Dua puluh lima

1.7K 401 50
                                    

"Mempertemukanku dengan orang baru adalah cara semesta untuk membantuku melupakanmu."

***

Beberapa menit berlalu hingga keduanya tiba di sebuah pelabuhan. Saat turun dari motor, Darka juga membawa bawaan Yuri bersamanya dan melangkah mendahului Yuri. Cukup jauh perjalanan mereka hingga keduanya tiba di sebuah tempat yang agak sepi. Ini adalah sebuah dermaga kapal. Yuri sering melewati tempat ini, tapi dia tak berkunjung, sebab ia pikir tempat ini hanya digunakan sebagai fasilitas perkapalan.

Keduanya tiba di sebuah jembatan kapal. Darka menurunkan bawaan Yuri, dan duduk santai. Ia mendongak menatap Yuri yang wajahnya sembab dan terlihat bodoh.

"Duduk," ujar lelaki itu. Selang beberapa menit bungkam, Yuri akhirnya menurut dan duduk di samping Darka.

"Kenapa?" tanya lelaki itu tanpa menoleh.

Ditanya seperti itu malah membuat Yuri kembali mengingat masalahnya dan menangis. Kali ini suaranya terdengar kencang. Sepertinya tangisan yang semalam dan tadi pagi tak cukup puas untuk membuat dadanya terasa lapang.

Darka menunggu tangisan Yuri berhenti sembari memandang deburan air laut yang menabrak kaki jembatan. Cuaca sore ini cukup cerah, tak cukup mendukung untuk membantu menetralisir tangis Yuri, sebab sepertinya gadis itu membutuhkan hujan untuk menselaraskan air matanya.

Tangis Yuri kini mulai reda. Darka menoleh, dan kebetulan Yuri juga melakukan hal yang sama.

Sebenarnya Darka tak cukup handal untuk menenangkan seseorang yang menangis. Jangankan itu, Mamanya menangis saja, Darka hanya bisa diam, dan menunggu hingga wanita itu lega dengan tangisnya. Sama halnya seperti yang Darka lakukan pada Yuri saat ini.

"Kenapa?" tanyanya sekali lagi.

"Gue..." Yuri kembali menangis. "Gue takut."

Darka masih mendengarkan gadis itu. Selanjutnya Yuri menggeleng. Darka kembali menatapnya. Sekali lagi, Yuri mengeleng kuat. Darka mengernyit heran.

"Gue pulang." Ujar Darka sembari mengambil ancang-ancang untuk bangkit.

"Jangan!" Ujar Yuri dengan lirih. Ia merasa menjadi manusia tercengeng sekarang.

"Makanya cerita."

"Gue minggat dari rumah."

Darka bungkam, dan memberi ruang Yuri untuk terus bercerita.

"Gue takut. Gue gak mau ada di rumah. Gue gak bisa ada di sana. Gue takut dia masuk lagi, dan..." Air mata kembali menetes di pipinya. Padahal nada suaranya sudah terdengar normal. "Gue takut diperkosa." Setelah mengatakan hal itu, Yuri menenggelamkan wajahnya di antara kedua lututnya.

"Apa?" Darka sontak menatapnya.

"Papa tiri gue." Ujar Yuri parau.

"Dia udah-"

Yuri mengangkat wajahnya dan dengan cepat memotong ucapan Darka. "Belum. Tapi dia nyaris melakukan itu. Gue takut. Sumpah gue takut."

Darka shock. Ia tak menyangka jika masalah Yuri akan seberat ini. Tadinya ia pikir Yuri galau sebab putus cinta seperti masalah anak remaja pada umumnya.

"Trus sekarang gimana? Nyokap lo tau?"

Yuri menggeleng. "Gak ada yang tau. Cuma lo."

Darka bungkam. Yuri kembali melanjutkan ucapannya. "Gue bingung harus apa. Gue mau cerita ke nyokap, tapi gue takut nyokap malah berpikiran lain. Atau bisa aja nyokap terpengaruh sama omongan si tua bangka itu dan bilang kalau gue cuma ngada-ngada."

Yuri menarik napasnya lebih dulu. "Sebenarnya gue gak pengen banyak orang yang tau. Tapi gue merasa, gue bisa gila kalau nutupin masalah ini sendiran. Perasaan yang gue alami semalam bahkan masih bisa gue rasain sekarang. Gimana cara dia nindih tubuh gue, gimana cara dia pegang badan gue, dan gimana cara dia nyium... bibir gue."

Darka kembali menoleh padanya.

"Lo pasti jijik dengar cerita gue ya? Tapi jujur, gue lebih jijik sama badan gue sekarang, Ka."

"Lo bisa laporin masalah ini ke pihak berwajib." Ujar Darka.

Yuri tertawa. Air matanya ikut terjatuh di sela-sela tawanya. "Gue bukan siapa-siapa, Ka. Gue punya bukti apa? Gak ada cctv. Malah gue yang nantinya dituduh mencemarkan nama baik sama si tua bangka itu."

Darka bungkam. Apa yang Yuri katakan memang benar.

"Gue cuma bisa berdo'a semoga suatu saat nanti anak perempuan dari si brengsek itu ngerasain hal yang gue rasain. Gue berdo'a supaya suatu saat nanti dia dapet karmanya."

"Tapi gue cabut kalimat gue lagi. Adik gue perempuan. Dia darah daging dari si brengsek itu. Gue emang gak suka sama Yura. Tapi gue gak pengen dia ngerasain hal yang sama karena dia tetep adik gue."

"Jadi sekarang gue bingung harus apa. Gue gak tau cara apa yang bisa bikin semuanya pulih. Gue gak tau gimana caranya lupa sama bayang-bayang itu."

Hening. Baik Yuri maupun Darka tak lagi bersuara.

"Kalau gue mati sekarang, kayanya bagus ya, Ka?" Kalimat bodoh itu sontak keluar dari mulut Yuri. Ditambah lagi penampilannya yang benar-benar terlihat kacau, Yuri benar-benar tampak frustasi.

"Bego." Ujar Darka.

"Iya, gue emang bego!" Yuri kembali menangis. "Gue capek sama hidup. Kenapa kayanya semesta dendam sama gue dan gak biarin gue untuk bahagia. Paling nggak kalau gue gak bahagia dengan keluarga, dia bisa ngasih kebahagiaan yang lain. Tapi semuanya gak dikasih. Gue gagal di hubungan keluarga, percintaan gue juga kacau, dan gue sama sekali gak punya teman. Semesta maunya apa sih? Capek loh jadi gue."

"Gak cuma lo doang yang capek hidup." Lelaki itu beralih membuka celananya, dan menyisakan boxernya. Yuri mengalihkan pandangannya ke arah lain.

"Makanya solusinya mati." Ujar Yuri asal.

"Bukan itu solusinya," bantah Darka.

"Ya trus apa? Masa depan gue hancur, Ka. Gue diperkosa!"

"Belum!" bantah Darka dengan tegas sebelum akhirnya berlari dan terjun ke dalam laut. Yuri yang menyaksikan hal itu hanya bisa shock. Bagaimana jika Darka hanyut dibawa arus?

Tak lama setelah itu, akhirnya Darka muncul ke permukaan. Ia mengibaskan rambut panjangnya ke belakang. Hal itu jelas menambah karismanya yang sangat jarang ia tampakkan pada siapapun. Darka mengajak Yuri untuk menyusul, namun Yuri menggeleng.

Setelah dipikir-pikir, mungkin ada baiknya Yuri tetap hidup untuk sementara waktu ini.

***

Banyak drama yang mereka lalui, hingga akhirnya Yuri sukses masuk ke kamar Darka.

Tak mau menimbulkan kecurigaan, Yuri memilih ngobrol dengan Darka lewat chat. Kini Yuri telah menyimpan nomor lelaki itu.

Anda

Thanks, Ka

Gimana cara gue balas kebaikan lo?

Apa gue perlu bayar biaya nginap di sini?

Darka

Gausah

Cukup diem, dan jangan sampai Mama tau

Anda

Siyap bos

Yuri mengangkat pandangannya. Wajah menyedihkan itu kini akhirnya bisa tersenyum berkat Darka.

***

TBC!

Halo!!!

Akhirnya aku kembali....

Setelah puas mencoba nulis di platform lain, dan juga menyelesaikan satu ceritaku yang lain yaitu SEKAT, mulai hari ini aku akan fokus untuk menyelesaikan CHASING of the SUN hingga tamat.

Jangan bosan menunggu ya♥️

Chasing of the Sun (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang