Sembilan

1.6K 436 27
                                    

"Sejahat apapun sikapmu, selagi kamu masih menempati posisi istimewa di hatiku, hal itu bisa kumaafkan."

***


Bel pulang sekolah berbunyi, Yuri akhirnya bisa bersama kembali dengan Adelia. Jam istirahat tadi Yuri habiskan dengan menyendiri di koridor kelas, sebab sahabatnya Adelia lagi-lagi diintograsi dengan anak laki-laki. Bahkan murid kelas lain juga ikut-ikutan masuk ke kelas dua belas IPS hanya karena mendengar berita bahwa Adelia sudah memiliki pacar. Benar-benar konyol!

Adelia tampak sibuk mengetik sesuatu pada ponselnya. Pandangannya menunduk dan tak pernah lepas dari layar benda pipih itu. Yuri menoleh dan mendengkus sebal. Adelia yang peka, lantas bersuara, "Kenapa, Ci?"

"HP lo bisa disimpen dulu gak? Daritadi gue gak kebagian waktu mulu buat ngobrol sama lo, Del!" tukas Yuri.

Adelia terkekeh dan langsung menyimpan ponselnya tanpa ragu. "Maaf deh. Btw, gimana rasanya pisah duduk sama gue? Pasti gak enak? Yakan?"

"Ya gitu deh. Tadi gue perhatiin, lo keliatan udah mulai akrab sama Rani."

Mendengar itu, Adelia malah tertawa lepas. "Itumah si Rani nya aja yang sok akrab ke gue." Yuri diam, tak menggubris sama sekali. Tak lama setelah itu, Adelia merangkul bahu gadis itu sembari bersuara, "Lo tenang aja. Sampai kapanpun, lo bakal jadi sahabat terbaik gue kok, Ci."

Melihat kebersamaan Adelia dengan teman sebangkunya, Rani, membuat Yuri sempat berpikir bahwa kedepannya Adelia akan nyaman berteman dengan Rani, dan malah pergi meninggalkannya. Adelia memang humble kepada siapapun, namun sejak kelas sepuluh dia selalu bersama dengan Yuri, sebab mereka juga duduk sebangku dan tinggal satu kos. Yuri tak akan bisa membayangkan, jika suatu saat Adelia melupakannya. Melupakan persahabatan mereka.

"Gimana rasanya duduk sama Darka?" tanya Adelia.

"Hambar," jawab Yuri jujur. "Gak ada rasa."

Selama proses belajar berlangsung tadi, Yuri dan Darka benar-benar tidak berbicara sepatah katapun. Karena memang, Darka menghabiskan waktu jam pelajaran dengan tidur, dan terbangun ketika jam istirahat. Yuri tak habis pikir dengan pola pikir lelaki itu.

Adelia malah terkekeh. "Ajak ngobrol kali, Ci. Masa diam-diaman mulu."

Yuri berdehem ogah-ogahan. Detik selanjutnya, ia teringat akan sesuatu. Mereka saat ini sedang berjalan hendak pulang menuju indekos, namun Yuri melangkah lebih cepat dan berhenti tepat di depan Adelia. Kedua tangannya mendarat di pundak gadis itu. "Del, sekarang jawab jujur. Siapa nama pacar lo?"

Adelia tampak kaget. Wajahnya perlahan menunduk. Kedua tangannya sibuk memegang perutnya. Adelia mengangkat wajahnya dan terpatri ekspresi memelas andalannya.

"Gausah bercanda, Del! Jawab gue!" Yuri tahu bahwa gadis itu sedang berpura-pura.

"Perut gue mules, Ci. Gue ke toilet dulu deh. Lo pulang duluan aja, oke?" Adelia buru-buru melarikan diri dari Yuri. Lihatlah, gadis itu bahkan tidak mengarah ke toilet sekolah, melainkan ke gerbang utama. Sudah jelas dia menghindar dari semua pertanyaan itu. Dasar Adelia!

Ponsel Yuri bergetar, menampilkan sebuah pesan dari Dewa Anugrah. Melihat itu, senyum Yuri mendadak terbit. Terlebih saat membaca isi dari pesan itu.

Setibanya di gerbang, Yuri sama sekali tak menemukan keberadaan Dewa maupun kendaraannya di sana

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Setibanya di gerbang, Yuri sama sekali tak menemukan keberadaan Dewa maupun kendaraannya di sana. Yuri tak masalah akan hal itu. Siapa tahu lelaki itu masih di parkiran dan sebentar lagi juga akan menghampirinya.

Beberapa menit berlalu, namun Dewa tak kunjung datang. Yuri beralih untuk duduk di kursi milik pak Satpam, kebetulan pemiliknya sedang tidak ada di tempat. Yuri juga memasang earphone di kedua lubang telinganya guna meredam rasa bosan. Pandangannya tak lepas menatap ke dalam sekolah. Sebentar lagi Dewa pasti akan tiba.

Pukul 5 sore setelahnya, Yuri sudah melepas earphonenya semenjak setengah jam yang lalu. Sekolahan juga sepertinya sudah tampak sepi. Yuri melirik jam digital di ponsel. Sudah lewat satu jam, namun Dewa tak juga datang. Yuri sudah menghubungi lelaki itu sebanyak 68 kali, namun sayang ponsel lelaki itu tak aktif.

Apa Dewa terlampau sibuk?

Atau mungkin dia lupa?

Iya, mungkin Dewa sedang sibuk-sibuknya, dan tak sengaja lupa dengan Yuri. Mungkin saja begitu.

Sebenarnya Yuri bisa saja mengecek Dewa ke parkiran. Mungkin saja lelaki itu sedang dikerubungi oleh pengagumnya hingga ngaret untuk pulang.

Pak Satpam datang dan sempat menanyakan apakah Yuri sedang menunggu jemputan? Yuri menggeleng sopan, setelah itu ia melangkah untuk kembali ke Indekos. Entah mengapa, Yuri merasa sangat kecewa hari ini.

***

Malamnya, Yuri beralih membuka buku dan mengerjakan tugas untuk membuatnya lupa dengan Dewa malam ini saja.

Banyak yang bilang bahwa restu seorang sahabat sangat berpengaruh dalam hal pacaran. Buktinya hubungan Yuri yang hingga saat ini dianggap sebagai angin lalu saja Adelia. Padahal dulu ketika Yuri masih mengagumi Dewa, Adelia selalu menjadi pendengar yang baik untuknya.

“Del, gue boleh nanya sesuatu gak?”

Adelia yang saat ini sedang tidur di ranjang atas lantas berdehem pelan. Yuri tahu gadis itu pasti sedang sibuk dengan ponselnya sekarang.

“Salah ya, kalau gue pacaran sama Dewa?”

Yuri to the point. Sementara Adelia tak menjawab sama sekali. Tampaknya gadis itu tak tertarik untuk menjawab pertanyaan tak penting yang Yuri layangkan.

“Gue denger, katanya restu sahabat itu penting. Tapi-“

Ucapan Yuri dengan cepat dipotong oleh Adelia. “Gak gue restuin juga lo tetep nembak dia kan?”

Adelia seolah menampar Yuri dengan jawaban telaknya.

“Jadi menurut lo, di sini gue yang salah?”

“Ya lo mikir sendiri lah, Ci.”

Yuri tak terima dengan respon Adelia yang terkesan menyalahkannya. “Lo sendiri juga sama. Lo pacaran sama si siapa itu juga tanpa sepengetahuan gue. Gue gak pernah marah kok. Kita gak ada bedanya, Del.”

“Kok lo malah bawa-bawa gue? Yang mulai pacaran duluan siapa? Lo kan, Ci?”

Yuri mendengkus pasrah. “Kalau kita saling support, semuanya pasti lebih enteng, Del.”

“Lo ngarep gue support hubungan pacaran lo yang toxic itu? Dia udah ngerubah lo, Ci. Lo bukan Aci yang gue kenal.”

“Kalau lo bilang hubungan gue toxic cuma gara-gara nilai gue yang turun di semester lima, lo salah, Del.”

“Salah kata lo? Nilai rapor yang anjlok parah gitu lo anggap sepele? Masa depan lo lebih penting daripada dia, Ci!”

“Lo ngomongin masalah nilai rapor dan masa depan sama orang yang salah, Del. Masa depan gue gak ditentuin dari nilai rapor. Tapi pacaran sama Dewa, orang yang dua tahun lalu gue suka, belum tentu bisa gue lakuin di masa depan.”

Hening. Adelia tak lagi membalas ucapannya. Tampaknya gadis itu sudah lelah beradu argument dengannya. Yuri kembali berkutat dengan buku di hadapannya.

Tiba-tiba Adelia kembali bersuara, “Jangan sampai lo gila karena dia, Ci.”

 
***

TBC!

Chasing of the Sun (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang