masih sibuk bermain ponsel, entahlah.

Sejujurnya tubuh Yuri cukup pegal. Kelopak matanya juga terasa sayu. Hanya saja pikirannya selalu terpusat pada Dewa. Hal itu membuatnya tak bisa tidur dengan nyenyak.

Semenjak kejadian setangkai bunga matahari tadi siang, Dewa Anugrah langsung dibawa pulang oleh salah satu guru. Untungnya salah satu guru SMA Garuda ada yang membawa mobil pribadi, hingga Dewa bisa ditolong secepatnya.

Entah bagaimana kondisi lelaki itu sekarang?

Yuri telah mengirimkan beberapa pesan via Instagram, namun tak kunjung dibalas. Bagaimana jika ternyata ruam merah di wajah Dewa malah bertambah parah atau bahkan berakibat fatal? Apa yang harus Yuri lakukan? Ah, sial! Yuri benar-benar dilingkupi rasa bersalah.

Adelia yang tidur di ranjang atas, kini beralih untuk menuruni beberapa anak tangga. Manik matanya bersitatap dengan Yuri lantas ia berdecih pelan.

Biar Yuri tebak, gadis itu pasti akan pergi untuk mengecas daya ponselnya. Adelia memang tak pernah lepas dengan benda pipih itu. Alasannya cukup simpel. Adelia memiliki banyak penggemar laki-laki yang selalu mengirimkannya pesan singkat setiap waktu. Tentu saja, Adelia itu cantik. Ya meskipun sedikit cerewet. Tapi tetap saja dia cantik! Yuri terkadang iri dengannya.

Sebuah benda berbahan plastik tiba-tiba saja mendarat tepat di wajah Yuri. Dia kaget, tentu saja. Spontan, ia melirik benda itu dan beralih untuk menatap si pelaku. Benda plastik itu adalah sebungkus kuaci berukuran kecil, dan pelaku yang telah melemparkan makanan ringan itu padanya tentu saja Adelia.

Yuri menatap Adelia dengan sinis. Sementara gadis itu, balas menatap Yuri tanpa minat. “Gue tau lo gak bisa tidur kalau belum makan kuaci,” timpalnya sok tahu. “Hari ini lo udah makan lima bungkus. Yang itu bonus. Senin jangan lupa traktir gue di kantin. Valid no debat!”

Yuri mendengkus pasrah. Malam ini, ia sedang tak berminat untuk menelan biji bunga matahari itu. Tapi yang dikatakan Adelia tadi memang benar adanya. Selama ini, Yuri memang sangat suka mengonsumsi kuaci. Kalau dia sulit untuk tidur, maka kuaci adalah solusinya. Dan yang memegang alih kuaci itu adalah Adelia. Yuri selalu membeli makanan ringan itu dengan jumlah banyak, dan langsung disita oleh Adelia. Gadis itu memberikan jatah lima bungkus per harinya. Hal itu semata-mata dilakukan Adelia untuk mengurangi sampah kuaci yang bertebaran di sekitar kamarnya. Adelia benar-benar muak melihatnya.

Yuri memilih untuk menyelipkan bungkusan kuaci itu ke bawah bantalnya. Dia akan memakannya besok pagi, sebagai pengganti sarapan, mungkin.

Adelia yang baru saja selesai mengecas ponselnya di sudut ruangan, kini beralih untuk kembali naik ke ranjang atas. Namun sebelum itu, Adelia bersuara,

“Dia mulu yang lo pikirin. Lo nya ada di pikiran dia nggak?”

***

Chasing of the Sun (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang