Dua puluh empat

1.6K 391 32
                                    

"Sudah biasa ditimpan beban, harusnya bertambah kuat. Ya... semakin kuat mentalnya jatuh."

***

Merasa hari sudah mulai pagi, perlahan Yuri keluar dari toilet sembari memegang baju bagian atasnya dengan kuat. Ketika sudah tiba di dalam kamar, Yuri dengan cepat menguncinya. Ia mengganti pakaian, lantas kembali merebahkan tubuhnya di atas ranjang.

Memori kelam itu jelas masih melekat di benaknya. Untung saja tak ada setan yang membisikinya untuk melakukan bunuh diri.

Kepalanya terasa pusing. Tubuhnya juga sedikit meriang. Harusnya jam segini ia sudah bersiap-siap hendak berangkat sekolah. Tapi tidak. Yuri tak punya tenaga lagi untuk bangkit dan berangkat sekolah.

Yuri berhasil memejamkan matanya dan tidur selama setengah jam, namun ketukan pintu kamar membuatnya kembali terbangun. Itu Mamanya. Wanita itu membangunkannya, dan mengingatkannya untuk sekolah.

Yuri bungkam. Suaranya tak mampu keluar. Yuri kembali menutup tubuhnya dengan selimut dan meringkuk.

Apa Yuri jujur saja pada Mamanya?

Yuri tak mampu membayangkan bagaimana ia kedepannya. Pria menjijikkan itu tak jelas kapan perginya. Intinya selama pria itu masih ada di rumah ini, Yuri tak mampu memperlihatkan wajahnya. Lebih tepatnya tak sudi.

Yuri juga tak kuat menyimpan masalah ini sendirian. Dia ingin bercerita. Tapi pada siapa?

Apa Adelia masih mau menerimanya?

Iya! Adelia pasti masih mau mendengar dan memberi solusi atas masalahnya.

Yuri membuka selimutnya dan merogoh ponsel di atas nakas. Begitu ponsel itu menyala, terdapat panggilan tak terjawab dari Dewa tadi malam. Mungkin lelaki itu menelponnya saat Yuri telah menghapus pesan panjangnya.

Yuri kini bimbang, ingin meminta pendapat pada Dewa atau Adelia. Tapi jika Dewa mengetahui kejadian tadi malam, apa Dewa masih mau menerimanya? Yuri takut jika lelaki itu malah jijik dengannya.

Tekat Yuri telah bulat. Ia akan bercerita pada Adelia saja. Dengan keadaan tangan yang bergetar, Yuri menggerakkan jarinya untuk mengetikkan sesuatu pada ponselnya.

 Dengan keadaan tangan yang bergetar, Yuri menggerakkan jarinya untuk mengetikkan sesuatu pada ponselnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Deleted

Yuri menghapus, dan mengganti kalimatnya.

Yuri menghapus, dan mengganti kalimatnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Deleted

Yuri membuang ponselnya secara asal. Ia menenggelamkan wajahnya di balik kedua lututnya. Ia takut. Bagaimana jika nantinya pesan itu malah dibaca oleh Rani?

Yuri tak mau semua orang tahu jika ia telah dinodai oleh papa tirinya.

Sumpah demi apapun kepala Yuri benar-benar ingin pecah. Mentalnya benar-benar terusik karena kejadian tadi malam. Yuri takut untuk keluar. Yuri takut menghadapi banyak orang. Dan Yuri takut jika Mamanya marah dan menyalahkannya atas kejadian buruk tadi malam.

***

"Kaka Uyi..."

Itu suara Yura, adik tirinya.

"Kaka Uyi..."

Ketukan pintu kini terdengar kencang. "Yuri, bangun dulu nak. Ayo keluar, makan dulu. Kamu belum keluar kamar seharian loh."

Yuri masih dengan mode hening.

"Mama, Papa sama Yura mau keluar sebentar. Kamu di rumah dulu gapapa kan?"

Yuri merasa lega saat mendengar itu.

"Yaudah, Mama pergi dulu sayang."

Tak terdengar suara lagi. Perlahan, Yuri menempelkan telinganya pada jendela kamar. Ia tak mau mengintip, sebab takut bersitatap dengan pria tua itu.

Terdengar deru mesin mobil yang menyala. Yuri menunggu hingga mobil itu pergi seutuhnya.

Merasa keadaan sudah mulai aman, Yuri bergegas membuka lemari dan membereskan seluruh pakaian serta buku-buku sekolahnya. Apapun keputusannya hari ini, semoga semesta mendukungnya.

Yuri harus memanfaatkan kesempatan ini sebaik mungkin.

Setelah merapikan seluruhnya, Yuri mengganti pakaiannya dengan pakaian tertutup. Ia juga memakai masker, agar wajahnya tak terlalu kentara.

Saat keluar dari kamar, Yuri mencium bau makanan di meja makan. Tapi Yuri tak punya banyak waktu untuk mengisi perutnya. Bagaimana jika Mamanya benar-benar pergi sebentar?

Detik itu juga, Yuri keluar dari rumahnya. Ia mengunci pintu utama lebih dulu dan menaruh kuncinya di tempat biasa sang Mama menyimpanya. Setelah ini Yuri akan mengirimi wanita itu pesan dan mengatakan bahwa ia keluar dari rumah ini.

Yuri memutuskan untuk mendatangi indekos Adelia. Gadis itu pasti tak mampu menolaknya jika Yuri mendatanginya dan menceritakan semuanya secara langsung.

Mengingat barang bawaannya yang tak sedikit, Yuri memutuskan untuk menaiki angkutan umum.

Yuri tak peduli dengan tatapan aneh yang orang-orang layangkan padanya. Intinya saat ini Yuri ingin cepat-cepat sampai di indekos Adelia.

Karena rute angkutan umum tak bisa sampai ke indekos Adelia, Yuri terpaksa harus berjalan kaki. Melihat bawaannya yang banyak, sang supir malah memanfaatkan kesempatan untuk meminta ongkos dua kali lipat. Sialan! Yuri terpaksa menurut, sebab ia tak ingin memperpanjang masalah.

Sebentar lagi ia akan tiba di indekos Adelia. Yuri tak sabar ingin meluapkan emosi yang menggebu di dalam hatinya.

Namun di tengah perjalanannya, sebuah motor tiba-tiba menghalangi jalannya. Yuri benar-benar kaget. Genangan air mata Yuri nyaris saja tumpah, tapi setelah tahu bahwa orang itu adalah Darka, ia memutuskan untuk kembali berjalan dan tak menghiraukan lelaki itu.

Darka yang tadinya sempat berhenti, beralih mengambil sebatang rokok, dan membakar ujungnya. Ia kembali menjalankan motornya hingga sejajar dengan Yuri.

"Mau kemana?" tanyanya dengan posisi rokok yang masih menyumpal mulutnya.

Yuri menoleh pada Darka yang saat ini juga sedang menatapnya. Sialnya hal itu mampu membuat tangis Yuri pecah. Yuri menghentikan langkahnya, dan terduduk di jalan sembari menumpukan kedua wajahnya pada lutut.

Darka jelas kaget akan hal itu. Merasa menjadi penyebab menangisnya Yuri, ia lantas membuang rokoknya lantas menginjak bara apinya. Ia menyentuh tangan Yuri dan menyuruh gadis itu untuk berhenti.

Yuri tak mampu bicara sedikitpun. Yang bisa ia lakukan hanyalah menangis. Beberapa orang yang melihat kejadian itu tentu berpikir bahwa mereka adalah pasangan yang sedang bertengkar.

"Lo mau kemana?" tanya Darka sekali lagi.

Yuri hanya mampu menggeleng. Padahal jarak indekos Adelia hanya sedikit lagi.

"Ikut gue." Ujar Darka sembari membantu Yuri membawakan beberapa tas besarnya ke motor Darka.

***

TBC!

Guys! Hari ini aku double update. Padahal kemarin niatnya mau update setiap hari, tapi gak sesuai sama planning karena aku ditawarin untuk nulis di aplikasi Fizzo. Aku mau mencoba hal yang baru:) Bagi kalian yang mau baca tulisan ku di sana, kalian bisa download aplikasinya dan searching ceritaku yang berjudul Special Heartbreak.

Mengenai jadwal update Chasing of the Sun, aku juga masih sulit untuk ngatur waktu sekarang. Mungkin bakal sekali seminggu, tapi dengan double update kali ya.

Oke, jangan bosen untuk tungguin notifikasinya ya. Love you guys!

Chasing of the Sun (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang