Dalam derasnya hujan dan dinginnya angin malam, Skye berlari menerobos gerbang pengawalan dan meninggalkan istana tanpa rasa takut. Air mata menggambarkan betapa putus asanya dirinya saat ini. Menikah? Di usia muda ini? Bahkan ia belum melakukan debut pertamanya. Apa itu tidak terlalu cepat? Ahk, membayangkan harus berstatus istri di usia begini membuat hati Skye semakin sakit. Belum lagi dia akan menjadi keluarga di negara asing yang bahkan ia tidak kenal sedikitpun.
Menolak? Andai bisa semudah itu, Skye akan melakukannya. Kalau dia memikirkan dirinya sendiri, mungkin Skye akan cepat melakukannya seperti tadi, tapi sekarang masalahnya benar-benar semakin sulit. Selain warga yang semakin parah, kini Hansen, kakak paling ia sayangi itu juga terkena wabah itu. Apa Skye harus mengabaikannya untuk kepentingan pribadinya? Skye dilema. Sedikitpun ia tidak dapat fokus pada keadaannya saat ini.
Yang jelas Skye terus berlari menuju pemukiman yang sudah sangat sepi karena hujan juga wabah. Kilat yang menghiasi langit tak bisa menghancurkan rasa dilema Skye yang pada akhirnya tersungkur setelah menabrak tunggul kayu dan berguling-guling di tanah dengan mulut dan jidatnya yang berdarah. Skye mencoba bangkit, namun kakinya terkilir dan sangat sakit. Skye meringkuk memeluk lututnya dan menangis kencang sekencang hujan yang menerpanya. Hingga tiba-tiba Skye tidak lagi merasakan jatuhnya hujan pada tubuhnya dan otomatis membuat gadis itu mendongak dan mendapati seorang pria dengan mantel hitam panjang juga penutup wajah serta topi hitam memegangi payung hitam untuknya.
"Siapa kau?" tanya Skye penasaran. Namun pria itu tak bicara, hanya mengulurkan tangannya untuk membantu Skye bangkit dan sang putri menerimanya. Dengan sekali sentakan, Skye sudah berada di pelukan pria itu.
"Jangan kurang ajar!" hardik Skye. Namun pria itu tetap diam dan menaikkan Skye ke kudanya lalu melaju kencang.
"Hei! Mau kau bawa ke mana aku?! Hei!" teriak Skye berontak dan menggoyangkan tubuhnya hingga Skye terdiam saat pria itu menyentak tubuhnya lalu mengunci tubuhnya dengan pelukan yang kuat.
"Diamlah!" bisik pria itu akhirnya bersuara. Skye memilih diam karena ancaman itu. Dalam diamnya, Skye mengamati jalanan yang pria itu ambil dan Skye baru sadar bahwa itu adalah jalan menuju istana. Terlebih saat kuda itu berhenti di depan gerbang utama istana Amsterdam.
"Ahk," ringgis Skye saat dengan kasar pria itu menurunkannya.
"Jangan pernah berpikir layaknya orang bodoh!" tegas pria itu sebelum akhirnya pergi meninggalkan Skye tanpa sempat bicara.
"Dasar aneh!" teriak Skye geram hingga para penjaga mengetahui kedatangannya.
"Putri, ratu pingsan dan tuan Hansen kritis!" Skye tak memperdulikan rasa sakitnya lagi, hanya berlari dan berlari menemui kedua orang-orang yang ia sayangi itu.
Dan begitu tiba di ambang pintu kamar Hansen, Skye terlihat diam dengan tubuh gemetar saat melihat Hansen kejang-kejang dengan wajah memucat. Beberapa tim kesehatan sibuk menangani kesakitan putra mahkota milik Amsterdam itu. Skye berjalan perlahan mendekati kakaknya yang terus kejang-kejang.
"Skye! Apa yang kau lakukan di sini?! Pergi dari sini! Ini berbahaya!" teriak Barend yang dari tadi ada di kamar itu untuk menemani kakak tertuanya. Skye tak peduli, matanya hanya fokus ke Hansen yang terus menggeliat.
"Skye!" teriak Barend lagi.
"Dia kehilangan kesadaran!" teriak salah seorang perawat. Suasana kian tak bersahabat dan Skye terlihat linglung saat melihat dokter melakukan pertolongan pertama untuk mengembalikan detak jantung Hansen.
KAMU SEDANG MEMBACA
GEHEIM✔
Fantasy(Historical-Fantasy) Kendati ingin menolak, Skye tidak bisa memalingkan wajahnya dari penderitaan yang dialami rakyatnya dan merelakan kebebasannya untuk sebuah pengorbanan. Amsterdam dan Vienna, dua kerajaan yang sama besar namun terikat masa lalu...