Empat puluh empat

1.6K 437 57
                                    

"Memilikimu itu mustahil. Tapi mencintaimu masih lumrah kan?"

***

Berangkat dengan seragam rapi, pulang dengan tampilan acak adul, begitulah Wildan. Kini ia tak perlu repot mengantongi kunci kamar kos sebab sudah ada partner, Darka. Tepat setelah membuka pintu kos, ia melemparkan ranselnya hingga tepat sasaran mendarat di wajah Darka.

Darka yang tadinya sedang rebahan, sontak terbangun karenanya.

Wildan kini melompat ke kasur, hingga membuat sprei yang tadinya sudah Darka pasang dengan benar malah kembali berantakan.

"Gimana rasanya main sama tante-tante?" Tanya Wildan frontal.

Darka melemparkan ransel di tangannya ke dada Wildan dengan kasar.

"Stres lo!"

"Loh? Kok gue yang stress? Lo tuh yang stress. Dateng-dateng minta minum. Mana gratisan. Joget-joget gak jelas sampai didatengin janda pirang."

"Ngaco lo! Gue gak ngapa-ngapain!" Bantah Darka.

"Serius gak ngapa-ngapain? Darimana lo tau? Lo kan mabok."

"Bacot lo! Jelas gue yang lebih tau perubahan isi celana gue daripada lo!"

Wildan tertawa keras saat mendengar Darka berbicara frontal. "Tapi sumpah, si Aci sampe ngamuk gara-gara gue bilang lo abis main sama janda pirang."

"Anjing!"

"Kalian pacaran?"

"Diem lo!"

"Eh, serius pacaran sama Aci lo? Lagi perang dunia dong kalian sekarang?"

Tak menggubris ucapan Wildan, Darka memilih untuk mengecek ponselnya, meski sejak tadi dia memang memainkan benda itu. Saat membuka whatsapp, tak ada sama sekali pesan masuk di sana. Terlebih dari Yuri.

Jangan-jangan apa yang dibicarakan Wildan seputar Yuri benar?

Jika iya, gadis itu pasti akan berpikiran buruk padanya.

Darka menendang kaki Wildan cukup keras, hingga membuat lelaki itu kesakitan.

"Sakit, nyet!"

***

Dewa mendatangi Adelia langsung ke kelas untuk bicara empat mata, katanya. Yuri mendengar itu dari suara bising teman-temannya di luar kelas. Tepat di depan matanya tadi, Adelia menemui Dewa, lantas keduanya beranjak pergi entah kemana. Sekarang, tugas mengepel lantai Adelia digantikan oleh Rani.

"Ci, lo duluan aja ya. Gue bagian ini." Rani menunjuk sisi kelas bagian kiri, lebih tepatnya di samping pintu. Bukannya langsung bekerja, gadis itu malah keluar dan pergi entah kemana. Yuri berdecak kesal, jika Adelia belum juga kembali nanti, maka pastinya dia yang akan mengepel seluruh ruangan ini.

Yuri mulai mengepel bagian belakang. Tak sengaja pandangannya menatap keluar. Ternyata Adelia dan Dewa memilih ngobrol di belakang kelas. Yuri tak bisa mendengar jelas perbincangan mereka. Sedetik kemudian, Yuri melanjutkan kegiatannya tanpa berniat menjeda untuk menguping sedikitpun.

Tak bisa dipungkiri bahwa perasaan Yuri saat ini mungkin saja sakit.

Tapi ini bukan tentang cemburu.

Semenjak dekat dengan Darka, semua hal yang berkaitan dengan Dewa tak lagi berwarna baginya. Perlahan semuanya mulai tampak biasa saja.

Hanya saja saat ini, Yuri merasa iri dengan hubungan orang-orang di sekitarnya, terutama Adelia.

Yuri meluapkan emosinya saat mengepel lantai. Ia melakukannya dengan tergesa, hingga peluh membasahi wajahnya.

Langkah kaki tergesa terdengar olehnya di depan pintu. Yuri tak berniat menoleh sedikitpun. Paling itu hanya salah satu teman kelasnya yang meminta izin masuk untuk mengambil barangnya yang tertinggal. Yuri benci akan hal itu.

Chasing of the Sun (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang