Tiga puluh

1.8K 418 103
                                    

"Jika semua orang punya porsi masalah masing-masing, lantas mengapa bagianku tak pernah selesai?"

***

Bolos, lagi. Yuri sudah kembali ke rumahnya. Padahal Dista sudah berbaik hati menawarkannya untuk menginap lebih lama lagi, tapi Yuri merasa tak enak. Ia merasa Darka pasti sangat terganggu dengan keberadaannya. Sebab Yuri selalu tidur di ranjangnya beberapa hari ini.

Terhitung tiga hari Yuri balik ke rumahnya. Ia sengaja menelpon Mamanya untuk menanyakan keadaan di rumah, dan ternyata pria tua itu sudah pergi. Lagipula Yuri kembali jatuh sakit pagi itu setelah dirawat full oleh Dista seharian. Stamina tubuhnya mendadak down hanya karena masalah kecil yang lagi-lagi disebabkan oleh orang yang sampai saat ini ia anggap sebagai pacar.

Pintu kamarnya diketuk, membuat Yuri terpaksa harus beranjak guna membukanya. Sekarang, Yuri tak pernah lupa untuk mengunci pintu kamarnya.

"Temen kamu kesini lagi." Ujar sang Mama ketika pintu terbuka. Yuri tahu siapa yang dimaksud sang Mama. Namun ketika ia hendak beranjak ke ruang depan, sang Mama menahannya dan mengajaknya untuk kembali masuk ke dalam kamar.

"Jujur sama Mama. Dia pacar kamu?"

Yuri membulatkan matanya tak santai. "Nggak, Ma. Kita cuma temen. Dia bukan pacar aku."

"Dia sering main ke sini. Udah lengket banget sama Yura." Ayuni malah tersenyum, padahal Yuri sempat tegang sebab takut ditanya yang tidak-tidak.

"Aku ke depan dulu, Ma."

"Kalau pacaran, Mama setuju kok. Tapi bukannya kamu udah punya pacar ya? Yang ganteng itu." Ujar sang Mama saat Yuri melewatinya. Yuri tak membalas apapun lagi. Ada perasaan aneh kala mendengar sang Mama mengucapkan itu. Entah ini perasaan senang, atau apa? Yuri juga tak tahu.

"Yura, tolong ambilin minum untuk temen kakak ke dalem." Yuri mengatakan hal itu saat Yura sedang asyik-asyiknya melihat Darka yang sedang bermain game di ponsel. Semenjak Yuri kembali ke rumah ini diantar oleh Darka, lelaki itu jadi sering berkunjung ke rumahnya, walaupun keduanya tak membahas apapun sama sekali. Paling hanya sekedar duduk, dan bermain dengan ponsel masing-masing.

"Iya, Kak Uyi." Balas Yura sembari masuk ke dalam rumah.

Darka sontak menghentikan permainannya, dan beralih menatap Yuri dengan dahi yang berkerut. "Yura sini, duduk sama Kakak."

"Iya, bentar. Uya mau ngambil minum."

Melihat Yura yang tak mengindahkan ucapannya, Darka beralih bangkit dan menggendong Yura untuk kembali duduk di sebelahnya.

"Jangan suruh anak kecil yang gak pantes." Ujar Darka, dingin. Ia kembali memainkan ponselnya dan ditonton oleh Yura.

"Gak pantes apanya? Gue cuma nyuruh ngambil minum. Dia pasti bisa kok."

Darka tak lagi membalas ucapannya. Ekspresi lelaki itu jelas menunjukkan ketidaksukaannya.

"Iyadeh, yang ke rumah gue cuma mau ngapelin adik gue doang. Bawa pulang noh si Yura." Yuri melengos pergi begitu saja.

Begitu masuk ke dalam kamar, Yuri menepuk jidatnya dengan kuat. Ada apa dengan dirinya? Kenapa emosinya mendadak absurd dan tidak stabil seperti ini?

Tak lama, ponsel Yuri berbunyi, menandakan ada chat masuk dari seseorang.

Darka

Gue pulang

Anda

Hati-hati

Diam-diam, Yuri mengintip Darka yang saat ini bersiap-siap hendak pulang. Yuri tahu Darka itu baik. Tapi hingga saat ia bingung hendak mengartikan semua kebaikan Darka sebagai apa.

Chasing of the Sun (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang